Mohon tunggu...
Uhan Subhan
Uhan Subhan Mohon Tunggu... Pengajar dan Petualang -

penulis. pengajar. petualang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Mana, Sekolah Negeri atau Swasta?

14 Oktober 2016   10:46 Diperbarui: 14 Oktober 2016   10:56 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sekolah manakah yang lebih baik: negeri atau swasta?

Pertanyaan di atas, sejatinya, tidak akan pernah cukup dijawab dengan hanya memilih salah satu dari dua pilihan yang disediakan. Sebab memilih sekolah tidak sama dengan memilih jawaban A, B, C, atau D layaknya seorang peserta didik saat menjawab soal-soal Ujian Nasional. Kiranya, ketepatan jawaban dari pertanyaan di atas hanya akan dapat ditemukan setelah kita benar-benar paham (bukan sekadar tahu) filosofi pendidikan dan pendidikan yang berkualitas.

Pentingnya pendidikan

Di kalangan umum sekolah kerap disamakan maknanya dengan pendidikan. Pemaknaan stereotip macam demikian, memang, tidak sepenuhnya salah. Barangkali, karena muara dari hasil proses keduanya adalah membayangkan tercapainya sebuah idealisme atau nilai-nilai positif pada sang peserta didik. Nilai-nilai tersebut dapat berupa kemampuan akademik maupun kemampuan diri. Namun demikian, ada sedikit perbedaan yang cukup signifikan untuk diurai lebih jelas.

Hingga era sekarang sekolah, mau tidak mau, lebih mengacu pada sebuah pemaknaan yang terbatas. Ruang, waktu, dan daya kerjanya limitatif. Keterbatasan itu memang tidak mengada-ada. Keterbatasan tersebut merupakan konsekuensi logis dari perlunya pembagian tugas kependidikan yang amat luas jangkauannya. Sekolah hanya sebuah institusi kecil yang mencoba membantu tugas kependidikan di ranah utama yakni, keluarga dan masyarakat luas. Dengan demikian sekolah bukanlah pemegang penuh tanggung jawab atas baik atau buruknya kualitas nilai peserta didik.

Berlainan dengan sekolah, makna pendidikan tidak pernah mengenal batasan ruang dan waktu. Ia adalah proses penemuan nilai-nilai (akademis maupun kemampuan diri) yang dicari sendiri atau diajarkan oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Pendidikan bukanlah kata benda. Ia bukan institusi. Sebab itu, makna pendidikan tidak pernah memerintahkan atau menunjukkan isyarat bahwa setiap manusia wajib belajar di ruang-ruang kelas semata yang mengandaikan adanya guru untuk mencekoki peserta didiknya dengan berlembar-lembar teori. Itu pikiran usang dan naif.

Pendidikan adalah napas di setiap aktifitas kehidupan. Semua aspek dalam kehidupan mestilah dijadikan arena pergulatan pendidikan mulai dari lingkup keluarga, sekolah, dan masyarakat luas secara utuh dan bulat. Jika salah satu komponen itu abai atau rumpang maka cita-cita pendidikan tidak akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata pendidikan merupakan kata kunci yang mesti dibedah lebih lanjut. Salah satu implikasi pentingnya, kita mesti menemukan dan memahami cara mendidik yang baik dan berkualitas. Sebab pada dasarnya manusia bukan perlu pendidikan yang setinggi-tingginya melainkan perlu pendidikan berkualitas, yang berorientasi membentuk peserta didiknya menjadi subjek yang berperan bagi dirinya dan orang lain.

Pendidikan macam ini dituntut untuk mengembangkan keutuhan peserta didik agar mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan semua kemampuannya baik aspek intelektual maupun emosional sesuai kebutuhan utama dan tuntutan zamannya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya semua komponen (keluarga, sekolah, dan masyarakat luas) menyadari, bahu-membahu, dan bertanggung jawab untuk terus mewujudkan serta merawat idealisme tersebut.

Negeri atau swasta?

Daniel Goleman dalam bukunya yang bertajuk Emotional Intellegences menyatakan, IQ hanya menyumbangkan 20% dari kesuksesan seseorang. Sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor intelektual dan emosional. Artinya, pendidikan yang berkualitas tidak pernah berangkat dari persepsi bahwa setiap peserta didik mesti kuat atau banyak menghapal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun