[caption id="attachment_253836" align="aligncenter" width="500" caption="Banteng Ketaton (dok pribadi)"][/caption]
Mula-mula para pesilat saling berlaga. Jurus-jurus cantik mereka peragakan. Saling pukul saling tangkis dan saling tendang.  Diiringi bunyi tabuhan Demung yang bersahutan ditingkahi 2 kendang yang rancak. Jidor (sejenis bedug) bertindak sebagai pemutus iringan. Tak tung tak dor.. tak tung tak dor. Lalu, pesilat mundur dari arena. Diganti dengan munculnya  rupa-rupa hewan hutan di arena. Adegan ini  disebut Buron Alas (Buruan Hutan).  Ada Harimau, Naga, Monyet dan Ayam Hutan. Mereka menari  dan menonjolkan kegagahan serta  kelincahan. Tak lama, 2 Banteng Besar muncul menerjang. Terjadi perang tanding tak seimbang. Dua Banteng dikerubuti Buron Alas. Akhirnya, sang Banteng pun memenangkan pertempurannya. [caption id="attachment_253837" align="aligncenter" width="500" caption="Ciaaattttt... seni beladiri pencak silat (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_253839" align="aligncenter" width="500" caption="Buron Alas sedang bertarung melawan Banteng (dok pribadi)"]
Itu salah satu adegan yang diperagakan dalam Festival Bantengan dan Bulan Purnama Mojopahit 2013, di Trawas, Kabupaten Mojokerto beberapa waktu lalu. Melihat antusiasme pserta dan penonton tak berlebihan jika Bantengan layak disematkan sebagai ikon Kabupaten Mojokerto.  Peserta datang dari setiap penjuru Kabupaten Mojokerto mewakili masing-masing kecamatan. Tak kurang dari 12 grup Bantengan tampil untuk memperebutkan Trophy Bupati Mojokerto.  Ini masih ditambah tampilan eksibisi dari grup-grup pendamping dari wilayah  Kecamatan Trawas. Tentu saja, Lapangan Trawas yang biasanya hening, maka dua hari itu penuh dengan lautan manusia. [caption id="attachment_253848" align="aligncenter" width="500" caption="Grup Bantengan Roda Jaya dari Trawas (dok pribadi)"]
Bantengan merupakan salah satu seni tradisional  asli masyarakat Kabupaten Mojokerto. Disebut Bantengan, karena unsur utama kesenian ini adalah berupa Kepala Banteng, yang dibuat dari tanduk Sapi yang dibuatkan kepala dari kayu. Kemudian, Kepala Banteng itu dilengkapi dengan selubung kain panjang hitam menyerupai penutup. Diperlukan 2 orang untuk memainkan  Bantengan ini. Seorang bertugas sebagai pemegang Kepala Banteng, sekaligus sebagai bagian kaki depan Bantengan. Orang yang lain, bertugas sebagai ekor, sekaligus kaki belakang Banteng. Festival Bantengan Festival Bantengan ini merupakan salah satu upaya pelestarian Seni Tradisional Bernuansa Majapahit. Di dalamnya terkandung unsur Seni Beladiri Pencak Silat. Secara umum, tiap grup memiliki ciri yang sama. Baik dari segi peralatan Bantengan mupun musik pengiringnya. Termasuk pula pakem skenario (jalan cerita) yang ditampilkan dalam Festival Bantengan banyak  kemiripan. Hanya berbeda judul dan pemerannya saja. Sebuah grup Bantengan pasti memiliki 2 Banteng atau lebih. Ditambah dengan 2 Topeng Harimau. Kadang ada yang melengkapi dengan topeng Monyet. Dalam festival kali ini, ada peserta yang kreatif menampilkan Naga dan Ayam Hutan. Musik pengiring juga hampir seragam. Dua buah kendang  dilengkapi 2 demung dan satu buah Jidor. Namun ada juga grup yang membawa 1 set Drum sehingga musik terdengar makin rancak. Lalu ada satu orang yang bertugas sebagai Pranatacara. Tugasnya memberikan sambutan, perkenalan dan membawakan jalan cerita sepanjang pertunjukan. Atraksi Bantengan yang paling ditunggu oleh penonton adalah  setelah Adegan Buron Alas.  