[caption id="attachment_253033" align="aligncenter" width="500" caption="Eksotisnya Pemandangan Bromo dari Puncak Penanjakan (dok pribadi)"][/caption]
Sudah lama terpendam, mengajak anak-anak KIR  membuat film dokumenter tentang kehidupan dan keindahan Bromo.  Akhirnya keinginan itu terwujud juga. Apalagi Bromo tak begitu jauh dari rumah. Jaraknya tak lebih dari 60 Km. Maka, seminggu sebelum ke Bromo semua property disiapkan. Peralatan utama Handycam JVC yang agak jadul dicek ulang. Batere cadangan juga disiapkan. Termasuk kamera.  Sebenarnya banyak anak KIR yang mau ikut. Tapi untuk kali ini cukup berempat saja: Saya, Pepen, Toriza dan Andree si ketua KIR. Hari H pun tiba. Pukul 6.00, peralatan "perang" dicek ulang. Sebelum berangkat sarapan dulu Nasi Empog (nasi jagung) beli di pasar dekat rumah.  Sebagai bekal makan siang, sudah siap 4 bungkus nasi putih dengan lauk daging. Tidak lupa sambel bajak.  Dua motor juga sudah siap. Akhirnya, wisata ke Bromo ala backpacker pun dimulai. Gunung Bromo merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo - Tengger - Semeru (TNBTS).  Keindahan alam kawasan ini tak perlu diragukan lagi. Sekali ke sana, dapat dipastikan akan kangen untuk mengunjunginya lagi di lain waktu. Ada kaldera laut pasir yang luas seakan tanpa batas. Kawah Gunung Bromo yang aktif  selalu jadi magnet yang menghipnotis. Dan, menunggu pagi sambil ngopi serta menikmati Sunrise di Pananjakan adalah surga alami yang selalu dinantikan. Rute ke Bromo banyak pilihan. Dari arah Pasuruan, pengunjung yang datang dari Surabaya atau Malang,  bisa lewat Purwodadi - Nongkojajar  - Tosari - Wonokitri - Penanjakan - turun ke Lautan Pasir .  Alternatif kedua:  Dari Surabaya atau Probolinggo, lewat Warungdowo - Winongan - Tosari - Wonokitri - Penanjakan - Lautan Pasir. Kalau lewat jalur  Probolinggo bisa langsung menuju Tongas -  Sukapura -Cemoro Lawang - Lautan  Pasir. Sedangkan dari arah Malang, langsung saja  menuju Tumpang - Gubuklakah - Ngadas - Jemplang - Gunung Bromo. Satu lagi, dari arah Lumajang rutenya menuju Senduro - Bumo - Ranu Pane - Ranu Kumbolo.  Rute ini biasanya dilalui  para pendaki yang menuju ke  Gunung Semeru Pagi itu, 2 motor melaju beriringan melintas di jalur Pandaan - Purwosari yang mulai padat. Sampai di Purwodadi belok ke kiri menuju Nggerbo dan Nongkojajar.  Setelah Nongkojajar, isi bensin lagi di Pom Bensin terakhir.  Karena setelah ini, hanya bisa dijumpai bensin eceran di pinggir jalan. Sampai di Tosari matahari sudah agak tinggi. Langsung menuju Wonokitri. Ini adalah pos terakhir sebelum menuju kawasan Gunung Bromo. Bila membawa kendaraan roda empat, harus parkir disini. Rute menuju Penanjakan dan Lautan Pasir jalannya agak sempit.  Penuh kelokan tajam dan tanjakan ekstrim. Perlu sopir berpengalaman dan kedaraan double  gardan untuk menaklukannya. Maka dengan sewa Jeep Hardtop sebesar 300-350 ribu,  kapasitas 4-6 orang, Anda akan nyaman dan dan dimanjakan oleh keelokan kawasan Bromo. [caption id="attachment_253034" align="aligncenter" width="500" caption="Menuju ladang sayur mayur (dok pribadi)"]
Karena saya naik motor, maka segera saja meluncur mendaki mengikuti jalur yang mulai terjal. Di kanan kiri ada pohon pinus merkussi yang agak rindang. Dibaliknya,  tampak jurang-jurang dalam. Dinding jurang berhias kebun sayur yang bergaris-garis berteras sering. Penduduk Tengger, sebagai penduduk asli yang mendiami kawasan  Gunung Bormo, dikenal sebagai petani sayur yang tangguh dan ulet. Akhirnya, tiba juga di pertigaan pertama yang disebut Dingklik. Ke kiri menuju Penanjakan. Arah kanan ke Lautan Pasir dan Kawah Bromo. Dari tempat ini,  nampak di bawah sana  Gunung Batok diam membisu. Gunung Bromo setia mengasapi langit. Gunung Semeru, anggun dan gagah  di kejauhan. Walau mentari sudah terik. Tapi, hawa dingin tak henti-henti  menyergap. Saat berbicara akan mengeluarkan uap dari mulut. Maka kamipun istirahat untuk mengurangi penat.  Penjual Bakso yang ternyata sudah tiba  sejam yang lalu ramah menawarkan dagangannya. Menggiurkan. Tak perlu lama,  Bakso  harga lima ribuan, dengan kuah panas dan sambel yang pedas pun, akhirnya ikut  tandas tanpa bekas. Rasa boleh kalah dengan Bakso Solo atau Bakso Arema. Tapi sensasi  menikmati Bakso Bromo di alam terbuka tetap tak ada tandingannya! Nggak percaya , buktikan saja. [caption id="attachment_253036" align="aligncenter" width="500" caption="Bakso Bromo, sensasinya luar biasa (dok pribadi)"]
Tak sampai sejam, menikmati keelokan pemandangan kawasan Dingklik. Camcorder pun tak henti-hentinya merekam  setiap sudut tanpa sisa.  Sayangnya, kali ini tak ada presenter yang mestinya bisa menghidupkan suasana. Sungguh sayang. Tapi, lain waktu dendam akan terbalaskan he he he. Setelah meliuk-liuk di sepanjang jalan mengitari bukit, akhirnya tiba di Puncak  Penanjakan. Karena datang waktu siang, maka kita akan dimanjakan dengan keelokan pemandangan kawasan Bromo nan menawan. Tapi tak perlu heran, kadang kabut siang juga tiba-tiba menghadang. Dari Penanjakan dapat dilihat indahnya  panorama Lautan Pasir. Konon panjangnya  antara 5-10 km.  Warga Tengger menyebutnya Segoro Wedi. Puncak-puncak gunung kecil juga menampakkan keeksotikannya. Diurut dari kiri ada G. Jantur, G Bromo, G. Kursi, Gunung Ider-ider. Dan paling mencolok adalah kerutan alam di dinding Gunung Batok. Kemudian ada  G. Watangan, G. Ayeg-Ayeg, G. Jembangan dan G. Widodaren. Sedangkan G Semeru nampak sebagai latar belakang. Dari tempat ini pula sunrise yang indah bisa diabadikan. Lebih dari 1 jam, waktu dihabiskan di Penanjakan. Waktunya turun menuju Lautan Pasir. Menyisir jalanan  beraspal kasar yang mengepras bukit. Dibeberapa bagian ada jalan berlubang. Perlu hati-hati melewati rute ini karena banyak kelokan tajam. Sempat pula menikmati makan siang yang sudah disiapkan dari rumah. Ya beginilah, menikmati Bromo ala Backpacker. Murah meriah, tetapi nikmat tiada tara. [caption id="attachment_253037" align="aligncenter" width="500" caption="Nasi Bungkus, pengganjal perut yang murah meriah (dok pribadi)"]
Menaklukan Lautan Pasir ternyata tidak mudah. Jika tidak waspada maka akan bahaya. Selain tersesat bisa-bisa terjerambab di sungai kering yang lumayan curam. Cara melewatinya, pilih jalur yang dekat dengan lereng Gunung Batok. Ada jalur-jalur berupa tanah keras dengan guratan-guratan khas roda sepeda. Jangan ikuti jalur kendaraan roda 4 yang lebar. Bisa-bisa roda motor Anda hanya berputar-putar, Selip! Â Kecuali kalau Anda memang ingin off road. [caption id="attachment_253039" align="aligncenter" width="500" caption="Menakhlukan Lautan Pasir (dok pribadi)"]
Tiba di pelataran dekat kaki Gunung Bromo, ternyata sudah padat pengunjung. Minum kopi hangat sebentar juga tak ada salahnya. Sambil tanya tentang keberadaan di kawasan Bromo pada penjual kopi yang ramah. Tukang kuda juga pada mendekat. Â Menawarkan tunggangan menuju lokasi terdekat dengan kawah. Tepatnya di bawah tangga menuju kawah Bromo.
Nampak dikejauhan, beberapa pengunjung sudah menyusuri jalan berbatu menuju kawah. Ada yang naik kuda. Naik motor dan nekat jalan kaki. Saran saya, jangan naik motor. Rutenya berbahaya. Lebih baik naik kuda atau jalan kaki saja. Jika naik kuda, maka Aanda akan dipandu melewati jalur-jalur pilihan yang aman. Walaupun di kanan kiri ada jurang menganga, he he he..  Sebenarnya ngeri juga. Tapi itu lazim kalau masih pertama. Lama-lama juga terbiasa. Nah, kalau kuda sudah berhenti. Anda tinggal menaklukkan tangga naik vertikal dengan kemiringan lebih dari 60 derajat. Tidak banyak anak tangganya. Terburu-buru hanya bikin lelah. Untuk itu santai saja menapakinya. Nikmati  sensasi tiap langkah. Akhirnya, semua peluh dan kesah akan terbayar lunas saat Anda tiba di bibir kawah. Segera abadikan panorama yang ada. Hmmm.... Sungguh, karena keindahannya inilah Bromo  banyak yang mengidamkan untuk mengunjunginya. [caption id="attachment_253041" align="aligncenter" width="500" caption="Menunggu rejeki (dok pribadi)"]
Konon dari tempat inilah legenda Roro Anteng dan Joko Seger bermula. Kedua insan itu harus mengorbankan putranya. Mereka sudah berjanji pada Dewata untuk mengorbankan putra terakhirnya untuk Kawah Bromo,  karena Dewata  telah mengabulkan permohonannya. Akhirnya,  legenda itu menjadi tradisi yang dikenal sebagai  Yadnya Kesada. Upacara pengorbanan segala hasil bumi dan rajakaya (hewan peliharaan) seluruh warga Tengger ke  Kawah Bromo. Dan nama Roro Anteng serta Joko Seger diabadikan menjadi Tengger. Tradisi Yadnya Kesada ini dilaksanakan tiap bulan Purnama, bulan ke -10 tahun Saka. Selamat berkunjung dan menikmati Wisata Bromo. Pasuruan City of  Mountain. [caption id="attachment_253044" align="aligncenter" width="500" caption="Kawah bromo (dok pribadi)"]