Mohon tunggu...
Ayu Rudiyah Ningsih (twitter : @DewiSiwa2013)
Ayu Rudiyah Ningsih (twitter : @DewiSiwa2013) Mohon Tunggu... profesional -

Populis, informatif dan mencerahkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aceng Fiqri "Kawin ya Siri"

17 Desember 2012   03:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:31 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355715319663506880

[caption id="attachment_222158" align="aligncenter" width="430" caption="Sumber foto : http://pilgubjabar.wordpress.com"][/caption] Di tengah ramainya orang ngobrol soal kawin siri 4 hari ala Aceng Fikri (Bupati Garut), saya teringat diskusi kami beberapa tahun lalu tentang salah satu RUU kawin yang ramai menyentil soal kawin siri. Kawin ya harus siri.(menurut bahasa Arab artinya diam/senyap/tidak bersuara) .masa kawin pake terang-terangan,..yang benar aja.?. Kata-kata ini terdengar rasional setelah beberapa menit terolah dalam pikiran saya, ketika suatu sore saya dan beberapa teman-teman di sekitar rumah kontrakan terlibat obrolan lepas seputar masalah RUU tentang sanksi Pidana terhadap perkawinan siri. Teman saya yang agak kocak ini berpendapat bahwa,..di negara kita ini terkadang ngalur-ngidul dalam peristilahan. Semisal kata-kata kawin dan nikah dalam RUU yang sedang ramai diperbincangkan, sebenarnya kedua kata ini (kawin dan nikah) memiliki konsekuensi makna yang berbeda. Menurutnya, kalau kawin itu implikasi maknanya lebih pada persoalan prifat bilogis. Sementara nikah implikasinya lebih pada aspek “legal”. Makanya negara mempersoalkan kawin siri ya tentu salah lah,.,..karena orang kawin itu diam-diam, senyap dan dilakukan ditempat tertutup dan tidak boleh ada yang ngintip. Beda halnya kalau peristilahan dalam RUU ini menggunakan kata dan terminologi “Nikah Siri” tentu masih bisa ditimbang-timbang maslahat-mudhoratnya,.. Beginilah repotnya,.kalau negara sudah sempat-sempatnya ngurusin tempat tidur orang. Sekilas dicermati, obrolan bodoh ini memang menarik, karena kawin atau nikah,.sudah mendapat tempat dalam ruang persepsi masing-masing orang. Ada sekelompok manusia, yang menjunjung tinggi institusi pernikahan ini pada aspek teologi/ibadah,.sehingga semakin sering kawin peringkatan ibadahnya semakin baik..entahlah,.? Sementara sebagian lain mempersoalkan masalah perkawinan dalam ruang persepsi HAM, nilai-nilai sosial kontemporer yang rigid dan dialektis. Di tengah ramainya orang-orang memperbincangkan masalah kawin-kawinan, saya kok malah mikir tentang “selebrasi pernikahan”. Tentu tidak asing bagi anda, karena pernikahan ala artis ini rentan pada perceraian. Pernikahan ala artis sering dirayakan besar-besar, lalu berakhir dengan perceraian tragis. Saya kok malah berfikir bagaimana jika orang tidak memilih berpoligami, atau nikah siri, tapi malah cerai dan kawin lagi begitu dan seterusnya..Apa itu juga salah? Anda yang menjawabnya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun