Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Kalanya yang Miskin Tidak Benar-benar Miskin

28 April 2020   15:51 Diperbarui: 29 April 2020   05:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Bui Hoang Lien on Unsplash

Seorang teman Facebook membagikan status. Entah miliknya atau milik orang lain yang diteruskan, aku tak begitu perhatian. Tapi kondisi yang mirip, memang sejak awal pandemi sudah jadi perhatianku. Tak bisa kuceritakan detail, tapi secara umum tergambar pada ulasan ini.

Awal-awal corona mewabah, salah seorang senior di komunitas menanyakan kabarku. Bagaimana pekerjaan suami, pendapatanku, dll. Beliau ingin memastikan semua baik-baik saja.

Nyatanya memang tidak baik, tapi setidaknya masih lebih baik. Karena kami Alhamdulillah tak punya utang bank. Tinggal memikirkan makan sehari-hari, tagihan listrik, air, wifi, dan sekolah anak. Eh, banyak juga ya!

Itulah yang dikeluhkan teman Facebook di atas. Masyarakat dengan kelas ekonomi menengah. Tidak kelihatan susah, tapi sangat kesusahan. Secara tampilan tidak cocok mendapat bantuan, tapi sungguh membutuhkan bantuan.

Biasanya karena utang bank. Awalnya rutin mendapat pemasukan yang lebih dari cukup untuk makan, makanya berani utang. Sekarang pemasukan berkurang bahkan ada yang sama sekali kehilangan, sedangkan utang dan berbagai tagihan tetap harus dibayar.

Aku menemukan langsung orang dengan kondisi rumah seperti itu. Kadang lucu juga jika memberi bantuan kepada mereka yang nampaknya lebih mapan. Tapi aku menghargai kekuatannya untuk tidak meminta-minta.

Berbeda dengan satu pihak lagi, yang kerap menceritakan derita finansial di rumahnya. Tentang berasnya yang habis, tak ada yang mengajak bekerja, tak cukup uang untuk besok anaknya sekolah, dsb.

Secara tampilan, yang belakangan ini memang pantas diberi bantuan. Hanya saja, perlahan aku kurang sreg ketika ia mengeluh tak punya kuota internet. Sepenting apa kuota internet? Waktu itu sekolah belum diliburkan, jadi belum ada sistem belajar online.

Sebelumnya aku pernah mengirim pulsa karena keluhan yang mirip. Jadi untuk yang ini kubiarkan. Tak sehat terus menerus membantu. Nanti saat aku tak punya, ia kadung mengandalkan.

Dan bertemulah orang pertama dan orang kedua ini dalam sebuah peristiwa. Hari itu abangku sedang ada rezeki. Jadi ia ingin membantu pihak kedua, karena menurut penglihatannya, keluarga itu tampak jauh lebih membutuhkan daripada keluarga pertama.

Orang kedua, seperti kebiasaannya, mengeluhkan keadaan di mana anak-anaknya ingin makan ayam untuk sahur. Ia terpaksa mengurut orang di tengah pandemi demi anak-anak. Sampai ditulis-tulis di status, saking susah mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun