Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Hidup Terlalu Singkat untuk Sebuah Dendam!

12 Agustus 2016   11:32 Diperbarui: 12 Agustus 2016   11:40 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sobat yang menginspirasi!!

Beruntung sekali saya bisa menghadiri undangan seminar yang menghadirkan seorang Onggi Hianata, sosok yang lebih suka disebut inspirator ketimbang motivator, di salah satu sudut perbelanjaan Kemayoran. Tak ada snack dibagikan, tak ada makalah yang disajikan, apalagi selembar sertifikat yang seolah menghalalkan sebuah kehadiran. Namun, materi yang dipaparkan, kisah inspiratif yang dituturkan, dan kontemplasi yang ditampilkan sebagai closing, cukup membayar waktu setengah hari yang dihabiskan untuk menghadiri acara tersebut.

Pada akhir sesi, ditayangkan cuplikan film Aftershocked (2010), yang based on true story, dengan latar belakang kejadian gempa dahsyat yang menimpa Tangshan, suatu kota industri di daratan Cina di tahun 1976. Hampir seperempat dari sekitar satu jiwa penduduk kota tersebut tewas mengenaskan diguncang gempa 8,2 SR, yang dalam sejarah tercatat sebagai gempa terbesar pertama yang menimpa sebuah kota modern di dunia.

Dikisahkan bahwa dalam suasana hiruk pikuk gempa tersebut, seorang wanita muda baru saja kehilangan suami tercintanya. Saat yang hampir bersamaan, dia sedang berjuang menyelamatkan sepasang anak kembarnya yang sedang terkubur hidup-hidup dalam reruntuhan bangunan rumahnya sendiri.

Setelah menjerit-jerit meminta pertolongan, akhirnya datanglah regu penyelamat menghampirinya dan berusaha sekuat tenaga mengeluarkan kedua anaknya itu dari himpitan bangunan yang menindih tubuh mereka. Tapi apa yang terjadi sobat? Regu penyelamat memberinya sebuah alternatif yang jauh dari perkiraannya, sebuah pilihan sulit yang sampai kapanpun akan dia sesali keputusan yang diambilnya, dan sebuah jawaban yang diberikannya, kelak akan membentangkan sebuah pelajaran berharga di hadapan kita akan arti sebuah relasi antar-manusia. Karena keterbatasan peralatan dan masih banyak korban yang harus diselamatkan, sang ibu diberi pilihan oleh tim SAR: anaknya yang lelaki atau perempuankah untuk diangkat dari lubang sempit penuh batuan itu? Sama artinya, dengan bertanya, anaknya yang mana yang akan dikorbankan? Seakan tak percaya, sang ibu mendengar pertanyaan tersebut dan lama dia tertegun, sampai akhirnya karena mengira anak perempuannya telah tewas, ia mengambil keputusan: anak lelakinya yang akan diangkat!

Tanpa sepengetahuan ibunya, sang kakak mendengar keputusan tersebut dan dalam gelap di bawah sana, air matanya mengalir deras tak habis pikir akan keputusan ibunya itu. Akhirnya sang adik lelakipun dijemput terlebih dahulu oleh tim SAR, kemudian sang kakak yang dikira sudah meninggal diangkat dan dijejerkan bersama ratusan mayat lainnya. Tak disangka, anak perempuannya masih hidup! Oleh seorang tentara kemudian ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan dijadikan sebagai anak angkat.


Selama 32 tahun, ia tumbuh dewasa dan berkeluarga, dan selama itu pula ia menaruh dendam kepada ibunya! Ia bertekad tak akan memaafkan “dosa” ibunya yang membiarkannya terkubur hidup-hidup! Begitu dalam bencinya pada sang ibu, hingga ia tak memberi kabar keberadaannya selama ini. Sampai akhirnya mereka bertemu dalam suasana yang begitu memilukan, dan hanya untuk mendapatkan maaf dari sang anak, si ibu rela berlutut atas sebuah kesalahan yang disesali seumur hidupnya!

Rekan yang menginspirasi!

Atas nama dendam, atas nama sakit hati, dan atas nama sebuah harga diri, kita rela memutuskan sebuah tali silaturahim, kita bisa tidak bertegur sapa, bahkan kita dengan “gagah” menarik tangan saat sang kawan meminta maaf untuk merehabilitasi sebuah persahabatan. Kita tak pernah mau tahu akan motif mereka melakukan sesuatu yang mungkin menyakitkan hati kita, yang mungkin akan merugikan kita, atau bahkan memupuskan harapan kita!

Sobat! hidup terlalu pendek hanya untuk memelihara dendam. Hidup terlalu berharga untuk dikorbankan demi sebuah ego yang menjulang. Hidup juga terlalu remeh untuk membiarkan sakit hati berkepanjangan terhadap rekan sejawat kita, terhadap handai tolan, bahkan terhadap orang terdekat yang sangat peduli terhadap kita!

Sobat yang mencerahkan, mari kita penuhi hati ini dengan cinta yang meluap. Cinta yang akan memberikan energi luar biasa terhadap segala gerak kita. Cinta yang mengajarkan kita untuk senantiasa berfikir positif terhadap apapun dan bagi siapapun...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun