Perjodohan dengan tujuan menyatukan abang dan none dalam pernikahan, sudah tidak relevan dengan karakter manusia yang hidup di abad 21 dimana semua peluang menemukan jodoh terbuka lebar dari segala sudut.
Pada era ini perjodohan diutamakan untuk membantu seseorang mengenal banyak karakter lawan jenis (untuk berkawan bukan dipacari apalagi dinikahi semua). Siapa tahu ada salah satu yang nyantol di hati, ke pelaminan, dan bahagia selamanya.
Jodoh memang ditangan Allah, tapi manusia diizinkan memilih yang terbaik untuk dirinya di antara miliaran manusia di bumi.
Saya sendiri pernah dijodohkan oleh ibu dengan anak bupati Tasikmalaya, padahal saya masih kuliah semester dua. Gagal dengan anak bupati, ibu minta saya dipertemukan dengan manajer di perusahaan minyak yang masih berkerabat jauh. Gagal lagi, ibu minta sepupu saya mengenalkan sahabat suaminya, yang punya hotel di Bogor, kepada saya.
Risih, iya banget! Saya merasa seperti barang dagangan yang ditawarkan ke mana-mana. Itu salah satu sebab hubungan saya dan ibu tak seasyik hubungan saya dengan ayah.
Praktik perjodohan masih marak dan memang tidak ada salahnya dilakukan bila kedua calon mempelai menyetujuinya. Ibu dan bapak mertua saya pun menikah karena dijodohkan, dan mereka bertahan sampai maut memisahkan.
Soal bertahan dalam pernikahan hasil perjodohan juga tidak bisa disamaratakan. Ada yang bertahan karena memang saling menyayangi, ada pula yang bertahan karena terpaksa. Pada banyak kalangan, bercerai masih dianggap tabu karena dianggap mempermalukan diri dan keluarganya.
Pada zaman sekarang ini, perjodohan tanpa disetujui oleh kedua calon rentan membawa bencana alih-alih kebahagiaan pada pasangan yang dijodohkan. Kenapa?
Setiap individu dapat mengakses informasi dari mana saja dengan bantuan ponsel, komputer, dan sejenisnya. Mereka tidak bakalan dengan mudahnya menerima keputusan orang lain atas masa depan mereka.
Wawasan manusia zaman sekarang sudah lebih kaya daripada orang zaman Belanda, pun pola pikir mereka tentang jodoh dan rumah tangga sudah berbeda dari zaman Siti Nurbaya.
Bahkan saya pikir Siti Nurbaya bukan dijodohkan. Tidak ada perjodohan bila kita benar-benar membaca kisahnya. Dia rela menikahi pria tua si Datuk Maringgih karena tidak tega ayahnya masuk penjara karena muslihat Datuk Maringgih yang membuat ayahnya bangkrut. Belakangan Siti Nurbaya malah mati diracun suaminya itu.