Mohon tunggu...
Erri Subakti
Erri Subakti Mohon Tunggu... Penulis - Analis Sosial Budaya

Socio Culture Analyst

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'Daun Luruh' yang Menginspirasi Dunia

2 Maret 2012   12:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:37 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Winter mulai menghembuskan nafasnya yang dingin di pinggiran kota Suang Liu. Lelaki berusia 30 tahunan yang kelaparan itu bergegas menuju ke rumahnya yang kumuh… Senja beranjak meredup ketika sayup-sayup terdengar tangis bayi yang meyayat hati. Lelaki lajang berpenampilan kumal itu sejenak berhenti. Mencoba mencari lewat indera pendengarannya… suara tangis yang tak kunjung berhenti dan seakan memanggilnya… ya.. tangisan itu bagai sebuah sapa dari langit… Dari balik semak dan rerumputan, lelaki itu menemukan bayi mungil yang pucat akibat kelelahan karena menangis, lapar dan kesakitan dalam dinginnya udara di bulan November. Segera dilepaskannya mantel buluk yang dikenakannya untuk membebat bayi malang tersebut dalam pelukannya. Lalu dia membawa bayi itu pulang ke rumahnya. Dibukanya bungkusan kecil berisi beras untuk menanak nasi… sekaligus membuatkan air tajin sebagai pengganti susu untuk sang bayi. Sambil menggendong bayi agar merasa hangat untuk meredakan tangisnya, si lelaki melepaskan sebuah label dari karton yang menggantung di dada bayi tersebut, bertuliskan 20 November 1996. Baru sepuluh hari bayi ini terlahir ke dunia… Terpekur ia mencoba memaknai apa yang dihadapinya… Selama ini kehidupannya begitu sulit… tinggal seorang diri… tanpa ada teman apalagi kekasih… Siapa pula perempuan yang mau dengan lelaki miskin macam dia… pikirnya. Apalagi kini hadir seorang bayi dalam kehidupannya. “Biarlah… akan kurawat bayi ini… dan kuanggap sebagai anakku sendiri…”dalam hatinya. “Kamu akan makan apa yang kumakan…,” ujarnya. “Kuberi nama kamu Yu Yuan.”

***

Musim pun berganti, tahun demi tahun Yu Yuan tumbuh dengan kecerdasannya yang luar biasa. Meski sering sakit-sakitan karena kurangnya asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya, para tetangga sering memuji Yu Yuan sebagai anak yang pintar dan menyenangkan. Saat Yu Yuan berusia 5 tahun, ia mulai bisa membantu sosok laki-laki yang ia sebut sebagai papa, melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik. Mulai dari mencuci baju, menanak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain yang memiliki orang tua yang lengkap dan berkecukupan. Di tengah keprihatinan papanya, Yu Yuan tumbuh 'dewasa' sebelum waktunya. Mereka, Yu Yuan dan papanya, saling menopang satu sama lain. Yu Yuan menjadi anak yang penurut agar tidak membuat papanya sedih atau marah. Pada saat dia masuk sekolah dasar, Yu Yuan sangat mengerti bahwa ia harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolah diceritakannya kepada papanya. Terkadang Yu Yuan juga usil dengan menanyakan soal-soal yang susah kepada papanya. Setiap kali melihat senyuman papanya, ia merasa bahagia.

***

Pada suatu pagi di bulan Mei 2005, saat Yu Yuan sedang mencuci mukanya dengan air hangat dari dalam baskom, tiba-tiba air di dalam baskom tersebut berubah warna menjadi merah. Ternyata tanpa sadar ketika Yu Yuan yang telah berusia 9 tahun itu, mengalami mimisan. Darah mengucur deras dari hidungnya. Papanya yang mengetahui hal tersebut segera mencoba melakukan berbagai cara untuk menghentikan pendarahan itu. Namun darah yang keluar tak kunjung surut. Dengan sigap papanya membawa Yu Yuan ke klinik terdekat di desa untuk ditangani. Tindakan pertama yang dilakukan pihak medis adalah dengan menyuntik Yu Yuan. Namun dari bekas suntikan itu malah mengeluarkan darah dan tidak mau berhenti. Paha Yu Yuan mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter di klinik tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri di kursi yang panjang dan menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak, kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom tersebut sudah penuh berisi darah. Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk di-diagnosa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukemia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal, memerlukan biaya sebesar $300.000. Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara, papanya meminjam uang ke sanak saudara dan teman. Namun uang yang bisa terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu-satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh tidak ada satu pun yang mau membelinya. Melihat raut muka papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian tirus, hati Yu Yuan merasa sedih. Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata mengalir dari kedua bola matanya yang indah, “Papa saya ingin mati," ujar Yu Yuan lirih. Ia melanjutkan, “Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini.

