Mohon tunggu...
Nuradi Setyo
Nuradi Setyo Mohon Tunggu... -

saya guru yang senang menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara Emosi dan Otak Kita

14 Maret 2013   04:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:48 4680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Saya sangat emosi mendengar penjelasannya”.

“Menanggapi persoalan serumit ini jangan dengan emosi”.

Dua kalimat diatas adalah menggambarkan sebuah pengertian tentang emosi namun sepertinya tidak tepat, sebab menurut kamus KBBI yang dimaksud dengan emosi adalah ;1 luapan perasaan yg berkembang dan surut dl waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (spt kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yg bersifat subjektif); 3 marah;

Kalimat pertama sebenarnya bermaksud memberikan keterangan bahwa orang yang mengatakan itu dalam kondisi sangat marah, sedangkan kalimat yang kedua adalah kalimat salah kaprah, bagaimana mungkin seseorang yang sedang mengalami masalah rumit tidak diperkenankan memakai emosi, mungkin yang dimaksud dalam kalimat itu adalah sabar, padahal sabar itu merupakan salah satu bentuk emosi.

Akhir-akhir ini sering dibahas mengenai teori kecerdasan emosi yang populer dengan istilah (bahasa Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ).

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.

Hubungan Otak dan Emosi

Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah dan otak belakang. Dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia, otak mengalami berkembang juga. Otak depan berkembang dan membentuk otak besar (serebrum), otak tengah berukuran lebih kecil dan menjadi penghubung antara otak depan dan otak belakang, sedangkan otak belakang menjadi otak kecil dan sumsum lanjutan.

Otak besar merupakan saraf pusat utama yang mengendalikan kegiatan tubuh kita, otak besar berfungsi sebagai pusat kesadaran dan pengendalian kesadaran, termasuk didalamnya adalah semua emosi perasaan kita, selain itu otak besar berfungsi juga sebagai pusat ingatan. (maka sebuah penggambaran yang pas ketika disinetron kita melihat adegan sang tokoh mengalami kecelakaan lalu kemudian kepalanya dibalut perban yangada bercak darahnya, sang tokoh tiba-tiba bangun dan mengalami amnesia hal itu dimaksudkan karena otak besar sang tokoh mengalami gangguan)

Di dalam struktur otak terdapat bagian yang berhubungan langsung dengan emosi dan disebut dengan amygdala (almond: bahasa latin) karena bentuknya yang mirip kacang almond. Amygdala merupakan komponen utama penghasil emosi. Otak kita memiliki dua amygdala yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan makhluk lain. Oleh sebab itu jika ada seseorang yang amygdala-nya diambil untuk alasan medis ataupun karena sebab lain, maka orangtersebut mengalami gangguan emosi dan bisa jadi tidak tertarik untuk berinteraksi dengan lain. Bisa jadi mereka yang mengalami serangan stroke akan mengalami hal ini.

Tahukah anda, saat anda merasa sedih atau karena terharu anda akan menangis sebab amygdala anda akan memacu jaringan otak dan juga struktur sarafnya untuk mengeluarkan air mata, namun jika amygdala anda mengalami kerusakan, bisa jadi anda masih dapat berkomunikasi namun anda menjadi pasif dan respon kadar emosi anda menjadi minim, anda bahkan tidak mampu lagi untuk menangis, kondisi semacam ini disebut sebagai affective blindnness.

Saat dalam situasi ketakutan amygdala memicu dikeluarkannya neurotransmitter norepinephrine untuk meningkatkan reaksi dari area utama otak sehingga panca indra untuk lebih siaga amygdala juga mengirim pesan ke batang otak sehingga memunculkan ekspresi takut, ketegangan, meningkatkan laju detak jantung yang meninggikan tekanan darah dan membuat nafas menjadi lebih cepat dan dangkal. Amygdala mengirim pesan ke semua bagian dari otak sehingga memicu emsoi kita apakah hendak melawan atau berlari berari menghindar.

LeDoux mengindikasikan bahwa aliran informasi yang diterima dari panca indra terpecah menjadi dua jalur, satu jalur menuju ke thalamus berlanjut ke neo cortex, sementara jalur yang lain mengarah ke amygdala. Jalur langsung dari thalamus ke amygdala terdiri atas rangkaian neuron yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada jalur yang menghubungkan thalamus dengan neo cortex.

Rute antara thalamus ke neo cortex panjangnya dua kali lebih panjang dibandingkan rute dari thalamus ke amygdala. Informasi dari thalamus ke amygdala dapat bergerak dalam satuan 12/1000 detik (lebih singkat dari pada satu nafas). Arsitektur ini yang memungkinkan amygdala dapat merespon lebih cepat (sangat kilat) bahkan sebelum neo cortex menerima dan mengenali keseluruhan informasi yang dikirim dari thalamus.

Dari thalamus sebagian besar informasi mengalir ke neo cortex dibandingkan ke amygdala. Bagian yang mengatur aliran informasi tersebut adalah prefrontal lobes. Ketika ada suatu kejadian yang tidak diinginkan, prefrontal lobes melakukan penimbangan untung-rugi atas respon yang akan dilakukan. Pada binatang, responnya sangat terbatas, lawan atau lari. Sedangkan Pada manusia alternatif responnya bisa lebih banyak, mulai dari lawan, negosiasi, diskusi, merayu, hingga lari. Sama seperti amygdala, ketiadaan prefrontal lobes membuat individu tidak memiliki aspek emosional pada hidupnya.

Jika manusia hanya memiliki respon terbatas misalnya hilangnya rasa malu, selalu melawan walaupun salah, menyalahkan orang lain dan mengabaikan sifat-sifat kemanusiaan maka bisa dipastikan bahwa sistem otak orang tersebut mengalami kerusakan.

Disarikan dari berbagai sumber dengan penambahan seperlunya.

Special thank to Zaenal Abidin.Mengajar dengan Kecerdasan Emosional: Catatan Pendahuluan, Kompasiana, OPINI 23 February 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun