Soto Bathok "Mbah Katro"
Biasanya yang namanya soto, kalau bukan soto ayam ya soto sapi. Tapi ini kok namanya soto bathok. Apakah menu dagingnya terbuat dari suwiran bathok kelapa yang direbus cukup lama?
Ternyata tidak saudara-saudara, soto bathok sama halnya dengan soto-soto lainnya. Hanya yang membedakan dengan soto lain adalah tempat atau wadah sotonya terbuat dari separo bathok kelapa.
Isinya sama dengan soto daging sapi umumnya yang ada di Jogja, satu centong nasi campur kobis dan tokolan (tauge) kacang hijau.
Bagaimana dengan rasa sotonya? Bagi saya pribadi yang dulu biasa bikin soto daging sapi, rasanya standar saja. Tidak terlalu istimewa namun sebanding dengan harganya yang istimewa, hanya lima ribu rupiah!
Minumannya juga sangat murah, hanya dua ribu rupiah per gelas, panas atau dingin. Di angkringan saja sudah jarang yang jual dua ribu, paling tidak dua ribu limaratus. Tempe gorengnya sangat renyah dan gurih. Bagi yang suka sate usus atau jeroan juga ada, tapi saya ogahtakut asam uratnya kumat.
Sekeliling warung soto yang dapat menampung 200-an pengunjung lebih berupa kebun jagung dan tanaman pertanian lainnya. Udaranya masih cukup segar. Parkirnya cukup luas. Suasananya masih benar-benar "katrok", ndesogitu lho!
Pelayanan juga lumayan cepat, sejak order di pintu masuk, ambil nomor yang cukup besar terus cari tempat duduk yang disuka. Nanti pramusaji yang  mencari nomornya.Saya hitung kurang dari lima menit. Cukup cepat menurut saya, dimana sedang padat pengunjung.
Demikian liputan singkat saya dari Soto Bathok Mbah Katro. Sekedar info, ini kunjungan tahun lalu, cuma baru sempat nulis disini. Lain kali saya pengin tahu, kenapa namanya Mbah Katro, bukan Mbah Mukidi.