Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menginsyafi Manifestasi Keperempuanan ala Kartini

21 April 2020   10:17 Diperbarui: 21 April 2020   10:11 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Para perempuan, mari kita meningkatkan kualitas diri dengan cara mengkaji manifes kesadaran batin ala perempuan. Perempuan yang dimaksud adalah dia yang lahir, menyenyam pendidikan sesaat, dipingit, dikawinkan, beranak, lalu mati. Perempuan inspiratif yang tak akan habis jadi bahan kajian itu bernama Kartini. Dia adalah anak perempuan yang urat nadinya dialiri darah ningrat R.M.A Sosroningrat-Bupati Jepara dan darah rakyat orang kebanyakan seorang ibu bernama Ngasirah-anak mandor pabrik tebu.

Dari perjalanan hidupnya yang singkat, pahit, domestikasi gender,  terkungkung, dipenjara budaya pingitan, perempuan yang tidak memiliki massa, tidak memiliki uang, bahkan tidak memiliki ruang untuk mewujudkan impiannya, dia memiliki keinsyafan akan dirinya sebagai individu yang merdeka. Keinsyafan akan diri itulah yang kelak menghidupkan hidupnya yang harus menghamba pada budaya dan kekuatan patriarkis.

Kartini menyadari benar akan eksistensi dirinya yang perempuan. Secara kekuatan, dia hampir tidak memiliki apa-apa selain kecintaan dan pengabdiannya yang luar biasa besar kepada ayahandanya. Seluruh kehidupannya dipersembahkan untuk kebahagiaan ayahnya, termasuk ketaatan terhadap keputusan tidak dapat melanjutkan pendidikan namun berpindah ke kehidupan berumah tangga. Betapa kasarnya budaya merenggut dan meluluh lantakan impian perempuan kemudian menghempaskannya pada kenyataan bahwa perempuan tidak memiliki dirinya, apatah lagi impiannya.

Satu-satunya hal yang lepas dari penjara pingit Kartini adalah pikiran. Tubuhnya dipenjara budaya, dipenjara adat, pikirannya tidak turut terpenjara. Pikirannya merdeka.

Dalam penjara bernama rumah dia menghidupkan pikirannya untuk tetap waras. Dia mengunjungi banyak tempat. Dia mengunjunginya dengan cara membukanya. Tempat-tempat baru  yang menawarkan pemikiran-pemikiran baru  itu tersusun rapi dalam lembaran-lembaran. Itulah buku. Buku-buku dari Nederland dan dari barat menjadi pintu bagi Kartini untuk menajamkan kepekaanya akan keadaan bangsanya yang terjajah. Buku juga menjadi sumber pengetahuan yang membawanya pada keinsyafan bahwa negeri tercintanya terjajah. Kartini dapat melanglang buana dari satu buku ke buku lain dengan bantuan penguasaan bahasa Belandanya. Kombinasi penguasaan bahasa Belanda dan keinsyafan akan kaumnya yang terjarah budaya pingit, menyebabkan dia berkeluh kesah.

Keluh kesah seorang perempuan pembaca buku yang dituangkan pada surat berbahasa Belanda menghadirkan sosok perempuan yang memiliki kekuatan. Kekuatan Kartini adalah menulis berdasarkan hasil bacaan yang luas dan kajian pada budaya sendiri. Dengan kata lain kartini memiliki profesi yaitu penulis. Kesadaran batin Kartini menginsyafinya untuk menyuarakan buah pikirnya yang orisinil. Kepiluannya akan nasib dirinya yang dia proyeksikan sebagai nasib kaumnya, ditulisnya secara cermat dalam surat untuk sahabatnya di Belanda.

Bagaimana keinsyafan kesadaran batin Kartini yang ditindas feodalisme dapat menjadi pelajaran bagi para para perempuan masa kini? Perempuan yang kabarnya telah dimerdekakan, bebas mengenyam pendidikan, terbuka untuk menjadi diri sendiri, permisif menolak domestikasi atas nama karir.

Keinsyafan berupa kesadaran batin yang dapat ditiru oleh para perempuan masa kini adalah  kesadaran akan eksistensi diri sendiri. Kartini sangat sadar bahwa dirinya seorang bangsawan, namun tidak secuilpun dia membangga-banggakannya. Dia lebih insyaf pada kewajiban-kewajiban yang ditanggungnya sebagai kaum bangsawan. Salah satunya adalah memajukan kaumnya dan membahagiakan rakyat pada umumnya. Para perempuan masa kini sangat dianjurkan untuk merefleksikan eksistensi dirinya dan menanggalkan kebanggaan-kebanggan semu. Mulailah menghayati kewajiban-kewajiban yang menjadi konsenkwensi atas pilihan hidupnya dengan memajukan pikirannya sendiri. Cara memajukan yang dicontohkan Kartini adalah melalui membaca. Usai membaca, menulis.

Selanjutnya, Kartini menerima kungkungan budaya, rajaman feodalisme, dan penjara dunia patriarkis dengan sesadar-sadarnya sebagai bagian dari praktik kehidupan yang berlaku sesuai dengan zamannya. Kini, zaman yang dimiliki para perempuan adalah zaman kebebasan. Penjara kecil yang merusak zaman kebebasan yang harus dilalui para perempuan sekarang hanyalah 'pingitan sementara akibat wabah Covid-19'.

Pingitan sementara ini, sesungguhnya memberikan kesempatan untuk para perempuan masa kini mencicipi sedikit bagaimana rasanya kemerdekaan yang sudah hak tidak dapat dinikmati. Seharusnya, tidak mengeluhkan kemerdaan yang berkurang, namun bagaimana mengisi kemerdekaan yang masih ada. Jika meniru Kartini, inilah saatnya mulai membaca. Bagaimana Kartini memiliki hormat pada ayahandanya, cinta pada kaumnya, prihatin pada rakyatnya, menuntut kemajuan bagi bangsanya. Semua pemikiran dan gagasan itu datangnya dari hasil kajian dan analisis terhadap buku yang dibacanya.  Bagaimana Kartini menjadi pemikir modern pertama, itu karena membaca.

Sebagai penutup, Kartini menyampaikan gagasannya secara tertulis. Tulisannya menjadi konsep awal yang mendobrak pengkastaan manusia dan batas geografis. Dia banyak berbicara tentang Hindia (atau Indonesia sekarang) bukan hanya Jawa saja. Perempuan masa kini dapat mulai menulis tentang gagasannya, tentang konsep keperempuanannya, tentang sukunya, Indonesianya. Dengan satu catatan 'menulis setelah membaca'. Kartini tidak menuangkan gagasan tanpa dia mengetahui terlebih dahulu mengenai hal itu melalui membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun