[caption id="attachment_288542" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Masih tentang pencurian artefak kuno. Museum Nasional, Jakarta, kehilangan empat koleksinya berupa artefak yang terbuat dari emas pada Rabu (11/9/2013) sekitar pukul 09.00. Keempat artefak tersebut terletak di dalam satu buah lemari kaca yang berada di ruang Kasana, lantai dua gedung lama museum terbesar di Asia Tenggara itu. Keempat artefak tersebut berukuran relatif kecil. (Kompas.com, 13 September 2013). Walaupun kecil, harganya selangit! [caption id="attachment_288535" align="aligncenter" width="300" caption="Hiasan Dada Airlangga dari Emas 2 Kilogram dan Permata"]
Sungguh sangat memprihatinkan. Dulu, para pencuri harta karun merusak dan membongkar situs purbakala. Sekarang, tidak perlu merusak situs, cukup mencuri di museum! Di museum tersimpan kekayaan warisan masa lampau berbahan emas, perak, kuningan, tembaga, dan batu yang tak ternilai harganya. Langka, tak ada duanya. Disimpan di museum, karena "dianggap" museum adalah tempat yang aman dari penjarahan dan pencurian. Diharapkan, warisan leluhur itu masih bisa dipelajari, dinikmati, diapresiasi, minimal dilihat oleh generasi muda yang selalu tumbuh. Dengan mengenal sejarah, generasi muda akan mendapatkan guru terbaik yang akan mengajarkan jati diri sebagai bangsa. Kalau warisan sejarahnya lenyap, entah mereka harus belajar pada siapa? [caption id="attachment_279107" align="aligncenter" width="500" caption="Situs rusak akibat pencarian harta karun"]
Sistem Pengamanan Museum Nasional yang telah mengangkut dan memboyong banyak warisan sejarah dari penjuru Tanah Air, seharusnya memiliki sistem pengamanan yang canggih, seimbang dengan "nilai" yang tersimpan di dalamnya. Kalau membaca berita, bahwa CCTV di museum rusak selama berbulan-bulan, maka hal ini patut dipertanyakan. Bagaimana pengelola museum itu bekerja? Bagaimana pembiaran tersebut bisa terjadi, sehingga tangan-tangan tak bertanggung jawab bisa merajalela. Tanpa bermaksud menuduh, jangan-jangan ada oknum yang berbuat demikian agar koleksi museum gampang dicuri dan dijual di pasar gelap, entah nasional ataupun Internasional! Pengelola museum dan jajaran vertikal seharusnya banyak belajar. Minimal dari Film "National Treasure" yang dibintangi Nicolas Cage dan Diane Kruger. Franklin Gates (Nicolas Cage) terlibat petualangan seru, dimulai dengan memecahkan sandi-sandi sampai "terlibat" dalam pencurian Piagam Deklarasi Kemerdekaan Amerika di National Archives. Pertama berkaitan dengan Sistem Pemeliharaan Koleksi Museum. Kedua Sistem Keamanan Museum. Kalau di film, kejadiannya di National Archives. Di Indonesia di Museum Nasional. Selevel! [caption id="attachment_279105" align="aligncenter" width="259" caption="Sumber gambar: id.wikipedia.org"]
Di film tersebut digambarkan bagaimana dedikasi seorang petugas museum dalam menjaga dan mengelola koleksinya. Koleksi dirawat agar tidak rapuh dan rusak akibat pengaruh suhu, cahaya, bahan kimia, dan sebagainya. Untuk pengamanan digunakan peralatan high security yang canggih. Alangkah indahnya kalau museum kita, termasuk Museum Nasional memiliki alat seperti itu. Melihat kondisi museum kita, saya malah kuatir, lontar-lontar yang rapuh, kitab-kitab kuno, dan warisan kuno lainnya banyak yang rusak. Kalau melihat pengadministrasian dan pelaporan yang amburadul dikuatirkan juga banyak koleksi-koleksi yang tiba-tiba lenyap tak berbekas. Siapa yang tahu? Buktinya, CCTV yang rusak berbulan-bulan, kepala museum tidak tahu karena tidak ada laporan dari bawahan! Sungguh celaka. Apriori Hilangnya koleksi museum ini disadari atau tidak, makin memunculkan ketidakpercayaan masyarakat pada fungsi museum sebagi penyelamat dan pengaman warisan leluhur. Saya pernah berbincang-bincang dengan pembuat bata merah di kawasan yang "kaya" artefak. Saat mereka menemukan pecahan, bongkahan artefak baik dari tanah liat ataupun logam, enggan menyerahkan pada museum. Mereka lebih suka menyimpan sebagai koleksi pribadi atau langsung dijual. Tidak diberikan pada museum. Mereka sudah tidak mempercayai bahwa museum mampu merawat dan memelihara serta melestarikan artefak temuan itu untuk anak-cucu. Bahkan, di kalangan masyarakat pun muncul anggapan banyak koleksi museum hanya replika. Aslinya sudah beredar di pasar gelap barang arkeologi. Benar-tidaknya anggapan ini, waktu yang akan membuktikan! [caption id="attachment_279106" align="aligncenter" width="500" caption="Areal pembuatan Bata Merah yang konon kaya artefak (dok pribadi)"]
Kembalikan ke Daerah Hilangnya koleksi Museum Nasional yang berasal dari Patirtaan Jalatunda sangat menyakitkan. Saat ke Jalatunda, kita hanya bisa menikmati dan mempelajari warisan leluhur arsitektur kuno yang mengagumkan. Tak disangka, belum pernah lihat temuan artefak emasnya, sekarang dikabarkan hilang. Jangan sampai terjadi temuan Slamet, warga Wates Kediri berupa Hiasan Dada Airlangga (mungkin sejaman dengan artefak yang hilang) berbahan emas 2 kilogram dengan puluhan butiran permatanya juga raib. Ada baiknya, ke depan dipikirkan untuk mengembalikan koleksi Museum Nasional ke daerah. Entah itu replikanya atau aslinya sekalian. Saat ini, daerah perlu diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk mengelola warisan budaya yang ditemukan di daerahnya. Selain untuk mengedukasi generasi muda juga untuk memberikan ruang kontrol bagi masyarakat terhadap keberadaan koleksi peninggalan sejarah. Tentu saja tidak serta-merta. Perlu kesepahaman antara pusat dan daerah, persiapan sarana-prasarana, pengamanan, petugas dan pengelola serta tetek-bengek lainnya. Agaknya ke depan, perlu revitalisasi museum di Indonesia! Artikel Terkait: 1. Miris, Cari Harta Dengan Membongkar Situs 2. Ecowalk, Sejak Muda Cintai lingkungan