Mohon tunggu...
Yudi Hartono
Yudi Hartono Mohon Tunggu... -

lahir di sumenep,23 april 1987, aktifis PMII situbondo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Indonesia Lebih Pada Karakter

11 Februari 2012   04:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:48 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan Indonesia Lebih Pada Karakter

Yudi Hartono*

Pendidikan di Indonesia setahap demi setahap kita akui mengangalami kemajuan yang sangat pesat bila dibanding dengan negara-negara “miskin” di dunia. Kemajuan pendidikan Indonesia tidak terlepas dari desakan masyarakat untuk menunjang kebutuhan pasar dari hasil lembaga pendidikan Indonesia. Berbagai terobosan dilakukan pemerintah untuk memenuhi pangsa pasar Indonesia yang siap pakai lebih-lebih pembentukan pribadi manusia muda yang beretika dan memiliki karakter kebangsaan maupun nasionalisme dalam setip individu anak muda Indonesia.

Anggaran pendidikanpun sangat besar untuk mendukung program pemerintah. Menurut UU Anggaran Pendidikan dipatok 20 % dari APBN. Dengan demikian anggaran pendidikan untuk tahun 2011 adalah 266 triliyun, sedangkan untuk tahun 2012 adalah 296 trilyun. Tentu saja ini amat menggembirakan dengan harapan mutu pendidikan bisa meningkat,sarana dan prasaran pendidikan seperti gedung sekolah bisa baik, sekolah diperguruan tinggi negeri tidak mahal dan berbagai harapan yang melambung tinggi tentang pendidikan di negeri tercinta ini. Tetapi harapan tinggalah harapan.

Ternyata dari 20 % dari APBN alokasi dana untuk pendidikan, 70%-nya yaitu sebesar 186,2 triliyun dipakai untuk membayar tenaga bidang kependidikan, sedang yang 30%-nya atai 79,8 triliyun barulah dipakai untuk peningkatan mutu pendidikan. Jelas biaya 79,8 triliyun ini hanya dapat dipakai untuk mengurusi pendidikan dasar saja. Pantaslah kalau perguruan tinggi negeri tetap menarik ongkos yang mahal untuk kelangsungan mutu pendidikan ditempatnya.

Besarnya alokasi dana itu ternyata belum sepenuhnya mampu memberi dampak terhadap pola pikir dan kepribadian anak didik. Masih banyak dari mereka yang justru dalam lembaga pendidikan mengalami krisis dimensi moral dan seakan menjadi hal biasa dalam lembaga itu. Malah yang menjadi masalah besar ketika anak didiknya tidak lulus UN (ujian nasional), maka dengan segala upaya untuk dapat meluluskan anak didiknya 100% tanpa melihat dampak dari tindakannya itu. Sehingga banyak asumsi bahwa lembaga pendidikan sekarang tidak lebih dari perkumpulan anak muda yang kegiatannya hura-hura dan sekedar memperoleh ijazah.

Pendidikan Karekter

Pendidikan di negara kita diharapkan terus berbenah diri untuk menjadikan koknitif, afektif dan psikomotorik peserta didik di masing-masing tingkatan lembaga pendidikan berkualitas dan siap pakai. Dalam upaya peningkatan kualitas itu harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Maka dengan ini, kebersamaan antara institusi lembaga pendidikan dan orang tua merupakan tolak ukur keberhasilan pendidikan karekter yang di canangkan pemerintah.

Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pengenalan teori hanya berdampak pada pengaruh intelegensi peserta didik dan belum tentu pada kebiasaan dan pembentukan karakter pribadi anak didik karena semuanya hanyalah sebatas pelajaran bukan pada pendidikan yang berdampak langsung pada kepribadian anak didik.

Pendidikan karakter dapat kita pahami sebagai sistem pendidikan yang dapat di aplikasikan langsung dalam keseharian anak didik. Banyak bentuk pola pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan karakter anak didik tanpa menghilangkan pembelajaran atau materi-materi di lambaga pendidikan tersebut. Bentuknya tanpa harus mengeluarkan biaya atau media-media sebagaimana materi pembelajaran lainnya yang butuh keahlian untuk mentransformasikan materi-meteri tersebut.

Pendidikan dan Aplikasi

Pendidikan bagaimana tidak cuma ditafsiri sebagai pembelajaran yang besifat materi maupun penguatan intelegensi anak didik, tetapi lebih pada sikap dan tingkah laku anak didik untuk meminimalisir dekadensi moral yang saat ini hampir terjadi di semua tingkatan lembaga pendidikan Indonesia. Minimnya pemahaman tentang pelajaran dan pendidikan turut memberi sesi negatif atas pembentukan pribadi anak didik kita karena sistem pendidikan dan lembaga pendidikan hanya berkutat pada pembelajaran semata.

Pendidikan Indonesia diharapkan mampu mencetak manusia-manusia unggul dalam segi koknitif, afektif dan psikomotorik anak didik di seluruh Indonesia. Diharapkan tenaga kependidikan handal untuk membentuk manusia unggul terutama karakter dan kepribadian anak didik sebagaimana pepatah mengatakan “tongkat yang bengkok tidak bisa menghasilkan bayangan lurus”. Sebuah pepatah yang menuntut semua tenaga kependidikan yang handal dan berkualitas baik IQ maupun EQ lebih-lebih SQ yang senantiasa bersumber dari agama dan unsur ilahiyah pribadi tenaga pendidik untuk dapat mencetak manusia ungul dalam prestasi dan santun dalam berprilaku.

Ilmu lebih utama dari segalanya untuk berinteraksi, bersosial, bertingkah maupun pengelolaan sebuah negara. Dalam Al-Qur’an kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali semuanya itu ditujukan kepada manusia sebagai motivasi untuk mencari ilmu. Pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya sesuai denagan potensi yang dimiliki manusia itu sendiri. Kemajuan sebuah negara ditentukan oleh orang-orang berilmu di dalamnya karena semuanya itu berbanding lurus dengan pola pikir dan pola garak mereka.

Namun, arah pendidikan Indonesia selama ini terjadi ketimpangan antara sikap atau karakter anak didik dan pengayaan intelektual mereka. Sekolah hanya mencetak orang-orang pintar tetapi tidak mengerti akan fungsinya sebagai manusia karena sebagian besar pelajaran yang mereka terima adalah materi-materi yang bersifat semu. Jiwa nasionalisme dan kerukunan antar sesama kian terkikis sifat egoisme dan fanatisme kelompok maupun golongan. Oleh karena itu, arah maupun sistem pendidikan Indonesia yang inovatif dan diperlukannya terobosan baru yang lebih pada pembentukan karakter dan pengayaan integensi yang bersifat aplikatif efektif dan efisien.

*Yudi Hartono, mahasiswa pasca sarjana IAII Situbondo

Dan Aktifis PMII Situbondo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun