Mohon tunggu...
XAVIER QUENTIN PRANATA
XAVIER QUENTIN PRANATA Mohon Tunggu... Dosen - Pelukis kehidupan di kanvas jiwa

Penulis, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

" A Woman Named Malala"

8 Desember 2018   09:01 Diperbarui: 8 Desember 2018   10:03 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : ft.com

Menarik sekali mengamati perjalanan hidup Malala Yousafzai. Lolos dari sengat maut peluru Taliban tidak membuat gadis ini keder. Dia justru jadi parameter keberanian kaum hawa dalam mengekspresikan apa yang menjadi passion-nya. Hatinya selalu menggelora untuk memajukan kaumnya, khususnya di bidang pendidikan. “Ada 130 jutaan wanita yang tidak mendapatkan akses di dunia pendidikan,” ujarnya dengan mata yang tajam ke arah audience.

Masih lekat di ingatan kita bagaimana seorang Malala dan dua temannya ditembak Taliban selesai ujian pada 9 Oktober 2012. Sementara penyerangnya kabur, Malala yang mengalami luka tembak yang serius dilarikan ke Rawalpindi Institute of Cardilogy. Kondisinya membaik saat gadis kelahiran 12 Juli 1997 di Swat Distict Pakistan ini dipindahkan ke Queen Elizabeth Hospital di Birmingham, Inggris.

Kasus penembakan gadis yang berani menyuarakan dengan lantang diskriminasi yang dialami kaumnya ini justru melejitkan namanya menjadi ‘remaja paling terkenal di dunia.’ Ancaman maut makin mengerucut. Para pembencinya mencoba berbagai cara untuk melenyapkan gadis yang menganggap Muhammad Ali Jinnah dan Benazir Bhutto sebagai ‘role model’ ini.

“What doesn’t kill you makes you stronger.” Suara apik Kelly Clackson cocok disematkan ke Malala. Pemenang hadiah Nobel termuda dari keluarga Pashtun di Mingora, Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan, ini membuktikan sekali lagi bahwa bintang bisa bersinar dari wilayah mana pun. Darah ‘keluarga pendidikan’ inilah yang membuatnya mempercayai satu hal: pendidikan yang baik mampu membuat dunia lebih baik.

Saat berita Malala mengemuka, kabar kurang menyenangkan justru datang dari institusi pendidikan terkemuka di tanah air yaitu UGM. Pihak kampus negeri top di Jogja ini mengakui lamban dalam menangani kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan mahasiswa KKN terhadap mahasiswi KKN lainnya. "UGM mengakui telah terjadi kelambanan dalam merespons peristiwa ini dan UGM meminta maaf atas kelambanan yang terjadi," kata Panut di ruang rektorat lantai 2 UGM, Jumat (7/12/2018). (https://news.detik.com/berita/d-4334177/maaf-rektor-ugm-soal-kasus-mahasiswi-diduga-diperkosa).

Artinya, tekad Malala untuk memajukan dunia pendidikan, khususnya bagi kaum hawa, sangat tepat dan perlu diapreasisi. Di tengah moncernya kaum hawa di dunia perpolitikan saat ini—sebut saja Grace Natalie—kebangkitan kaum hawa membawa hawa segar bagi dunia. Sementara masih ada saja orang yang menyebarkan hoax—termasuk ratu hoax nasional—orang-orang semacam Malala benar-benar seperti bintang di tengah langit yang kelam. Penghargaan ‘the 2018 Gleitsman Award di Harvard Kennedy School di Cambridge Kamis lalu yang diterimanya memperpanjang penghargaan bergengsi pemenang termuda Hadiah Nobel 2014 ini.

Di saat sebagian masyarakat di berbagai penjuru dunia menyambut Natal—yang identik dengan Bintang Betlehem—bintang Malala semakin bersinar dengan penghargaan bergengsi ini. Saya percaya, bukan itu tujuan utama pendiri Malala Fun ini. Lewat bukunya I Am Malala—yang ditulisnya bersama Christina Lamb—yang menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia ini, Malala butuh dukungan konkret. Jangan ada lagi diskriminasi, persekusi, apalagi ‘blaming the victim’, menimpa kaum hawa. Jangan sampai Malalal Malala lain ‘hancur lebur’ (seperti arti ‘malala’ dalam bahasa Batak). Sebaliknya, biarlah dunia menyaksikan banyak Malala lain yang membuat wanita semakin menyala dengan cahaya kemanusiaannya. Jangan biarkan burning desire dalam hatinya yang tulus padam.

  • Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun