Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepenggal Cerita: Daki Gunung Ijen dan Penanggungan

29 Desember 2013   06:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:23 9047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_301907" align="aligncenter" width="600" caption="Dingin pagi di Kawah Ijen"][/caption]

Tidak sekedar beruntung. Peristiwa yang dialami Alvian Acak Aldino alias Inok, 22 tahun, mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, mungkin tergolong “ajaib”. Pendaki Gunung Welirang ini ditemukan selamat setelah hilang selama Sembilan Hari (25 Desember 2012 – 3 Januari 2013) dan hanya mengalami luka di kepala dan dada. Padahal,  saat mendaki dan terpisah dengan Jimmy Pragowo, logistik yang dibawa hanya sebotol air minum, sebungkus sereal dan sebungkus roti. (www. tempo.co/ Kamis, 3 Januari 2013)

Kemampuan survival pecinta alam ini benar-benar teruji. Mampu bertahan dengan asupan nutrisi yang sangat terbatas. Air sungai, hujan atau embun di Gunung Welirang mungkin yang  membantu Inok tetap  survive. Termasuk pula kemampuan beradaptasi yang luar biasa dalam menghadapi cuaca yang tidak bersahabat. Saya yang sehari-hari tinggal di desa terdekat dengan Gunung Welirang sering merasakan sergapan udara pagi yang menusuk tulang. Dulu, saat remaja saya juga sering mendaki G. Welirang dan G. Penanggungan. Bisa merasakan dinginnya udara di gunung/ hutan. Bisa menggigil saat basah akibat hujan, terlebih bila badai tiba-tiba menyapu.

[caption id="attachment_301908" align="aligncenter" width="500" caption="Puncak Welirang (dok pribadi)"]

13882732171758145533
13882732171758145533
[/caption]

[caption id="attachment_301910" align="aligncenter" width="500" caption="Welirang dan Alas Laji Jiwo "]

1388273314499525624
1388273314499525624
[/caption]

Nasib berbeda dialami Eko Wahyudi (29), guru SMP di Depok, Jawa Barat yang ditemukan tewas setelah sempat dinyatakan hilang saat mendaki Gunung Arjuna, tetangga Gunung Welirang. Begitu pula dengan seorang pendaki tepatnya pelancong dari Singaraja, Bali, tewas di Gunung Ijen, Banyuwangi. Korban diduga mengalami kelelahan dan mengalami sakit dada. Tapi korban memaksa terus  mendaki.  (Kompas.com/ Minggu, 25. Agustus 2013). Saat tiba diPos Pondok Bunder, 1 kilometer hari Kawah Ijen. Korban beristirahat karena kondisinya melemah. Korban tidak meneruskan pendakian. Saat rombongan pulang, korban terpelet sehingga tak sadarkan diri dan akhirnya dinyatakan meninggal dalam perjalanan (detiksurabaya/ 25 Agustus 2013).

1388273357966004334
1388273357966004334

13882733811001608070
13882733811001608070

[caption id="attachment_301928" align="aligncenter" width="500" caption="Jalan lebar berpasir ke Kawah Ijen"]

13882739271825893745
13882739271825893745
[/caption] Jangan Meremehkan Ijen Khusus di Gunung Ijen, jarak pendakian yang pendek (3 Km), serta medan yang lumayan bersahabat, sering membuat pelancong/ pendaki yang naik ke Kawah Ijen sembrono. Banyak  yang begitu percaya diri, Mendaki tanpa perlengkapan  memadai, seperti yang saya saksikan sendiri.  Padahal, Kawah Ijen adalah bagian dari Gunung Ijen. Tingginya lebih dari 2000 meter dpl. Cuaca di puncak sering berubah setiap saat. Jika saat berangkat dari Paltuding cuaca cerah dan bersahabat, bisa jadi di tengah jalan atau di  puncak tiba-tiba hujan mengguyur. Basah dan dingin. Padahal di puncak tak ada tempat berteduh! Blue Fire yang hanya ada di Ijen dan Islandia ibarat gadis cantik yang sngat menggoda. Munculnya juga  hanya di malam hari. Tentunya harus membawa penerangan secukupnya saat mendaki.  Saya menjumpai  banyak rombongan anak muda, nekad hanya membawa satu buah lampu senter saat menyusuri kegelapan. Padahal saat mendekati kawah dan turun ke lokasi Blue Fire, di kanan dan kiri jalan setapak ada jurang. Jalan turun ke kawah demikian curam dan berbahaya jika minim penerangan. Bahkan Blue Fire-nya sendiri berada di kawah yang setiap detik menghembuskan asap belerang yang bergumpal-gumpal. Minimal membuat batuk-batuk atau muntah. Bisa jadi kalau  paparan terlalu banyak jadi sesak nafas dan keracunan. Paparan gas belerang yang membuat “mabuk”  bisa pula dialami saat mendaki Gunung Welirang. Bahkan, saat mendaki Semeru atau Sindoro perlu waspada semburan gas beracun. Maka, menggunakan masker adalah tindakan bijaksana.

13882734291207174875
13882734291207174875
Situs Purbakala di G. Penanggungan Berbeda dengan Ijen, Gunung Penanggungan adalah gunung mati. Hanya tinggal kepundan di puncaknya. Tak ada aktifitas vulkanik lagi, Tingginya hanya 1600-an meter dpl. Namun, gunung yang nama kunonya Pawitra ini tak kalah eksotis. Di lereng-lerengnya bertebaran sisa-sisa peninggalan kejayaan Majapahit berupa candi. Ada sekitar 80 candi kecil tersebar, terutama di lereng Barat G. Penanggungan. Untuk mencapai candi-candi itu, rute pendakian dimulai dari Desa Seloliman, Kecamatan Trawas. Titik pertama adalah di pelataran Candi Jalatunda. Selepas Jalatunda tinggal menyusuri jalan setapak menanjak masuk hutan. Tak kurang ada sekitar 6 candi kecil bisa ditemui sepanjang rute  pendakian. Waktu tempuhnya sekitar  3 jam. Jika ingin menginventarisasi candi keseluruhan pendaki perlu harus buka base camp di pinggang gunung. Diperlukan waktu kira-kira 4 hari – seminggu untuk menemukan seluruh candi. Maka, selain menyehatkan, mendaki gunung Penanggungan  akan menginspirasi untuk ikut menjaga warisan budaya masa lalu. [caption id="attachment_301916" align="aligncenter" width="500" caption="Candi di gunung Penanggungan (dok pribadi)"]
13882734632113676204
13882734632113676204
[/caption]
13882734811588549911
13882734811588549911
Aman dan Nyaman Saat Ke Gunung 1.  Sehat dan bugar adalah syarat utama naik gunung.  Sebaiknya tidak coba-coba naik gunung kalau sedang sakit. Ada sih penjelajah yang melakukan aktivitas pendakian dalam kondisi sakit, tapi tentunya itu perlu dipersiapkan dan dikonsultasikan dengan dokter. 2. Pakailah sepatu yang bisa mencengkeram tanah dengan baik. Bila perlu bawa  tongkat he he

3.  Khusus ke Kawah Ijen, mendaki malam hari adalah pilihan tepat.  Termasuk summit attach ke Mahameru (puncak Gunung Semeru) juga puncak Welirang, umumnya juga berangkat dini hari. Untuk mengurangi dingin, memakai jaket adalah sebuah kewajiban. Bila perlu bawa  kaos pengganti. Termasuk celana dan kaos kaki. Bisa untuk ganti saat tiba di puncak. Maka  badan tetap hangat dan  mencegah  hipothermia. Untuk gunung lain tentu tidak harus melakukan perjalanan di malam hari.

4. Cuaca setiap saat bisa berubah. Sebaiknya sudah menyiapkan  Jas Hujan dan Tenda. Termasuk alas tidur (Matras) atau Sleeping Bag. Tenda Dome sangat disarankan.  Tenda pantai juga boleh. Saat saya ke  Kawah Ijen, sejak di Paltuding sudah memakai jaket dibalut jas hujan. Padahal saat itu cuaca cerah. Benar saja,  di tengah perjalanan hujan tiba-tiba mengguyur. Sampai di puncak hujan belum reda. Untung sudah memakai jas hujan. Maka begitu tiba di puncak, saya dan teman-teman segera buka tenda di dekat ceruk batu. Lumayan hangat. Sebenarnya trenyuh juga karena saat itu banyak rombongan yang menggigil di luar tenda karena minimnya perlengkapan. Mau dimasukkan tenda jelas nggak mungkin karena  tenda sudah penuh untuk  berempat.

[caption id="attachment_301919" align="aligncenter" width="500" caption="Tenda dan perapian pengusir dingin di Ijen "]

13882735351475124970
13882735351475124970
[/caption]

[caption id="attachment_301921" align="aligncenter" width="500" caption="Perlengkapan standar daki gunung (dok pribadi)"]

13882735892907133
13882735892907133
[/caption] 5. Wajib bawa alat penerangan.  Headlamp untuk masing-masing pendaki sangat dianjurkan. Senter juga boleh. Tidak membawa penerangan sama sekali,  jelas tindakan bodoh. Jangan lupa bawa Parafin untuk memasak atau sekedar berdiang. 6. Bawa Masker. Gunung Ijen dan Gunung Welirang aktif menghembuskan Gas Belarang. Baunya busuk menyengat bahkan bisa membuat sesak nafas. Untuk itu perlu dipersiapkan masker untuk mengurangi paparan gas belerangnya. Bisa jadi, gas yang keluar tidak sekedar Gas Belerang. Seperti di G. Semeru, yang sesekali menyemburkan gas beracun. Maka memahami karakter gunung berapi juga diperlukan agar aman saat mendaki. 7.  Tidak usah terlalu semangat dan terburu-buru. Atur ritme pendakian. Gunung dan kawahnya tidak kemana-mana. Normal pendakian ke Ijen sekitar 2 Jam. Naik Welirang 8 jam. Penanggungan 3 Jam. Jika memang lebih lambat  dari itu nggak masalah tentunya. 8. Bawa bekal makanan dan minuman secukupnya. Gunung Penanggungan sangat gersang. Tidak ada air sama sekali dekat puncak. Maka, membawa air semaksimal mungkin sangat dianjurkan. 9. Gunakan jasa Guide. Kalau belum tahu medan, lebih baik memanfaatkan jasa guide. Khusus untuk ke Kawah Ijen, di Paltuding banyak penduduk lokal yang siap membantu. Mereka akan mendampingi saat mendaki ke puncak. Peran mereka sangat besar saat menadu  turun ke kawah atau mendekati Blue Fire. Tanpa guide resiko besar ada di depan mata. Jangan sampai terperosok jurang karena tidak tahu jalan karena tak ada guide yang memandu. [caption id="attachment_301924" align="aligncenter" width="428" caption="Masa muda di Kawah Welirang (maskernya sedang dilepas he he)"]
13882736531017498976
13882736531017498976
[/caption]

[caption id="attachment_301922" align="aligncenter" width="500" caption="Sedia jas hujan sebelum hujan beneran"]

13882736221151238779
13882736221151238779
[/caption]

10. Gunung Welirang-Arjuno-Penanggungan dikenal sebagai gunung yang “mistis”. Di lereng-lerengnya bertebaran puluhan situs purbakala warisan jaman Majapahit. Kawasan hutannya diberi nama Hutan Lindung Arjuno Lali Jiwo. Artinya kira-kira “Lupa dengan Dirinya”. Masyarakat setempat mengenal fenomena “Oyot mimang”. Bila pendaki terkena “Oyot Mimang” maka yang bersangkutan akan “Lupa Diri” dan akan tersesat karena hanya berputar-putar di sekitar lokasi. Fenomena ini sebenarnya mungkin adalah gejala akibat hipotermia, kelelahan atau kelaparan sehingga tak sadar atau halusinasi. Tidak perlu dirisaukan asal pendaki benar-benar mempersiapkan diri dengan baik Termasuk “menjaga diri dan hati”. Selalu bertingkah laku dan bertutur kata sopan saat di gunung. Termasuk tidak merusak hutan, memetik Edelweiss dan meninggalkan sampah.  Jangan sombong ingin menakhlukan gunung. Gunung didaki bukan untuk ditakhlukan tetapi lebih untuk mensyukuri nikmat dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Sejak tayangan film 5 cm, gunung semakin diminati anak muda untuk didaki. Memang, jangan ditunda lagi untuk daki gunung, menikmati kekayaan Nusantara yang merupakan bagian penting dari Indonesia Travel. Selamat mendaki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun