Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omelan Masa Kecil yang Tertanam Jadi Mindset

1 Februari 2020   21:39 Diperbarui: 1 Februari 2020   21:57 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/aifahtama

Dari SMP swasta yang kerap dihina-dinakan, aku lulus ke SMA favorit di kotaku. Sebelumnya aku tidak tahu kalau itu sekolah favorit. Guru dan kakakku menitah masukkan nama sekolah itu, ya sudah kutulis SMA Negeri Sekian di blanko.

Aku tidak pernah memilih mau sekolah di mana. Yang kutahu, sekolah itu jajan. Di sana sini sama saja. Gurunya ada yang baik ada yang pemarah, kawannya ada yang tukang nyontek dan ada yang suka minta-minta.

Bersyukur aku dilahirkan sebagai adik tukang quotes. Dulu kakak pertamaku itu, idealisnya luar biasa. Sampai sekarang banyak kalimat motivasinya yang masih kuingat. Ngawur tapi membekas.

"Jangan banyak minta, kito ni orang susah!"

"Jangan bawa masalah dari sekolah, di rumah sudah banyak masalah!"

"Kalau diganggu orang, lawan. Dipukul balas pukul. Dak biso mukul, cari batu!"

Setelah dewasa aku baru sadar sepenuhnya bahwa kalimat di atas adalah kutipan gendeng, tapi aku tetap bersyukur. Sebab berkat kalimat-kalimat nyeleneh itulah aku terbiasa tidak melulu minta tolong, sebagaimana umumnya anak bungsu.

Sama sekali tidak merasa lebih baik dari orang lain, dan enggak boleh begitu kan. Hanya aku percaya mindset "berdiri di kaki sendiri" yang ditanam kakakku ternyata efektif. Sebab kulihat beberapa orang di sekitar tanpa beban saja meminta ini itu kadang kepada orang yang tak ada hubungan keluarga dengannya.

Aku sampai harus menghindari orang ini karena merasa terganggu dengan permintaannya yang tak habis-habis. Dan aku mengira hatiku saja yang rusak karena merasa terganggu padahal itu adalah peluang pahala. Tapi aku tetap pada pendirian, biarlah dia belajar mandiri.

Ternyata, di saat yang lain, akhirnya aku meyakini keputusanku benar. Sebab di balik bantuan-bantuan yang diberikan orang lain terhadap salah satu kenalanku ini, ternyata mereka melakukannya karena terpaksa. Tak enak hati, umumnya begitu. Walau lama-lama mereka kewalahan juga.

Ada pula teman lain yang sejak di sekolah dulu tidak pernah tidak, selalu meminta makanan milik orang lain. Aku yakin aku bukan orang pelit. Tapi kalau sendok baksomu dipakai orang, apa enggak geli?

Gorengan sepotong, diminta. Digigitnya bagian lain. Sisa gigitannya?

Sekali lagi aku percaya bahwa mindset untuk anak-anak itu penting. Sebab temanku ini di grup alumni tanpa malu-malu pesan ini itu kepada teman yang akan pulkam. Saat akan reuni, ada iuran, tanpa sungkan ia minta dibayari. Dia yang minta, aku yang malu. Entahlah.

Jadi teringat pada guru fisika di SMP yang sekarang menjadi Ketua RT di lingkunganku. Dulu teman-teman sekelas meyakini bapak ini punya hobi marah-marah. Tapi tak jarang di antara omelannya kudengar nasihat (walau disampaikan dengan gaya ngegas). Salah satunya kalimat "ala bisa karena biasa."

Kalimat itu dipakai saat ia merasa kecewa karena ada siswa yang berbohong. Aku merekam kalimat itu, dan menyambungkannya dengan kutukan guru lain yang bilang, "Lihatlah kawan kalian yang sekarang biasa nyontek. Mereka itu besar nanti jadi koruptor!"

Jadi aku lumayan takut berbohong, karena khawatir terbiasa dan makin ke sana pasti makin repot. Mencontek, meski pernah (emang ada anak Indonesia tak pernah mencontek?) tapi tidak sering. Itu bukan prestasi sih, kepengecutan yang positif aja.

Melihat anak-anakku sekarang, kadang aku berpikir, kalimat mana di antara omelanku yang masuk ke kepala mereka? Sebab sebagus apa pun sekolah yang kami pilihkan, mereka akan bertemu dengan pribadi-pribadi unik seperti yang dulu kualami.

Bisa jadi kakakku dulu punya terlalu banyak beban di usia remajanya sehingga mengeluarkan fatwa antara baik dan konyol. Saat ini aku, dengan sedikit pengalaman menyebalkan, berusaha lewat quotes ala emak-emak agar anakku tidak bermental peminta-minta.

Mengingat target generasi emas di 100 tahun Indonesia, aku pun harap-harap cemas, apakah anakku masuk daftar manusia Indonesia yang berkarakter di 2045 nanti? Semoga deh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun