Disclaimer: tulisan ini 100% curhat dan tidak layak baca.
________________________
Saya sempat jadi bahan ledekan emak-emak di sekolah anak karena saya tidak bisa naik motor.
Eh, tunggu. Gak bisa naik motor? Hahahaha! Naik motor apa susahnya, sih, masa' gak bisa.
Memang tidak bisa. Dari dulu keluarga saya tidak pernah punya motor. Satu-satunya motor yang kami punya adalah motor Supra yang dibeli adik tahun 2007.
Dia beli karena Jakarta makin macet dan lelah kalau harus menyetir pulang selama 1,5 jam dengan jarak tempuh hanya 8 km dari kantornya di Jl. Sudirman ke Jl. Radio Dalam.
Sebagai perbandingan, jarak dari rumah saya sekarang di Muntilan ke Jogya City Mall sejauh 30 km dapat ditempuh hanya dalam 45 menit.
Lalu adik beralih jadi full biker dengan menjual mobilnya (kelak setelah punya pacar dia beli mobil lagi, heuheuheu! Cinta rasa coklat).
Walau adik lelaki sudah jadi biker dan memang praktis untuk wara-wiri di jalanan ibu kota, saya dan adik bungsu tetap tidak tertarik pada motor. Dalam pikiran kami waktu itu, motor kurang aman karena tidak ada safety belt dan andai terjadi sesuatu di jalanan, kami pasti jatuh atau terlempar karena rodanya cuma dua.
Bertahun-tahun berikutnya ternyata motor hits banget di kalangan perempuan, sementara saya sudah kadung takut mengendarai motor karena pikiran tidak aman di masa muda. Pernah saya belajar motor bebek dengan suami, tapi berakhir nyungsep di pohon rambutan.
Saya yang tadinya cuek tidak bisa naik motor lama-lama minder juga. Apalagi emak-emak itu bilang saya tidak mandiri dan malas belajar naik motor-padahal-gampang.