Mohon tunggu...
Rini Nainggolan
Rini Nainggolan Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Rini O. Nainggolan, Mrs. Paul Schmetz

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Pemimpin; Membaca Kisah Daud dan Lainnya di Alkitab (1)

10 Oktober 2014   00:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:41 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Betul Daud menjadi raja karena dipilih Tuhan, tetapi ia sudah membangun kepemimpinannya dengan menjaga kawanan kambing domba ayahnya. Sebagai gembala adalah pekerjaan yang tidak ringan, dan tepat jika pemimpin diibaratkan sebagai gembala. Bahkan Tuhan adalah Gembala yang baik, yang ada diumpamakan jika satu domba hilang maka akan dicari dan jika ditemukan maka Gembala akan senang melebihi senang memiliki 99 ekor domba yang tak hilang.

Poin penting keunggulan gembala sebagai pemimpin dapat dibaca di 1 Samuel 17:34-35. Dari bacaan tersebut jelas dapat dibaca tumbuhnya bakat kepemimpinan, jika dibaca di ayat selanjunya maka gembala menunjukkan kepahlawanan yang heroik. Kaming domba saja dibela (apalagi manusia iya ngga?)

Daud harus berkelana dulu selama sudah diurapi jadi raja (dia diurapi oleh seorang nabi pada mulanya belum dilantik atau duduk di tahta). Diurapi bisa diartikan di masa kini “sudah mendapat passion atau visi.” Bukankah nabi tak dapat dijumpai kini dalam sosok sebenarnya dan sebagai gantinya ilmu maupun informasi yang dapat dicapai sekarang oleh siapa saja yang berusaha mencari. Apakah para pendeta bisa sebagai nabi, entahlah. Jika nabi dahulu memberi informasi dari sumbernya maka pendeta sekarang adalah para lulusan sekolah teori dan hampir semua berpenampilan dengan setelan jas.

Selama berkelana ke sana-kemari, tak jelas kapan tahta dapat, tak membuat Daud duduk-duduk saja. Ia berjuang menghidupi dirinya , rumah tangganya juga orang-orang pengikutnya (plus rumah tangga mereka) dengan berperang, bahkan walau pun tinggal di negeri orang. Orang-orang ini awalnya orang-orang yang dalam kesukaran (1 Samuel 22:2). Ini dapat diartikan untuk menjadi pemimpin hanya bisa diwujudkan bersama orang-orang yang “senasib.” Bagaimana jika ada yang tinggal di istana, naik kuda atau helicopter berbicara ingin jadi pemimpin? Kita jawab sendiri ya. Orang-orang pengikut Daud tadi ada 400 orang jumlahnya, tak lama menjadi 600 orang bahkan terus bertambah jika membaca Daud bahkan bisa membentuk pasukan.

Waktu menumpang di negeri orang yakni negeri orang Filistin, Daud meminta tempat kepada Akhis, raja kota Gat. Meminta tempat untuk tinggal (1 Samuel 27:5) dan Akhis memberikannya (1 Samuel 27:6). Meski hanya  satu tahun empat bulan tinggal di daerah orang Filistin, tempat yang sudah diberi tadi tetap menjadi kepunyaan raja-raja Yehuda (saat kerajaan Israel pecah, kerajaan Yehuda tetap dipegang keturunan Daud sedangkan raja Israel selanjutnya tergantung siapa yang menang atau sanggup menjadi raja). Jadi tidak benar jika wilayah yang sudah ada pada nenek moyang digugat lagi oleh keturunan pemberinya. Seorang yang ingin pemimpin pastinya tidak akan bodoh dan tolol tentang masalah satu ini. Membawa pangkat dan pekerjaan, menyebut-nyebut para kenalan bahkan mengancam pembongkaran yang dilakukan pengklaim lahan menjadi “pelajaran tingkat dasar.”


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun