[caption id="attachment_118355" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Bukan isapan jempol kalau di Indonesia memang sulit memperoleh lapangan pekerjaan. Semua orang tahu itu. Bicara tentang pekerjaan dan tetek-bengeknya, saya jadi ingat ketika seorang instruktur akademik saya sewaktu saya masih mengkikuti pendidikan D1. Waktu itu beliau menanyakan sebuah pertanyaan yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh saya atau mungkin teman-teman saya ketika itu. Beliau bertanya “apa yang akan anda lakukan setelah menyelesaikan pendidikan ini?”
Jika saya klasifikasikan, jawaban kami ketika itu cuma dua. Pertama, melanjutkan kuliah ke tingkat yang lebih tinggi selepas pendidikan atau mencari kerja. Mendengar itu beliau geleng-geleng kepala, beliau bilang, “kok, enggak ada satu pun diantara kalian yang berpikir untuk menciptakan lapangan pekerjaan, bukankah kalian mengambil pendidikan ini supaya kalian mendapat keahlian dan trampil lalu menciptakan lapangan kerja baru”.
Haha…kalau ditarik lagi ke belakang, yang dikatakan beliau memang benar. Tapi, saya tak bisa menafikkan kalau tak semua orang akan berpikir ke arah sana. Mungkin permasalahan klasiknya adalah modal. Tapi, bukan itu yang ingin saya bagi di post kali ini. Okelah, saya tak bisa memaksakan seseorang untuk membuka lapangan kerja bagi khalayak dalam cakupan besar, yang ingin saya share di sini adalah seandainya anda memutuskan menerima pinangan sebuah badan usaha atau perusahaan yang anda masuki lowongan kerjanya, MOHON BERHATI-HATILAH untuk kedepannya sebelum anda memutuskan untuk bergabung. Saya punya cerita yang aneh bin lucu menurut saya seputar diterimanya saya bekerja. Perusahaan yang saya masuki lowongan kerjanya ketika itu bergerak dibidang pendidikan bahasa Inggris yang melebarkan sayap perusahaannya ke bidang kesehatan dan gaya hidup, refleksi dan SPA. Kebetulan saya ditempatkan di bagian refleksi sebagai seorang recepsionist merangkap person of charge yang tugasnya melayani setiap costumer yang hendak membayar setelah melakukan pijat kaki.
Hanya saja dihari ketika saya diterima, pihak perusahaan tersebut menyatakan terlebih dahulu kalau kontrak saya akan diperpanjang selama setahun ke depan apabila saya bisa melewati tiga bulan masa uji coba sebagai seorang trainee. Saya setuju dan saya pun menjalani masa uji coba itu dengan menyerahkan ijazah D1 saya sebagai jaminan.
Awalnya, saya merasa sedikit bersimpati dengan perusahaan tersebut karena banyak sekali lulusan SMA atau sederajat yang direkrut sebagai karyawan, entah karena bisa digaji kecil atau apa saya juga tidak tahu, yang saya tahu perusahaan tersebut setidaknya sudah menyelamatkan banyak orang dari pengangguran. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, saya merasa tidak nyaman dengan manajemen perusahaan yang saya anggap nyeleneh. Saya tidak bisa menyebutkan apa-apa saja yang membuat ketidaknyamanan saya terusik. Oleh, karena itulah saya berpikir ulang untuk meneruskan perpanjangan kontrak seandainya pun pihak pihak perusahaan memperpanjang masa kontrak saya selama setahun kedepan.
Dan, didua minggu sebelum masa surat perjanjian waktu tertentu (SPWT) tiga bulan saya habis, saya melayangkan surat untuk tidak memperpanjang kontrak pada pihak manajemen perusahaan, yang saya tujukan pada pimpinan melalui kepala personalia. Tapi, setelah tiga minggu berselang saya tak juga mendapat konfirmasi ulang mengenai surat yang saya layangkan tersebut. Lalu, saya pun berinisiatif untuk menemui kepala personalia untuk berbicara empat mata dengannya. Anehnya, saya tak mendapat jawaban final, malah saya diminta menghadap pada manager perusahaan. Dari situ saya merasa seperti dijadikan bola mainan oleh mereka. Lalu, saya kemudian diminta menghadap kepala personalia lagi dan dia mengatakan kalau saya akan dihubungi kembali. Ajaibnya, tiga hari setelah itu sang managernya sendiri yang langsung menemui saya di tempat saya dipekerjakan dan menyodorkan surat perpanjangan kontrak, hanya saja saya tidak mau menandatangani karena keputusan saya sudah bulat untuk tidak bekerja lagi di perusahaan itu. Keesokannya, saya kembali diminta menghadap kepala personalia, kali ini dia mengatakan kalau saya diperbolehkanuntuk tidak melanjutkan perpanjangan kontrak dengan catatan saya harus membayar denda sebanyak nominal yang tertulis di poin kontrak yang saya tandatangani sebelum saya bergabung sebagai karyawan. Saya terkejut saya ingat betul jumlahnya, tapi yang saya heran kenapa saya dikenakan denda padahal merasa tidak ada poin kontrak yang saya langgar. Saya memang tak akan pernah lupa poin mengenai nominal denda tersebut karena di poin kontrak itu tertulis “bersedia membayar uang kesejahteraan karyawan sebanyak (nominal) apabila berhenti sebelum tiga bulan masa uji coba atau sebelum kontrak setahun selesai”. Tapi, untuk memastikan saya meminta agar kepala personalia tersebut menujukkan kontrak yang pernah saya tandatangani itu dan jelas sudah dugaan saya, saya tidak melanggar kontrak apapun karena saya telah menyelesaikan kewajiban saya sebagai seorang trainee selama tiga bulan dan saya tidak merasa menandatangani perpanjangan kontrak. Pembicaraan tak berhenti sampai disitu saudara-saudara sekalian, kepala personalia tetap ngotot untuk mengenakan saya denda, kali ini dengan alasan klasik yang saya sendiri aneh mendengarnya. Dia mengatakan perusahaan sudah mengeluarkan cost yang besar untuk merekrut para trainee jadi kalau trainee-trainee seperti saya waktu memutuskan untuk keluar tanpa memperpanjang kontrak, perusahaan akan merugi tak hanya uang tapi juga waktu. Pertanyaannya sekarang adalah “kalau seandainya sebuah perusahaan atau badan usaha berhak untuk memperpanjang atau tidak memperpanjang kontrak seorang trainee yang mereka rekrut atau latih lantas apakah trainee tersebut tidak punya hak yang sama untuk berlaku demikian sekalipun perusahaan yang merekrutnya menyetujui perpanjangan kontrak untuknya?! Saran saya, apabila ada diantara saudara-saudara sekalian yang mungkin saja lulusan SMA atau sederajat, jangan mau dibodohi-bodohi oleh perusahaan yang lowongan kerjanya anda masuki. Apabila ada perusahaan yang mewajibkan trainee atau karyawannya membayar sejumlah nominal uang ketika ia hendak berhenti bekerja karena ia merasa tanggung jawab masa kerjanya sudah selesaidengan dalih denda pelanggaran kontrak atau apapun, bisa jadi itu PENIPUAN! Antisipasinya adalah, minta rangkap dua kontrak kerja tersebut sebelum anda menjalani hari-hari anda sebagai karyawan atau minimal anda fotokopi untuk anda pelajari lebih lanjut. Sebagian dari kita memang awam hukum tapi kita juga tak lantas terlalu naïf untuk dibodoh-bodohi bukan?!
Salam Indonesia :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI