Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mampukah Pandemi Menyederhanakan Lebaran Kita?

15 Mei 2020   21:16 Diperbarui: 20 Mei 2020   20:20 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana open house di Wisma Indonesia, Washington DC Amerika Serikat, Rabu (5/6/2019). Para WNI yang bermukim di Washington DC dan sekitarnya merayakan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah bersama-sama. (Dok. Kedubes RI untuk AS)

Para ilmuwan belum satu suara mengenai kapan pandemi usai. Menurut berbagai analisis dan pengamatan, virus Corona bahkan dinyatakan tak mungkin hilang. Sedangkan efek pandemi sendiri paling cepat berakhir pada 2022.

Belum usai sampai di situ. Setelah 2022 pun, diprediksi tidak ada kondisi normal seperti yang sudah-sudah. Sesuaikan diri dari sekarang, karena setelah "normal" pun, yang ada adalah kenormalan yang baru. Yang sudah berbeda dengan sebelum pandemi terjadi.

Dengan kondisi ekonomi yang babak belur saat ini, kukira lebaran tak akan seseru sebelumnya. Tidak ada mudik, tidak ada amplop THR untuk anak-anak, bahkan tak ada toples kue yang berjajar. Siapa juga yang mau datang? Memangnya punya modal untuk kemewahan itu?

Kusebut mewah karena menurut para pengamat, orang-orang akan kembali pada kebutuhan pokok. Yang sekarang dibutuhkan dan diburu adalah kebutuhan pangan dan sedikit papan. Hal-hal berbau tersier, bahkan sekunder, akan ditinggalkan.

Mengerikan sekali membayangkan itu terjadi!

Meski besar kemungkinan terjadinya. Dan para ahli juga tidak sembarang menganalisis, aku tetap berharap itu tidak terjadi. Kejadian sehari-hari menguatkan harapanku.

Di sebuah WAG emak-emak, terjadi diskusi seru soal daging.

"Hati-hati, di pasar itu ada daging babi yang diaku daging sapi oleh penjualnya."

"Di situ ada daging glonggongan yang setelah dimasak akan menyusut jauh."

"Awas, yang digantung-gantung di sana itu ternyata daging beku, bukan daging segar. Bahkan bisa jadi bukan daging sapi!"

Kemudian disusul perbandingan harga di beberapa tempat, promosi daging segar yang hewannya belum lagi dijagal. Dan masih banyak lagi bahas membahas soal menu lebaran.

Lah, bukannya sekarang kebanyakan kita sedang morat-marit? Yang gaji kecil makin menjerit, yang gaji besar dikejar-kejar utang. Katanya semua sedang susah. Bahkan pemerintah saja susah sampai harus menaikkan kembali tarif BPJS.

Tapi kalau diingat-ingat yang sudah terjadi, rasanya harapanku masih masuk akal. Wong puasa saja kita masih bisa kalap kan?

Di WAG yang sama, malam ini anggota saling mengeluhkan keadaan. Malam besok mereka tanding menu berbuka dan camilan malam. Aku yang sungkan mengeluh, aku pula yang terperangah melihat chat lalu-lalang.

Setiap Ramadan akan datang, biasanya kita bertekad akan berhemat. Belum sampai harinya, stok selama Ramadan telah disiapkan. Walau tiap tahun terjadi, stok habis kurang dari sepekan, tapi hal yang sama diulang lagi dan lagi.

Begitu pula tebakku untuk lebaran kali ini. Ketika ada yang mengeluh tak punya bahan kue, tak ada minuman kaleng. Tak ada baju baru, bahan opor, rendang, dll. Kok aku gak percaya ya.

Sembari memelihara ketidakpercayaanku, aku terus berdoa agar pandemi segera berakhir dan semua analisis negatif oleh ahli paling ahli sekalipun tidak benar-benar terjadi.

Teruslah konsumtif, agar harapanku ini subur dan jadi nyata. Iya, kamu yang masih bisa foya-foya, teruskanlah selagi bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun