Mohon tunggu...
Avian Ferdiyansyah
Avian Ferdiyansyah Mohon Tunggu... -

Apa ya...? Koordinat 6°42′54″LS,108°34′9″BT

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Oknum Polisi Jadi Preman Jalanan di Kemacetan

1 Maret 2012   04:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:42 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13305803831567967807

[caption id="attachment_174352" align="aligncenter" width="425" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Belakangan ini banyak pemberitaan yang muncul akan terjadinya kebocoran dana yang di kutip oleh para oknum peugas baik Dinas Perhubungan dan Petugas lain, seperti Polisi Lalu Lintas ( Polantas ). Bahkan kutipan dana dari para sopir mobil angkutan umum hingga mencapai ratusan trilyun. Awalnya aku antara percaya dan tidak percaya, namun setelah semalem menyaksikan sendiri saya sangat miris dengan keadaan ini. Kalau aku boleh menyebutkan oknum petugas Polanats ibarat " Preman Jalanan di Kemacetan ". Berawal ketika terjadi kemacetan semalem rabu ( 29/02 ) yang terjadi akibat penyempitan jalan seiktar jalan raya Ciasem - Sukamandi km 21 - 24 Subang Jawa Barat akibat penyempitan jalan. Sudah menjadi kebiasaan dan memang mungkin sengaja dimanfaatkan oleh para oknum Polantas serta yang lainnya, untuk mengurai tingkat kemacetan arah kendaraan yang dari jakarta dialihkan dan memakan jalan sehingga melawan arus kendaraan yang dari arah Cirebon menuju Jakarta. Awalnya aku berfikir, para petugas Polantas dan lainnya begitu sigap dalam mengatasi kemacetan yang terjadi dan dalam hati aku berkata " sungguh mulia pengorbanan petugas Polantas ". Namun pemikiran itu sirna seketika begitu menyaksikan sopir bus  mulai meminta kondekturnya untuk menyiapkan uang puluhan ribu kepada kenetnya. " Tolong siapkan uang puluhan ribu ", kata sopir tersebut kepada kenetnya. Lantas aku menyaksikan sendiri jika sang supir mulai menggenggaam uang kertas yang sengaja di siapkan untuk diberikan para oknum jalanan yang sengaja menghalangi sedikit laju bus yang aku tumpangi tersebut. Padahal persis disamping para oknum preman jalanan tersebut beberapa oknum petugas Polantas yang sedang duduk bergerombol berbincang - bincang sambil menikmati kopi dan roko serta memarkirkan motor Polantasnya persis ditengah jalan kemacetan tersebut. Kebetulan duduku persis  di belakang  sang sopir sehingga dapat  menyaksikan dengan jelas sang sopir memberikan empat kali terhadap oknum jalanan tersebut, padahal kemacetan yang terjadi tidak  lebih dari 4 km . Laju bus yang aku tumpangi kecepatannya masih seiktar 5 sampai 10 km per jam. Akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk memulai membuka pembicaraan dengan sopir tersebut. " Om memang kalau macet begini wajib kita memberikan uang ya? ", tanyaku pada sang sopir. " Ya mas ", jawab sang sopir dengan dialek jawanya yang masih kental. " Berapa besarnya dan kalu tidak ngasih memang kenapa  Om ? ", aku mulai terpancing untuk mencari tahu. " 40 ribu mas, dan kalau tidak ngasih ya maka di depan mobilnya akan diberhentikan dan di minta surat - suratnya oleh Polisi ", ungkap sopir tersebut dengan polos sembari melihatkan wajah yang penuh beban dan pasrah. Lantas pikiranku mulai berfikir jauh dan dalam hati hati berkata, " kasihan banget para sopir hanya beberapa kilometer harus menguras penghasilanya sekitar 40 ribu rupaih ". Namun bukan 40 ribu yang menjadi kemarahan jiwaku. Tanpa aku sadari otaku mulai berhitung jika satu bus atau truck 40 ribu berapa hasil perasan yang didapatkan  oknum Polantas dan preman lainnya dalam satu kali kemacetan ", bisiku dalam hati. Sementara tanpa aku sadari aku terus memperhatikan volume kendaraan yang lewat satu persatu dalam dan dalam satu detik saja kendaraan yang melintas lebih dari tiga  kendaraan. Wah ini benar - benar angka yang fantastis dan cukup penghasilan yang menggiyurkan. Akhirnya mobil yang aku tumpangi mulai meninggalkan kemacetan perlahan dan melaju seperti biasanya dengan kecepatan sekitr 50 hingga 80 km perjam. sembari mulai berfikir aku mataku mulai lelah dan sedikit memaksa ingin memejamkan mata. Belum juga aku pulas duduk bersandar di jok kursi bus tersebut, aku sudah mulai meraskan laju bus yang di tumpangi mulai melambat. Dengan spontan akhirnya aku kembali terjaga dan menyakiskan pemandangan kemacetan yang sama seperti yang terjadi di Jl raya Ciasem - Sukamandi tersebut dan itu terjadi disekitar jalan Kandanghaur Indramayu Jawa Barat. Akan tetapi yang membuat jiwaku meras iba terhadap sang sopir tersebut, lagi - lagi aku menyaksikan sang sopir menjulurkan tangan kananya keluar jendela mobil sambil memberikan uang kertas yang sudah diremas kepada oknum petugas Polantas yang berdiri gagah di tengah jalan dengan pakaian kebesaran yang lengkap. Secara entengnya pula oknum  Polantas tersebut juga menerima uang - uang yang telah disiapkan para sopir tersebut. Seakan sudah menjadi kebiasaan aku menyaksikan oknum Polantas tersebut begitu terampil dan cepat menerima uang dari sopir - sopir tersebut serta raut muka yang menunjukan rasa tak bersalah sedikit pun. Sementara tangan kanannya sibuk  menerima uang dari para sopir tangan kirinya sang oknum Polantas yang ibarat " Tukang Palak Jalanan " tersebut tangan kirinya terus melambaikan tangan sembari memegang lampu pengatur lalu lintas yang biasa digenggamnya. Lantas apakah semua pihak akan menolak dan membantah pemberitaan yang juga merupakan  keluhkan  para pihak penguasha angkutan umum dan sopir tersebut. Bagaimana neh pengawasan dan sangsi terhadap oknum Polantas tersebut? Apakah ini akan terus dibiarakan ?Mudah - mudahan Kapolri dan Instansi yang lainnya tidak menutup mata dan telinga  akan  peristiwa yang sering terjadi ini. Teranyata betapa bobroknya mental oknum Polantas tersebut yang sudah di gaji dan diberikan fasilitas mewah oleh negara serta dibayai oleh rakyatnya. Masih juga memeras dari rakyat kecil yang hanya mendapatkan upah sedikit dengan beban serta resiko kerja yang besar


Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun