Hukuman mati dipertanyakan oleh sebagian orang karena risiko mengeksekusi orang yang tidak bersalah, tidak bisa dibalikkan, tidak menyelesaikan akar permasalahan kejahatan, bertentangan dengan hak asasi manusia, dan dapat menimbulkan stigma sosial.Â
Terdapat kasus di mana orang yang awalnya dianggap bersalah kemudian terbukti tidak bersalah setelah dieksekusi, sehingga hukuman mati tidak selalu menjamin keadilan.Â
Hukuman mati juga dianggap tidak efektif dalam menyelesaikan akar permasalahan kejahatan dan tidak menjamin penyelesaian bagi korban kejahatan dan keluarganya. Selain itu, hukuman mati juga bertentangan dengan hak asasi manusia dan dapat menimbulkan stigma sosial pada keluarga pelaku kejahatan.
Perspektif Agama tentang Hukuman Mati
Hukuman mati juga menjadi kontroversial karena beberapa agama memiliki pandangan yang berbeda mengenai penggunaan hukuman mati. Beberapa pandangan agama tentang hukuman mati antara lain:
A. Islam
Di dalam Islam, hukuman mati dapat dijatuhkan dalam kasus-kasus tertentu seperti pembunuhan dengan sengaja atau pemerkosaan. Namun, pelaksanaan hukuman mati harus sesuai dengan prosedur hukum dan bukan merupakan bentuk pembalasan atau kekerasan.
B. Kristen
Di dalam agama Kristen, terdapat perdebatan mengenai hukuman mati. Beberapa Kristen mempercayai bahwa hukuman mati adalah sesuai dengan keadilan dan dapat mencegah kejahatan. Namun, sebagian Kristen juga mempercayai bahwa hukuman mati bertentangan dengan kasih dan rahmat yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
C. Hindu
Di dalam agama Hindu, hukuman mati tidak dianjurkan karena setiap makhluk hidup memiliki hak atas kehidupan dan hak untuk hidup dengan aman dan tenteram.
D. Buddha
Di dalam agama Buddha, hukuman mati dianggap bertentangan dengan ajaran kasih sayang dan tidak sesuai dengan upaya untuk mengembangkan cinta kasih dan kebijaksanaan.
Penerapan Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati masih diberlakukan di Indonesia dan dijatuhkan dalam beberapa kasus, terutama dalam kasus narkoba dan kejahatan terorisme. Beberapa contoh kasus yang menimbulkan kontroversi terkait penerapan hukuman mati di Indonesia
Kasus Bali Nine Pada tahun 2005, dua warga negara Australia yang dikenal sebagai Bali Nine ditangkap karena membawa narkoba ke Indonesia dan dijatuhi hukuman mati. Penerapan hukuman mati dalam kasus ini menuai protes dari pemerintah Australia dan masyarakat internasional yang meminta hukuman mati dicabut.
Kasus Maria Pauline Lumowa Pada tahun 2020, Maria Pauline Lumowa, seorang warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, dijatuhi hukuman mati atas kasus penipuan senilai Rp 1,4 triliun. Penerapan hukuman mati dalam kasus ini juga menimbulkan kontroversi, terutama terkait kepastian hukum dan pengaruh politik dalam kasus tersebut.
Kasus Eksekusi Massal Indonesia pernah melakukan eksekusi massal terhadap para terpidana hukuman mati pada tahun 2015. Sebanyak 14 orang dieksekusi pada tahun tersebut, termasuk warga negara Brasil dan Australia. Eksekusi massal ini menuai kritik dari masyarakat internasional, terutama dari keluarga korban yang menuntut keadilan dan penghapusan hukuman mati.
Penerapan hukuman mati di Indonesia masih menjadi kontroversi karena adanya kekhawatiran mengenai kepastian hukum, diskriminasi, dan kesalahan dalam penegakan hukum. Beberapa pihak juga mempertanyakan efektivitas hukuman mati dalam menyelesaikan masalah narkoba dan kejahatan lainnya. Meskipun demikian, hukuman mati masih dianggap sebagai salah satu bentuk hukuman yang tegas dan efektif dalam menangani kejahatan yang sangat serius.
Dalam perdebatan mengenai pro dan kontra hukuman mati, terdapat argumen yang kuat dari kedua belah pihak. Pihak yang mendukung hukuman mati menyebutkan bahwa hukuman ini efektif dalam memberikan efek jera dan mempertahankan keadilan dalam masyarakat, sedangkan pihak yang menentang hukuman mati menganggap bahwa hukuman ini tidak efektif dalam menurunkan tingkat kejahatan dan melanggar hak asasi manusia.