Saat itu di arena terjadi perang tanding antara hewan-hewan hutan (buruan hutan) dengan 2 banteng yang jadi ikon utama. Setelah cemeti besar berkali-kali disabetkan, entah karena ada unsur magis atau hanya halusinasi, pada akhirnya semua pemain (baik Buron Alas dan peraga Banteng) dilanda In Trance. Kesurupan!  Saat itu semua pemain menanggalkan topengnya. Bergerak kesana kemari mengikuti alunan musik. Gerakannya mirip dengan gerakan hewan yang topengya tadi dipakai. Mata mereka mendelik. Korneanya kelihatan bagian putih saja. Bahkan pemain banteng tak segan-segan memakan rumput di lapangan. Langsung dengan mulutnya. Dikunyah-kunyah sampai habis. Lalu ambil lagi seperti Banteng beneran. Seru! [caption id="attachment_253842" align="aligncenter" width="500" caption="Dua banteng sedang beradu (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_253846" align="aligncenter" width="500" caption="Penyadaran dari kesurupan (dok pribadi)"]
Tak dinyana, ada segerombol penoton usil yang melambai-lambaikan tanganya. Dikibarkan kain (saputangan) sambil bersuit-suit, keras. Â Dampaknya, pemain bantengan yang sedang kesurupan di tengah arena seakan mendapat tantangan. Tetap dengan lagak lagunya mereka menatap tajam pada penonton yang bersuit-suit. Tiba-tiba...... Â pemain yang In Trance berlari mendekati penonton tersebut. Sebagian penoton buyar sebelum pemain tiba. Tapi, crew pendamping dari grup Bantengan sudah siaga. Begitu ada pemain yang hilang kendali mereka segera mengamankannya. Agar tak sampai terjadi keributan. [caption id="attachment_253850" align="aligncenter" width="500" caption="In Trance.. enjoy saja makan rumput.. ganyang sampai habis! (dok pribadi)"]
Dimulai dengan sulap membengkokkan sendok dengan tangan kosong. Â Dilanjutkan dengan unjuk Ilmu Kebal. Sebuah pedang besar dan panjang, tampak sangat tajam karena mampu memotong batang-batang pisang sekali tebas. Tapi pedang tersebut ternyata tak menimbulkan luka saat digerakkan di leher dan tangan sang pemain. Luar Biasa! [caption id="attachment_253853" align="aligncenter" width="300" caption="Ilmu Kebal ...Pedang pun jadi tumpul (dok pribadi) "]
Begitu juga saat pemain debus memasukkan batang-batang logam ke lengan dan dadanya. Tak ada luka maupun tetesan darah. Kemampuan untuk menjaga keseimbangan dengan menggantungkan dan memutar badan di sebuah Lampu Neon yang menyala juga menjadi bagian dari atraksi debus ini. Akhirnya pertunjukkan diakhiri dengan atraksi berdiri  di atas gelas kaca tanpa pecah. Sungguh seru dan luar biasa Festival Bantengan di Mojokerto kali ini. Sebuah festival yang patut diapresiasi karena mampu mengakomodasi dan memberi motivasi pada masyarakat untuk tetap melestarikan seni tradisional yang ada di daerahnya. Ke depan, diharapkan selain seni itu sendiri tetap lestari, dampak pariwisata juga akan muncul dan tumbuh dengan sendirinya. Tentu terjadi sinergi dan peningkatan ekonomi yang luar biasa. Salut untuk Festival Bantengan 2013. [caption id="attachment_253856" align="aligncenter" width="300" caption="Berdiri atas gelas kaca tanpa pecah (dok pribadi)"]
Catatan: Foto dokumentasi Ottes