***

Musim panas menyambut hangat dunia, 19 Juni 2005. Di sebuah rumah sakit, seorang anak kecil secara diam-diam menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Yu Yuan mewakili papanya yang tidak bisa membaca. Anak sekecil itu mulai mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang ke rumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah menuntut apapun dari papanya, meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. “Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya, lihatlah foto ini…” Esoknya, papanya meminta bibi ikut menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan rok berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba, Yu Yuan tidak mau melepaskannya. Kemudian mereka bertiga ke studio foto. Yu Yuan kemudian berpose secantik mungkin dan berusaha keras untuk tersenyum. Bagaimanapun, pada akhirnya Yu Yuan tidak bisa menahan air mata yang membanjiri pipinya. *** Bukan kebetulan, seorang wartawan Chuan Yuan dari surat kabar Cheng Du Wan Bao, berkunjung ke rumah sakit tempat Yu Yuan sebelumnya dirawat. Kabar tentang anak yang kurang mampu namun menderita penyakit ganas pun mampir di telinganya. Hatinya begitu tersentuh. Daun yang luruh tak kan begitu saja hilang terhempas angin.." pikirnya…. Insting reporternya bekerja. Chuan Yuan menuliskan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yang mengatur pemakamannya sendiri. Angin musim panas menebarkan kabar itu ke seluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah. Melalui e-mail, kisah Yu Yuan menyebar dari ibu kota sampai seluruh negeri, bahkan sampai ke seluruh dunia….! Penggalangan dana bagi Yu Yuan pun dimulai. Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese di dunia telah terkumpul $560,000. Biaya operasi telah tercukupi. Detak kehidupan Yu Yuan terbangkitkan oleh cinta kasih banyak orang. Meski penggalangan dana telah di-stop, namun sumbangan yang mengalir dari seluruh dunia tak kunjung berhenti. Para dokter sudah siap untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu tahap pengobatan dilalui, meski sulit. Orang-orang menunggu hari pulihnya kesehatan Yu Yuan. “Yu Yuan anakku tercinta, saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat…” begitu salah satu e-mail dari seseorang. Dokter yang menangani Yu Yuan, dr. Shii Min mengatakan bahwa terapi yang dilakukan dalam rangka pengobatan Yu Yuan, akan memberikan efek samping mual yang sangat hebat. Di awal-awal terapi, Yu Yuan sering sekali muntah-muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya.

Dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anaknya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung… mengingat dari semenjak lahir, ia tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Esoknya saat dr. Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil “mama..” kepada dr. Shii Min. Mereka pun berpelukan dalam tangis...

Akankah keajaiban tiba bagi Yu Yuan untuk bisa sembuh kembali? Saat di luar sana banyak orang yang mendoakannya… Kunjungan bagi Yu Yuan pun silih berganti berdatangan untuk menjenguknya di rumah sakit… Melalui e-mail, banyak orang menanyakan kabar gadis kecil itu. *** Dua bulan berselang… Yu Yuan masih berjuang dalam terapi-nya… lebih dari sembilan kali ia mengalami kondisinya kritis, hingga pernah suatu kali pencernaannya mengalami pendarahan. Efek samping dari obat-obatan terapi Yu Yuan jika dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain, sangat mengerikan. Fisik Yu Yuan semakin melemah. Operasi telah dilakukan namun kondisi fisik Yu Yuan tak kunjung membaik. Pada tanggal 20 Agustus, Yu Yuan bertanya kepada seorang jurnalis perempuan yang setia mendampinginya dan menjadi sangat dekat dengannya, Fu Yuan namanya. “Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya?” “Karena mereka semua adalah orang yang baik hati…” jawab Fu Yuan. “Tante, saya juga mau menjadi orang yang baik hati...” balas Yu Yuan. “Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik..,” hibur Fu Yuan. Dari balik bantalnya, Yu Yuan mengambil sebuah buku dan diberikan kepada Fu Yuan, “Tante ini adalah surat wasiat saya...” Fu Yuan kaget sekali dengan surat tersebut… Ternyata Yu Yuan, telah mengatur pemakamannya sendiri. Seorang anak berumur sembilan tahun menulis tiga halaman surat wasiat. Dia juga ingin menyatakan terima kasihnya serta selamat tinggal kepada orang-orang yang selama ini telah memperhatikan dia melalui surat kabar. “Sampai jumpa tante Fu Yuan, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan sampaikan ini juga pada pimpinan palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu bisa dibagikan untuk orang-orang yang sakit seperti saya. Agar mereka lekas sembuh….” Tangis Fu Yuan pun membuncah… dan memeluk Yu Yuan. “Saya pernah datang, saya sangat patuh..,” bisik Yu Yuan lirih. Tanggal 22 Agustus, hampir satu bulan Yu Yuan tidak bisa makan, dan hanya mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Ini karena Yu Yuan sangat ingin makan mie instant.. namun akibatnya pencernaannya mengalami pendarahan yang parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat, juga transfusi darah. Banyak orang yang ingin membantu meringankan pederitaannya namun apa daya… Sang Maha Pemilik Jiwa telah memanggil ‘malaikat kecil’ itu ke pangkuan-Nya… Seisi rumah sakit pada saat itu pun menangis…

E-mail pun dipenuhi tangisan mengantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan duka cita beserta karangan bunga menggunung. Gerimis tumpah dari langit pada tangal 26 Agustus 2005, seakan menandakan alam pun turut luruh dan haru kala dilangsungkannya prosesi pemakaman Yu Yuan. Di depan rumah duka, begitu banyak orang menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah “papa-mama” Yu Yuan yang tidak pernah dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Yu Yuan mungkin ‘terbuang’ dari orang tua kandungnya, namun saat kepergiannya, ia justru memiliki begitu banyak “papa-mama” yang menginginkannya menjadi anak mereka. Demi Yu Yuan yang berani tegar menghadapi penderitaan hidup hingga terkena penyakit leukemia ganas dan hati mulianya yang melepaskan pengobatan untuk orang lain. Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana sejumlah $540,000 yang terkumpul itu disumbangkan untuk anak-anak penderita luekemia lainnya. Anak-anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah: Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Mereka semua berasal dari keluarga yang tidak mampu, yang berjuang melawan kematian. Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di Rumah Sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman mengembang terlukis di raut wajahnya. “Aku telah menerima bantuan dari kehidupanmu Yu Yuan. Terima kasih adikku…, kamu pasti sedang melihat kami di atas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukir kalimat serupa darimu, ‘Aku pernah datang dan aku sangat patuh…”

13306925981390654765
13306925981390654765

*****

Seberapa 'kering, sakit dan terlukanya' dirimu, percayalah banyak orang di luar sana yang menanti kehadiranmu... dan mencintaimu dengan setulus hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun