Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mobile JKN, Memudahkan Urusan Penting Sebelum Genting

10 November 2017   10:42 Diperbarui: 10 November 2017   10:42 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Izin lagi ya Kak, sakit sekeluarga. Demikian isi pesan via WA (whatsapp messenger) dari salah satu teman yang tergabung dalam usaha bersama. Beberapa hari yang lalu ia juga izin karena hendak pulang kampung, hari ini ia izin lagi karena sakit.

Berobat segera, balas saya.

Lama tak terjawab, sampai kemudian ia mengaku tak punya uang untuk berobat. Sebab yang sakit bukan hanya ia seorang, tapi juga ibu, kakak, dan tiga keponakannya. Ini benar-benar kisah nyata, bukan melebih-lebihkan.

Seketika saya terkenang, bulan lalu saya menemani teman ini membeli ponsel pintar baru. Mereknya kelas menengah atas. Bulan berikutnya, tak jauh dengan hari ia sakit sekarang, rekening saya dititipi uang kiriman abangnya di kampung, yang ia bilang miliknya. Dua juta rupiah.

Benar-benar tak habis pikir, saya hubungi langsung teman tadi via telepon. Saya tanya, apakah sudah ikut BPJS? Jawabnya belum. Saya berpikir keras, bagaimana membantunya. Sebab dari kabar di telepon, ia dan keluarganya kian parah. Ketika saya sarankan ke rumah sakit terdekat, lagi-lagi ia bilang tak punya cukup uang. Telah ditebaknya bahwa mereka akan dirawatinapkan semua, sebab tak ada yang mampu bangun dari tempat tidur, muntah berkali-kali, dan panas tinggi.

Jarak rumah saya dan teman ini sungguh jauh. Saya di Kota Jambi, sedang ia hampir masuk Kabupaten Muaro Jambi. Sempat terpikir mengajukan BPJS gratis, tapi siapa yang mengurusinya. Bisakah langsung digunakan?

Selagi saya memikirkan kemungkinan mendaftarkan teman tadi, dengan peluang lolos kecil, sebab seperti saya sebutkan di awal, ia bukan kalangan yang cocok menjadi peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran), akhirnya pesan WA masuk kembali. Teman tersebut dan keluarganya dirawat di puskesmas terdekat, setelah sebelumnya dilarikan ke IGD. Legalah hati saya, entah berapa nanti yang harus ia bayar, yang jelas ini harus jadi pelajaran penting baginya. Sepengetahuan saya, teman saya satu ini tergolong mampu, bahkan jika harus memilih Kelas 1.  

Bagi saya, kesehatan adalah investasi terpenting bagi seseorang, apalagi jika telah berkeluarga. Mungkin karena teman saya masih lajang, masih bergantung pada orang tua, hingga ia tak merasa perlu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Padahal sebelumnya telah saya ceritakan padanya, bagaimana saya merasa begitu menyesal menunggak BPJS, hingga ketika anak bungsu saya sakit gigi, saya tak bisa serta merta membawanya ke rumah sakit.

Mungkin pembaca bisa bilang, kan tinggal beli obat di apotek. Saya termasuk orang yang tak sembarangan mengonsumsi obat. Dengan resep dokter pun, saya akan mencari tahu obat apa yang akan saya minum, atau saya berikan pada keluarga. Obat sakit gigi, menurut saya hanya menekan saraf, tidak mengobati gigi itu sendiri. Saya butuh dokter gigi yang akan membersihkan gigi anak saya yang berlubang. Anda pasti tahu bahwa biaya untuk mendapatkan penanganan dari dokter gigi tidak kecil. Apalagi untuk urusan lubang gigi, tak cukup sekali berobat. Ada tahapan-tahapan sebelum gigi benar-benar ditambal permanen.

Ketika saya memutuskan berhenti bekerja, status kepesertaan BPJS saya otomatis berubah. Dari Pekerja Penerima Upah menjadi Peserta Mandiri. Karena biasanya dibayarkan langsung oleh kantor, jadi saya tak perlu repot-repot mengingat dan melakukan pembayaran. Ketika mengurus perubahan kepesertaan, hanya saat itulah saya membayar iuran. Selanjutnya entah kenapa selalu saja lupa. Sampai kemudian, anak saya sakit gigi, dan saya menghabiskan banyak uang untuk bolakbalik membersihkan, dan beberapa kali tambal sementara.

Menunggak selama lima bulan membuat kepesertaan BPJS saya dan keluarga berstatus tidak aktif. Artinya kartu tidak dapat digunakan untuk berobat. Makin bertambah bulan, makin berat saya membayarnya. Tapi suami berbeda pendapat dengan saya. Baginya, memastikan anak dan istri tertangani ahli medis segera, saat sakit, adalah kepentingan mendasar. Maka pada bulan keenam ia paksakan saya membayar, dengan konsekuensi jatah belanja bulan itu berkurang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun