Mohon tunggu...
XAVIER QUENTIN PRANATA
XAVIER QUENTIN PRANATA Mohon Tunggu... Dosen - Pelukis kehidupan di kanvas jiwa

Penulis, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sampah Kok Dipelihara?

3 Agustus 2019   14:14 Diperbarui: 3 Agustus 2019   14:15 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pertemuan ibu-ibu PIB (Perempuan Indonesia Belajar), seorang wanita anggun bertanya, "Pak Xavier, bagaimana membuang sampah baik diri sendiri maupun yang dilemparkan orang lain ke arah kita?"

Saya tahu ini bukan 'perang sampah' seperti yang sedang viral belakangan ini antara pemprov DKI dan pemkot Surabaya. Awalnya, anggota DPRD DKI khusus datang ke Surabaya untuk bersilaturahmi sekaligus meminta masukan dari Bu Risma bagaimana mengelola sampah di Surabaya sehingga ibukota Jatim ini dikenal hijau, bersih dan rapi.

Pada kesempatan itu walikota Surabaya diberitahu jika anggaran pengelolaan sampah di DKI mencapai 3,7 triliun. Mungkin karena kurang jelas atau kaget dengan angka itu, Risma bertanya kembali, "Berapa?" Begitu tahu bahwa angkanya sebesar itu, ekspresinya tampak kaget dan setelah itu menyandarkan kepalanya ke samping. Mengapa? Karena Jakarta yang luas wilayahnya tidak sampai dua kali luas Surabaya, memiliki anggaran yang seperti gajah bengkak, padahal ibukota provinsi Jatim ini membutuhkan 30 milyar saja. Video ini menjadi viral dan menyentil orang nomor satu di DKI. Sampai saat saya menulis ini 'perang opini' di media sosial maupun portal-portal berita masih berlangsung.

Sampah dari Luar

Ada dua kisah inspiratif tentang sampah. Seorang penumpang taksi di New York begitu kagum dengan sopir taksinya. Ceritanya, selama di jalan, sopir itu banyak mendapatkan dampratan sampai bentakan dari pemakai jalan lain, padahal merekalah yang ugal-ugalan dalam mengemudi. Sopir taksi itu menanggapi semua sumpah serapah itu dengan tenang dan senyuman, bahkan membalas mereka denganm lambaian tangan yang ramah. Tentu saja penumpang itu heran dan bertanya, "Kok Bapak bisa tenang begitu?"

"Mereka itu ibarat truk sampah yang berusaha membuang sampahnya ke arah saya," jelasnya. "Jika saya membalas dampratan mereka, saya menerima sampah itu dan menjadi tong sampah. Sebaliknya. Jika saya diamkan, maka mereka tetap membawa sampah itu ke mana-mana dan saya bersih."

Bijak sekali! Aksi boleh sama, tetapi reaksi setiap orang berbeda-beda. Sopir taksi ini memilih untuk membalas air tuba dengan air susu.

Hal itu jugalah yang dilakukan oleh penduduk di belakang tembok Berlin dulu. Orang-orang di Jerman Timur yang iri dengan kemakmuran Jerman Barat melempari tetangganya dengan sampah. Sebaliknya, orang-orang Jerman Barat membalasnya dengan melemparkan roti, sayuran dan makanan kaleng ke tetangganya yang jahat itu. Akibatnya, tetangga itu malu dan menghentikan kebiasaan buruknya.

Sampah di Dalam

Lalu bagaimana mengeluarkan sampah yang ada di dalam diri kita? Seorang sahabat dari luar negeri datang ke Bali untuk melakukan detoks. "Nanti makanan saya diatur baik dalam hal menu maupun jumlahnya sehingga berat badan saya bisa turun," ujarnya. Di samping itu, tentu dia harus melakukan olahraga tertentu entah lari atau nge-gym.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun