Saya perhatikan yang tidak dipahami orang tua dari sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sejak 2017 adalah, jika kuota penerimaan peserta didik pada satu sekolah (negeri) sudah kelebihan, maka akan diadakan seleksi. Seleksi inilah yang sering bikin ribut antara orang tua dengan sekolah, dinas pendidikan, bahkan gubernur.
Kalau ada banyak siswa mendaftar untuk mengisi kuota zonasi maka dilihat siswa mana yang rumahnya paling dekat sekolah. Jika ada banyak juga anak yang rumahnya sama-sama dekat maka dipilih siswa yang usianya paling tua. Otomatis yang usianya lebih muda tidak diterima karena kuota zona sudah penuh.
Demikian jika mendaftar untuk mengisi kuota siswa miskin maka dipilih yang punya surat keterangan tidak mampu.
Untuk mengisi kuota zona dan miskin tidak diperlukan nilai bagus.Â
Tetapi jika mendaftar untuk jalur prestasi maka nilai-nilai siswa harus tinggi atau punya prestasi non-akademik, misal juara taekwondo tingkat kabupaten. Namanya juga jalur prestasi ya harus punya prestasi dong.
Dan terakhir ada kuota untuk siswa pindahan dari daerah lain (yang pindah domisili karena ikut orang tuanya).
Singkatnya yang rumahnya paling dekat, paling miskin, paling tua, dan paling pintar diantara seluruh calon peserta didik, punya kesempatan paling besar di terima di satu sekolah (negeri) jika sekolah itu kelebihan pendaftar. Kalau kuota di satu sekolah masih cukup maka tidak perlu ada seleksi.
Membludaknya pendaftar biasanya terjadi di sekolah unggulan. Orang tua ingin anaknya sekolah di tempat unggulan karena pasti guru-gurunya kompeten dan bisa mengajar anak mereka jadi tambah pintar. Selain itu mereka ingin anak-anaknya bergaul dengan anak yang juga pintar supaya tetap pintar.
Padahal yang membentuk anak jadi unggul adalah orang tuanya sendiri. Bukan sekolah, guru, apalagi gubernur. Anak yang unggul biasanya punya kreativitas dan imajinasi tinggi, punya budi pekerti yang baik, dan mengerti bagaimana harus bersikap dengan orang yang berbeda usia.
Semua itu didapat dari rumah, sedari dini dia dapatkan dari orang tuanya atau orang yang dipercaya untuk mengasuhnya.
Orang tua tidak usah khawatir. Kalau kita sudah lebih dulu memberi fondasi yang kuat baik psikologis, moril, atau spirituil untuk anak, mereka tidak akan kesulitan bersekolah di manapun karena dia tetap akan jadi bintang yang punya sinarnya sendiri.