Mohon tunggu...
XAVIER QUENTIN PRANATA
XAVIER QUENTIN PRANATA Mohon Tunggu... Dosen - Pelukis kehidupan di kanvas jiwa

Penulis, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampah Kok Dipelihara?

3 Agustus 2019   14:14 Diperbarui: 3 Agustus 2019   14:15 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampaknya sederhana, namun sulit untuk dijalankan. Apa musuh untuk untuk melakukan detoksifikasi? Perlawanan tubuh kita sendiri. Kita yang sudah merasa nyaman di suatu tempat---entah fisik maupun pikiran---tidak mudah untuk pindah. Contoh sederhana. Di dalam diskusi kelompok kecil para penulis yang sering kami lakukan, ada orang-orang tertentu yang datang lebih awal, memilih tempat duduk yang paling nyaman. Saat digeser mereka berkata, "Wah sudah pewe kok disuruh pindah?" Apa itu 'pewe'? Bahasa planet mana? Pewe adalah bahasa gaul yang merupakan singkatan dari 'posisi wuenak'.

Saat ingat kejadian yang 'menampar' saya sendiri. Suatu kali saya sedang berada di kantor kecil saya. Saya sedang menulis 'kolom' dengan tema 'junk food'. Intinya bagaimana menjaga diri tetap sehat dengan menghindari makanan 'sampah' ini. Saat lagi asyik di depan laptop, sekretaris kantor bertanya, "Kak saya mau ke city. Mau titip apa?"

"Burger saja," jawab saya spontan.

Ternyata apa yang saya tulis dan yakini berbeda, bahkan berlawanan, dengan apa yang saya lakukan. Bahkan, saat menulis artikel ini pun, saat ditawari gorengan, langsung saya sambar. Artinya, untuk bisa membuang sampah dari luar, kita harus membereskan lebih dulu sampah di dalam dan ini jauh lebih sulit.

Apa sampah di dalam yang begitu melekat sehingga sulit dikeluarkan? Pertama, kepahitan. Sampah ini berasal dari ketidakmampuan antibodi hati kita untuk melepaskan pengampuna. Akibatnya menimbulkan sampah yang kedua, yaitu baperan. Orang semacam ini jadi gampang tersinggung. Contonya sederhana. Jika ada orang yang memuji prestasi orang lain, dia merasa ditelanjangi dan karena tidak senang, berusaha menjelekkan orang yang dipuji itu, padahal, orang itu tidak ada permusuhan sama sekali dengan dirinya. Aneh sekali bukan?

Sampah ketiga, ini yang paling berbahaya, adalah dendam yang dipelihara. Jika ada orang lain yang pernah menyakiti dirinya, maka dia bisa melakukan apa saja untuk membalas dendam. Contohnya ada di sekitar kita. Saya membaca seorang petugas panti jompo yang menculik anak atasannya, menyiksanya, bahkan berniat membunuhnya hanya karena dia di-PHK dari tugasnya. Seteleh diteliti pihak berwajib, ternyata orang ini kerjanya tidak becus. Nah, kesalahan sendiri malah ditimpakan kepada orang lain. Dasar sampah!

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, introspeksi. Kita perlu sadar bahwa kita memang bersalah. Kesalahan yang disembunyikan seperti menyimpan mayat dalam lemari. Baru jenazah itu akan menguar keluar.

Kedua, memperbaiki diri. Ketimbang sibuk mencari kambing dan menghitamkannya, lebih baik mencuci kambing kita sendiri.

Ketiga, merendahkan diri untuk belajar terus-menerus. Orang yang berhenti belajar, bukan hanya mandeg, melainkan berjalan mundur.

Bagaimana pendapat Anda?

Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun