Mohon tunggu...
Yadi supriadi wendy
Yadi supriadi wendy Mohon Tunggu... Pengrajin masalah keagamaan dan sosial

- Tertarik dengan topik-topik keagamaan, khususnya Islam juga kristologi - Memiliki pengetahuan yang baik tentang hadits dan konsep-konsep keislaman - Aktif dalam mencari informasi dan memperluas pengetahuan - Berencana untuk menulis artikel di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Konsep Khilafah, dari Amanah llahi hingga Realitas Sejarah, dan Interpretasi Moderen

28 Mei 2025   00:00 Diperbarui: 28 Mei 2025   00:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konsep khilafah adalah salah satu pilar penting dalam diskursus Islam, yang secara mendalam membentuk pandangan umat Muslim tentang kepemimpinan, tanggung jawab, dan tatanan masyarakat. Jauh dari sekadar bentuk pemerintahan, khilafah adalah sebuah amanah yang berakar kuat dalam ajaran Al-Qur'an dan sunah Nabi Muhammad SAW, menjadikannya suatu keniscayaan bagi umat manusia, khususnya bagi orang beriman.

Mari kita selami lebih dalam konsep ini melalui lensa dalil-dalil utama dan bagaimana ia ditafsirkan dalam konteks modern.
Konsep Khilafah dalam Al-Qur'an: Amanah Universal dan Janji Spesifik
Dasar filosofis dari khilafah sebagai keniscayaan bermula dari penetapan Ilahi yang termaktub dalam Al-Qur'an:
Khilafah sebagai Amanah Kemanusiaan: QS. Al-Baqarah Ayat 30
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30:
>
>
> "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui'."
>

Ayat ini menegaskan bahwa penunjukan manusia sebagai khalifah adalah sebuah keputusan Ilahi yang fundamental. Ini bukan pilihan, melainkan amanah universal yang diberikan kepada seluruh umat manusia untuk menjadi pengelola, pemakmur, dan penegak keadilan di muka bumi. Tanggung jawab ini mencakup menjaga harmoni alam, menegakkan hukum-hukum Allah, dan mengayomi kehidupan di dunia. Potensi kerusakan yang disebutkan malaikat menunjukkan betapa besar amanah ini, namun pada saat yang sama, Allah Maha Mengetahui potensi kebaikan yang lebih besar pada manusia untuk menjalankannya. Ini adalah bukti bahwa keberadaan khilafah, dalam makna pengelolaan bumi, adalah keniscayaan dari penciptaan itu sendiri.

Khilafah sebagai Janji Kekuasaan bagi Mukmin Beramal Saleh: QS. An-Nur Ayat 55
Melengkapi amanah universal, Al-Qur'an juga memberikan janji spesifik bagi mereka yang memenuhi syarat, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nur ayat 55:
>
>
> "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama mereka yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
>

Ayat ini bukan sekadar janji, melainkan sebuah prediksi keniscayaan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Allah menjanjikan "istikhlaf" atau pemberian kekuasaan (yang sering diinterpretasikan sebagai khilafah dalam arti pemerintahan) bagi mereka. Tujuan kekuasaan ini jelas: untuk menegakkan agama Allah dan menciptakan keamanan.

Keniscayaan ini telah terbukti secara historis, misalnya pada masa Khulafaur Rasyidin, dan terus menjadi aspirasi bagi umat Islam yang berusaha memenuhi syarat-syarat keimanan dan amal saleh.
Prediksi Rasulullah SAW tentang Fase-Fase Kepemimpinan Islam
Keniscayaan konsep khilafah juga diperkuat oleh ramalan historis dari Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang populer menguraikan siklus kepemimpinan yang akan dialami umat Islam:
> "Kenabian akan berlangsung dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu, akan ada Khilafah yang berjalan di atas manhaj kenabian, dan akan berlangsung beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu, akan ada kerajaan yang zalim, dan akan berlangsung beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu, akan ada kerajaan yang diktator, dan akan berlangsung beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu, akan ada Khilafah yang berjalan di atas manhaj kenabian." (Riwayat Ahmad)
>

Hadits ini menggambarkan keniscayaan pergantian fase kepemimpinan dalam sejarah Islam, dari yang paling ideal hingga yang menyimpang, dan diakhiri dengan harapan akan kembalinya khilafah yang ideal. Ini bukan sekadar deskripsi, tetapi sebuah proyeksi Ilahi tentang lintasan politik umat Muslim:
 * Kenabian: Masa kepemimpinan langsung Nabi Muhammad SAW.
 * Khilafah di atas manhaj kenabian (Khulafaur Rasyidin): Manifestasi pertama dari janji An-Nur 55 yang paling sempurna, di mana kepemimpinan mengikuti teladan kenabian secara murni.
 * Kerajaan yang zalim (Mulkan 'Adudan): Pergeseran ke sistem monarki dengan keadilan yang berkurang.
 * Kerajaan yang diktator (Mulkan Jabariyyah): Fase kekuasaan yang semakin otoriter.
 * Khilafah di atas manhaj kenabian (Akhir Zaman):

Prediksi kembalinya bentuk kepemimpinan ideal yang menanti di masa depan, sering dikaitkan dengan kedatangan Imam Mahdi.
Hadits ini menegaskan bahwa keberadaan khilafah adalah sebuah realitas yang tak terpisahkan dari sejarah dan masa depan umat Islam.

Interpretasi Modern: Khilafah dalam Perspektif Jemaat Ahmadiyah
Melihat keniscayaan ini, berbagai kelompok Muslim menafsirkan dan mewujudkan konsep khilafah dengan cara yang berbeda. Salah satu interpretasi modern yang menonjol adalah yang dianut oleh Jemaat Ahmadiyah. Mereka meyakini bahwa janji dan ramalan tentang khilafah ini telah terwujud dalam kepemimpinan mereka.

Jemaat Ahmadiyah saat ini dipimpin oleh Khalifah kelima mereka, Hazrat Mirza Masroor Ahmad. Sistem Khilafah ini dimulai pada tanggal 27 Mei 1908, setelah kewafatan pendiri Jemaat, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, yang mereka yakini sebagai Al-Masih dan Imam Mahdi yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW.

Dalam penafsiran Jemaat Ahmadiyah, Khilafah mereka adalah kelanjutan dari fase kenabian yang direvitalisasi oleh Mirza Ghulam Ahmad. Mereka menafsirkan fase kelima dalam hadits ("Khilafah di atas manhaj kenabian" di akhir zaman) sebagai referensi langsung kepada Khilafah mereka. Bagi mereka, ini adalah manifestasi keniscayaan khilafah yang dijanjikan, namun dalam bentuk kepemimpinan spiritual dan organisasi global, bukan pemerintahan politik-teritorial. Khilafah Ahmadiyah bertujuan untuk mempersatukan jemaat, menyebarkan ajaran Islam yang damai, dan mengembalikan kemurnian ajaran Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun