Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Kitab Suci Fiksi?

14 April 2018   22:09 Diperbarui: 14 April 2018   22:25 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar : goodnewsunlimited)

Baru-baru ini guru besar fakultas budaya UI, Rocky Gerung, di acara ILC TV One (10/4/2018), memuntahkan suatu pikiran yang agak atraktif. Memprovokasi nalar publik penganut agama. 

Ia ungkit soal fiksional dari kitab suci (dia tak menyebut kitab suci salah satu agama). Saya berulang kali me-replay ucapannya di youtube. Yang saya pahami, sisi fiksional kitab suci yang dimaksudkankan Rocky adalah dari sisi "gambaran atau harapan terhadap peristiwa yang akan terjadi dalam kitab suci." Cuma disini. Lalu pertanyaan seriusnya, apakah dalam Al qur'an, seluruh, atau sebahagian peristiwa adalah gambaran peristiwa yang belum terjadi?

Dalam penjelasan Rocky Gerung yang saya underline, dijelaskannya berulang kali di acara ILC TV One, bahwa fiksi bertugas untuk memantik imajinasi. Jadi kalau saya simplifikasikan pikiran Rocky, maka kira-kira maksudnya begini; jadi, kitab suci, adalah suatu teks yang berfungsi memantik imajinasi umat (penganut agama) terhadap kehidupan eskatologinya (kehidupan sesudah mati).

Saya ingin memberikan suatu penegasan dengan huruf tebal bahwa, Al quran adalah satu kesatuan konsepsi yang tak bisa dipisah-pisahkan secara sederhana untuk kebutuhan nalar ! Ia (Al quran) adalah suatu transendensi yang berisi sejumlah pengetahuan dengan sejumlah pendekatan dan menjadi satu kesatuan pemahaman. Ia ada dalam suatu teks dan pemahaman yang utuh. 

Tidak parsial atau terfragmentasi dalam pendekatan nalar secara parokial. Tapi saya tidak kaget dengan pendapat Rocky itu, karena perdebatan ini ada dalam suatu atmosfer politik yang agak tinggi temperaturnya. Jadi insight politiknya lebih kuat dan cenderung tidak knowledgeable.Wajar.

Dari pernyataan Rocky dan simplifikasi yang saya buat, maka kata imajinasi ini juga memiliki makna sendiri. Kalau kita buka kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), arti kata kata imajinasi adalah (1) daya pikir untuk membayangkan (dl angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dsb) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang; (2) khayalan. Sedangkan arti kata imajinatif adalah ; mempunyai atau menggunakan imajinasi; bersifat khayal. Lantas bagaimana?

Sampai pada titik ini, saya ingin membedah sisi pengetahuan manusia yang tak melulu berdasarkan akal/pikiran. Tapi lebih pada satuan kesatuan elementer yang membentuk pengetahuan manusia. Terutama terhadap Al quran. 

Dalam bukunya J.M.S Baljon, Al quran Dalam Interprestasi Moderen (1968 : 67), ia mengutip pandangan Muhammad Abduh dan memberikan tingkatan pengetahuan manusia pada beberapa bagian. (1) Melalui panca indera (2) akal/budi (3) intusi (4) ilham (5) melalui wahyu dan perbuatan dan ucapan nabi.

Tiga komponen awal dalam pengetahuan manusia adalah alat pengontrol untuk memberikan kepastian logis terhadap pengetahuan. Selanjutnya, wahyu memberikan petunjuk/mencerahkan terhadap keterangan empirik/logis yang diberikan akal. Jadi pengetahuan manusia terhadap Al quran tidak an sich dari sisi akal/pikiran logis secara tunggal. Ia adalah satu kesatuan dari lima komponen pengetahuan yang dijelaskan Muhammad Abduh.

Saya ambil salah satu contoh kecil dalam Al quran. Mari kita lihat, siklus penciptaan manusia yang dijelaskan secara saintis dan sistematis dalam QS Al mukminun Ayat (12-14). Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur'an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum.

Zacharias Jensen baru menemukan mikroskop pada tahun 1590 dan disempurnakan Robert Hooke dengan mikroskop majemuk pada tahun 1665. Artinya, 956 tahun yang lampau, Al quran telah melacak dan membedah pertumbuhan embriologi manusia secara saintis. Seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : "Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan Al Qur'an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun