Mohon tunggu...
Muhammad Khotim
Muhammad Khotim Mohon Tunggu... -

sekrang merantau di jogja, kulia fakultas ISIPOL jurusan Ilmu Komunikasi UGM. aktif Sebagai anggota DPM Universitas 2010/2011. aktif juga di Organisasi PMII Komisariat UGM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jujurlah pemerintah!

21 Januari 2011   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295576005742098499

Entah apa yang terjadi di dinamika elite negri ini. Berbagai persoalan yang menumpuk mengenai kesejahteraan rakyat yang seharusnya di cari solusinya justru terbengkalai dengan persoalan kepentingan pribadi. Saya katakan kepentingan pribadi karena adanya suatu fakta bahwa kebijakan negara tidak menjangkau seluruh rakyat. Jika mereka mengatakan terjadi penurunan kemiskinan dengan data statistic empirisnya rakyat masaih ada yang memakan “tiwul” ditengah klaim pasokan beras cukup dan tidak perlu impor.

Ditengah tidak cocoknya antara perkataan dan data dengankenyataan empiris publik bertanya-tanya, apa maunya pemerintah? Bahkan tokoh agama sampai ikut berdialektika mempertanyakan sikap pemerintah. Dengan tegas mereka mengklaim bahwa pemerintah berbohong? Tapi pemerintah pun menanggapinya dengan santai saja. Toh cukup mengundang para tokoh agama keistana negara makan malam dan berdialog tanpa ada output yang jelas dan kongkrit. Ini memang gaya lama pemerintah? Untungnya para tokoh agama tidak terlena dengan sikap sok ramah pemerntah. Buktinya mereka berkomitment akan terus mengkritik keras kebijakan pemerintah.

Sikap pemerintah selama ini membuat geram kita semua. Klaim tokoh agama yang menyatakan bahwa pemerintah melakukan kebohongan adalah fakta keresahan yang tidak boleh dianggap angin lalu. Walaupun kritik bersifat moral justru membuktikan bahwa kritik itu tidak ada tendensi apapun. Dan menunjukkan para elite sekarang tidak punya moral.

Reformasi 1998 membawah ruh semangat demokrasi. Nilai yang mendasar dari semangat demokrasi adalah menjujung tinggi kebebasan. Reformasi dijadikan titik revolusi pemerintahan bersih dan transparan. Menjunjung tinggi kepentingan publik. Memberikan gerak leluasa rakyat di ruang publik. Ruang publik bukan ajang mencitrakan diri dan berbohong ria. Sebagaimana yang dikatakan jurgen habermas ruang publik adalah dimana setiap orng bebas berbicara mengenai isu apapun. Disana akan didapatkan kebenaran umum.

Apakah semangat reformasi itu mau kita isi dengan pencitraan dan kebohongan? Pencitraan telah membuat pemerintah tidak pernah jujur. Dengan berdialektika melalui bahasa selalu bercelocormengklaim telah berhasil menurunkan kemiskinan, kemajuan ekonomi, kemajuan pendidikan. Faktanya kemiskinan semakinmenjerat rakyat, kemajuan eknomi hanya dikalangan tertentu, kemajuan pendidikan hanya untuk sekolah maju. Tidak perlulah saya menyebutkan semua kbohonga tersebut, toh kita sebagai rakyat sudah merasakannya sendiri.

Ujung-ujungnya pemerintah menjawab dengan sangat diplomatis. Misalnya ketika selesai rapat cabinet di istana menpora andi malarangeng mengatakan "coba, contohnya kemiskinan, kami tidak mengatakan tidak ada orang miskin. Masih ada kemiskinan, tetapi angkanya turun. Itu bukan bohong, melainkan tengah berproses," ujarnya (kompas, 21/11). Argument tersebut tidak mencerminkan posisi sebagai decision makertapi sebagai orang ahli bahasa yang mencoba memainkan logika berbahasa.

Dari sana membuktikan bahwa selama ini pemerintah tidak benar-benar serius mewujudkan janji dan tugasnya. Hanya berusaha mempertahankan status incomben dan nama baik. Sangat reaktif terhadap kasus yang membahayakan nama baik pemerintah. Entahlah sampai kapan pemerintah mau bermain bahasa untuk berbohong dan tidak tahu juga sampai kapan rakyat ini memendam rasa kerisauan.

Mengutip dari tulisannya buya syafi’i maarif yang meyakini bahwa resistensi terhadap kebohongan pemerintah pasti terjadi tinggal menunggu moment yang tepat. Ketika sebuah kebohongan telah mencapai pada kebohongan yang paling tinggi pasti akan terjadi revolusi. Sudah banyak contoh sejarah yang membuktikan, bagaimana nazi dibawa hitler. Rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun jatuh.

Pemerintah lakukan tugasmu, jangan sibuk dengan pencitraan dan kebohongan. Rakyat butuh kesejahteraan bukan kiasaan kata yang indah, kami tak butuh tangisan bapak president, tapi jika bapak president sakit gara-gara memikirkan rakyat pasti kami akan sangat bersimpati. Ayo bersikap jujur!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun