"Entah orangnyo kurapan, garuk-garuk, makan sembarangan, ...."
Sampai setelah dewasa, temanku pamer ransel bagus dengan harga sangat miring pun aku tak bisa tertarik. Gara-gara rekaman ucapan keluarga yang tertanam di kepala.
Dua kakakku yang dulu hobi berburu pakaian bekas (padahal tiap pulang dimarahi), sekarang tidak kudengar lagi cerita keseruan mereka berburu. Tapi aku curiga mereka menurunkan "ilmu kanuragan" pada bocah sekarang.
Buktinya, tingkah yang sama sedang digandrungi remaja saat ini. Bukan mengotak-atik kata untuk menyamarkan istilah pakaian bekas, tapi mereka memberi istilah baru yang terdengar lebih keren; Thrifting.
Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya hemat. Maksudnya bisa dipahami, beli barang bagus dengan harga ramah. Berhemat namun tetap gaya. Tau dong, kebutuhan agar tetap stylish dengan budget sesuai kantong.
Baca juga: 5 Tipe Guru Indonesia
Manfaat Thrifting
Meski tidak ikutan cari barang thrift gara-gara mindset, aku masuk dalam kategori orang yang mendukung aksi ini. Alasannya, mitigasi perubahan iklim dunia.
Perubahan iklim di Indonesia, salah satu faktornya disebabkan oleh industri fashion. Yang terbesar adalah eksploitasi hutan. Namun 10% emisi gas rumah kaca global, berasal dari industri fashion.
Panjangnya proses menghasilkan produk fashion, dari bahan baku menjadi barang siap pakai, membutuhkan energi besar, sehingga menghasilkan emisi yang memengaruhi iklim global.
Memakai baju berulang barangkali kedengaran sepele, tapi langkah ini berpengaruh besar jika dilakukan oleh banyak orang. Karena ada orang-orang tertentu, misalnya selebritas, yang tidak bisa atau tidak mau mengulang mengenakan pakaian yang sama dalam berbagai acara.
Jangankan seleb, kamu yang bukan siapa-siapa, follower aja secuil, kalau isi lemarimu dijajar bisa juga sepenuh rumah. Ya, kan?