Mohon tunggu...
ricky subagja
ricky subagja Mohon Tunggu... -

Just A Little Boy Who Tried To Find Out Who He :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan Seorang Ibu

30 April 2012   11:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata memang benar penyesalan itu tidak pernah ada gunanya, karena sekali kita menyianyiakan seseorang dan akhirnya dia pergi sebelum kita sempat meminta maaf padanya itu tidak akan ada gunanya. Karena waktu akan terus berputar dan tak akan pernah kembali ke masa lalu sesuai dengan yang kita mau. Ini adalah kisahku, mungkin bagi kalian semua ini aku adalah sosok seorang ibu yang sangat kejam bahkan tidak pantas di sebut sebagai seorang ibu.

Namaku adalah Gracelin Aston, aku adalah seorang ibu yang memiliki dua orang anak. Anak pertama ku bernama Evan, dia seorang anak yang tampan namun sayang dia memiliki cacat mental bisa dibilang idiot. Anak ku yang kedua bernama Alice, dia anak yang paling ku sayang karena dia cantik dan normal tidak seperti kakanya. Aku selalu menomor duakan evan karena kekurangannya itu, terutama saat anak ku alice meminta baju baru aku langsung memberikan untuknya. Namun saat evan akan dibelikan juga oleh ayahnya, aku melarangnya dengan alasan penghematan pengeluaran untuk bayar sekolah alice saja. Apa lagi setelah suami ku meninggal, aku semakin kejam kepada evan, dia tidak pernah aku belikan apa pun, dia hanya memakai baju seadanya namun dia selalu sabar dan menerima semuanya.

Pada suatu malam entah apa yang ku fikirkan, aku membawa pergi anak ku alice untuk mencari kehidupan baru yang jauh lebih layak dari ini. Dan meninggalkan anak ku evan begitu saja saat dia sedang tertidur pulas tanpa memikirkan bagaimana jadinya. Setahun kemudian aku menikah lagi dengan seorang pria tampan dan pengusaha yang bisa dibilang cukup kaya, dia adalah teman ku dulu waktu SMA. Dia seorang yang sangat baik dan sabar yang mau menerima segala kekurangan ku, aku senang dapat menikahinya dan kehidupan kami berjalan seperti biasa. 10 tahun  berlalu pernikahan ku dengannya, tiba tiba saja terlintas di fikiran ku tentang evan. Seperti sebuah film yang diputar kembali tiba tiba saja aku mengingat semuanya tentang evan dan rumah itu, aku bertanya tanya bagaimana keadaannya sekarang, dimana dia, sedang apa, bersama siapa. Tiba tiba saja air mataku mengalir deras dan tidak tahu harus melakukan apa, akhirnya aku mencoba menceritakan semua tentang kelakuan bejat ku itu kepada suami ku. Setelah aku bercerita suami ku tidak marah dan menyuruh ku untuk mencoba melihat keadaannya dia sekarang bagaimana. Langsung saja aku dan suami mengambil kunci mobil dan melesat dengan mobil biru yang sudah siap berada di garasi.

Beberapa saat kemudian sampailah kami di sebuah gubuk kecil dimana 10 tahun yang lalu aku meninggalkan seorang anak kecil tak berdosa yang lebih parahnya dia adalah anak ku sendiri evan. Tanpa fikir panjang aku membuka pintu gubuk itu dan melihat lihat sekelilingnya mencoba mencari dimana evan berada, beberapa kali aku memanggil manggil namanya namun tidak ada yang menjawab. Kemudian aku menemukan potongan baju di bawah yang aku tahu itu adalah potongan baju evan yang sudah usang, aku menangis dan bingung harus mencari kemana. Tiba tiba ada seorang nenek nenek melihat ku dan bertanya “apakah kau ibu dari anak yang tinggal di gubuk itu ?” aku menjawabnya “iyah nek, apa kau tahu dimana anak ku berada ?” nenek itu menjawab dengan nada tinggi dan marah “jika memang kau benar ibunya, kau sunggu keji dan tak pantas disebut sebagai seorang ibu !” “memangnya sekarang dia dimana nek ? tolong kasih tahu aku, aku rindu padanya” “percuma saja kau tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi, dia sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Badannya kurus kering wajahnya pucat pasi, aku sangat iba kepadanya, dia benar benar anak yang berbakti kepada orang tuanya. Suatu waktu saya pernah mengajaknya untuk tinggal bersama saya, meskipun saya sendiri adalah orang kekurangan namun untuk seorang anak mungkin saya masih sanggup mengurusnya. Sesekali saya memberinya makan dan minum namun dia tidak pernah mau tinggal bersama saya, dia hanya bilang “aku tidak mau nek, aku mau menunggu mama saya saja disini, suatu saat nanti dia pasti menjemput saya” tadinya aku ingin memaksanya namun sepertinya tekadnya sudah bulat, akhirnya aku hanya memberinya makan dan minum saja. Pernah aku bertanya kepadanya mengapa dia tidak mau menunggu didalam rumahnya saja, dia malah menjawab “aku takut nek, aku takut jika mama nanti pulang dan melihat ku ada di dalam rumah nanti dia marah dan pergi lagi, mama evan pergi juga pasti karena marah dengan evan” dia benar benar sayang kepada anda dan benar benar tidak mau sedikitpun meninggalkan anda, karena dia yakin anda pasti kembali kesini”.

Setelah mendengar cerita dari nenek itu seperti disambar petir di siang bolong, hati ku benar benar hancur tidak tahu harus berkata apa. Kemudian nenek itu menyerahkan sepucuk surat kecil kepada ku yang katanya dititipkan oleh evan sebelum akhirnya dia meninggal, kemudian aku baca surat itu dan seketika air mataku semakin deras dan telah membasahi kedua pipi ku, surat itu seperti ini :

“mamah marah ya sama evan ? makanya mama pergi ? maafkan evan mah, evan tidak maksud buat bikin mama marah, mamah kapan pulang kesini menjemput evan ? evan kangen sama mamah, evan pingin ketemu mamah. Mamah cepet pulang ya ? evan bakal disini terus kok buat nunggu mama pulang dan evan mau minta maaf."

Nenek itu berkata “selama bertahun tahun dia belajar sendiri menulis surat itu untuk anda, dia memang cacat mental, namun dia seorang manusia dan dia adalah anak anda sendiri, mengapa anda sampai tega meninggalkannya ?” aku hanya tertunduk terdiam tak bisa berkata apa pun, nenek itu berkata lagi “dia menunggu anda pulang dan selalu menunggunya disana di depan rumah, hingga suatu badai membuatnya tak bisa bertahan lagi hingga akhirnya dia harus pergi ke akhirat, semoga anda sadar atas kelakuan anda selama ini” setelah itu dia meninggalkanku begitu saja. Aku hanya menangis di samping suami ku dan menyesali segala kesalahanku di masa lalu, mengapa aku tega melakukan ini semua kepada seorang anak yang sama sekali tak berdosa seperti itu. Jika memang semua ini nantinya akan ada hukuman dan balasan untuk ku, kapan saja aku siap menerimanya, karena aku memang tidak pantas menjadi seorang ibu, bahkan aku tidak pantas di sebut manusia karena aku tidak mempunyai hati nurani.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun