Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yandri Susanto; Jejak Sunyi Anak Desa Dalam Catatan Biografi

10 Juni 2025   08:58 Diperbarui: 10 Juni 2025   08:58 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Desa dan Pembangunan daerah Tertinggal, Yandri Susanto (Sumber: Dok Humas-Kemendes)

Tak ada yang benar-benar mengira bahwa dari sebuah dusun terpencil di kaki bukit Bengkulu Selatan, seorang anak petani yang kecil tubuhnya, dekil kulitnya, dan nyaris tak pernah mengenakan sepatu itu, kelak akan duduk di kursi menteri Republik Indonesia. Namanya Yandri Susanto.

Ia tumbuh di Desa Palak Siring, Kecamatan Kedurang---sebuah titik sunyi yang tak masuk peta wisata, yang bahkan banyak orang Bengkulu sendiri belum tentu pernah dengar. Masa kecilnya bukan hanya jauh dari kemewahan, tapi juga dari kemudahan.

Ia pergi ke sekolah melewati jalan setapak yang becek ketika hujan dan berdebu ketika kemarau. Kadang perutnya kosong, kadang bukunya basah. Ia menulis di bangku kayu yang tajam, meminjam pensil yang setengahnya sudah patah.

Sementara anak-anak kota belajar dengan lampu terang dan ruang kelas ber-AC, Yandri kecil belajar di bawah cahaya lampu minyak, ditemani suara jangkrik dan gelegak lapar yang ditahan. Dunia tak menawarkan kemudahan padanya, tapi ia menolak menyerah. Sebab dari semua hal yang tak ia punya, satu hal tetap ia peluk erat: harapan.

Siapa yang menyangka, dari sebuah dusun sunyi di Bengkulu Selatan, lahir seorang anak petani yang kelak duduk di jajaran tertinggi pemerintahan republik ini. Yandri Susanto, nama yang sederhana, kini menjadi Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam Kabinet Prabowo-Gibran.

Ia lahir pada 7 November 1974, di Desa Palak Siring, Kecamatan Kedurang, sebuah tempat yang jauh dari sorot kamera dan gegap gempita pembangunan. Kehidupan masa kecilnya tak pernah mengenal mewah.

Ia adalah anak dari seorang petani padi. Sehari-harinya diisi dengan membantu orang tua di sawah, bermain di sungai yang jernih, dan belajar di sekolah dasar negeri yang hanya memiliki papan tulis tua dan bangku kayu yang retak.

Tak banyak yang mencatat tahun-tahun itu. Hanya tanah basah yang mengingat jejak kecil kakinya di pagi hari, saat ia berjalan ke sekolah dengan seragam lusuh dan buku-buku dalam kantong plastik. Ia menyelesaikan SD pada 1987 dan SMP di Kedurang tiga tahun kemudian.

Di sana, ia tumbuh dengan nilai-nilai yang diwariskan alam dan kerja keras. Barangkali ia tak pernah membayangkan masa depan akan membawanya jauh dari desa itu, dari suara jangkrik dan aroma jerami basah.

Tamat SMP, Yandri melanjutkan ke SMA Negeri 1 Manna, ibu kota Bengkulu Selatan. Jarak yang ditempuhnya bukan hanya soal kilometer, tapi juga soal perbedaan dunia. Di Manna, ia mengenal dunia yang lebih luas. Ia belajar lebih keras, tinggal jauh dari keluarga, hidup hemat, dan mulai membaca buku-buku yang tak tersedia di perpustakaan desanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun