Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres, Ketika Kecurangan di Lawan Kebohongan

29 Juni 2019   16:06 Diperbarui: 29 Juni 2019   22:00 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena sangat asyik dan mengelikkan pada Pilpres dan pasca pilpres yang hanya terjadi di Indonesia. Bagaimana tidak mengelikkan, semua dilakukan demi meraih kekuasaan. Pada kekuasaan itu bersifat sementara, sementara perintah bersaudara bersifat terus-menerus, sampai-sampai salah satu tujuan di utusnya Rasulullah SAW ke muka bumi itu sebagai rahmat bagi semua.

Suatu saat Rasulullah SAW mengingatkan para penduduk Madinah yang suka perang, bermusuhan sesama bangsa dan sesama suku. Pesan Rasulullah SAW tertuang dalam firman Allah SWT yang artinya "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali Imran (3:103)

Ibnu Qotadah mengatakan "kalian dulu yang kuat  memakan yang lemah".  Saling membunuh, mencaci, melukai mencari ciri khas orang Arab waktu itu. Lebih khusus lagi, suku Aus dan Al-Khajraz, sesama saudara, suku, bahasa, dan keyakinan. Kedua berperang hingga 120 tahun. Ketika Rasulullah SAW hadir dengan membawa agama islam, maka masyarakat Arab Makkah dan Madina di persatukan dan dipersaudarakan dengan agama islam. Maka, nikmat yang paling agung dalam ajaran islam adalah "persaudaraan".

Indonesia salah satu Negara yang sangat asyik, dan unik. Mayoritas beragama islam, namun beragam corak akidah dan madzhabnya. Namun, mereka tetap bisa hidup berdampingan, tanpa ketakutan. Curiga dan mencurigai kadang masih terjadi, namun itu masih sebatas masalah furuiyah (khilafaiyah), bukan masalah usuliyah (fundamental).

Titik Temu NU dan Muhammadiyah

Muhammadiyah dan NU, dua organisai yang terbesar, kedua organiasi ini bersaing sehat dalam masalah politik. Keduanya tetap rukun, karena keduanya tidak berbeda masalah fundamental (dasar) dalam beragama. Sampai saat ini, NU dan MU hanya berbeda masalah pada masalah khilafiyah, seperti qunut, tarawih, bersentuhan dengan lawan jenis membatalkan wudhu atau tidak, hokum merokok.

Dalam masalah akidah, mengikuti "akidah Al-Asaariyah", sementara dalam bermadzhab, mengikuti "madzahbu Al-Arbaah", Imam Abu Hanifah, Malik, Al-Syafii, dan Ibn Hambal". Begitulah penjelasan Buya Syaffi Maarif dalam artikelnya.  Kemudian tokoh Muhammadiyah Prof.Dr. Munir Mulkhan menerangkan dalam sebuah buku "Muhammadiyah Marhaenis Muhammadiyah (Ajaran dan Pemikiran K.H.Ahmad Dahlan)". 

Muhammadiyah itu ada yang "MU Kultural, yang dicontohkan langsung oleh KH Ahmad Dahlan". Fikihnya sangat persis dengan Fikih yang di anut NU. Kemudian MU Purifikasi yang mengajak masyarakat MU, kembali pada Alquran dan Sunnah, seperti masa Rasulullah SAW. Nah, sebagian warga Muhammadiyah banyak yang asyik pada doktrin purifikasi yang kaku hingga sekarang. 

Selanjutnya, MUNU (Muhammadiyah NU), kelompok ini sangat asyik dengan tradisi-tradisi NU, nemun tetap enjoy di Muhammadiyah. Terahir adalah MU Marhaenis, pengikut MU model sebagian besar hidup di pedesaan dari kalangan petani dan nelayan. Mereka masih percaya hal magis, dalam istilah Muhammadiyah Purifikasi di sebut dengan "TBC (Tahayul, Bid'ah, dan Khurofat).

 Dalam bernegara Muhamadiyah dan NU sama, bahwa NKRI adalah harga mati, dan Negara Indonesia yang berdasarlan Pancasila merupakan rumah bersama. Dalam sikapnya, Muhamamdiyah mengatakan "Berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah mendukung sepenuhnya sistem negara Pancasila sebagal "Darul Ahdi Wa Syahadah".

Sama persis dengan pandangan NU. Hanya saja, NU lebih dulu mengakui Asas Tunggal dari pada Muhammadiyah.  KH Ma'ruf Amin menyebut Indonesia dengan istilah "Darul Mitsaq (negara kesepakatan). Sesuai dengan keterangan ayat Al-Qur'an, bahwasanya non-Muslim dan Muslim memiliki  mitsaq (kesepakatan), hidup berdampingan di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) secara damai, tidak boleh saling membunuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun