Hari ini adalah hari istimewa bagimu, karena engkau sekarang merayakan hari besar keagamaanmu.Tentunya dirimu, keluargamu dan teman temanmu sangat berbahagia saat ini. Kami pun ikut senang melihat kebahagiaan kamu semua.
Namun maafkan kami yang tidak mengucapkan selamat hari raya untukmu, bukan karena kami benci kepadamu atau saya termasuk kelompok intoleransi atau bahkan saya termasuk kelompok garis keras, sama sekali bukan, tapi memang aturan agama kami melarang itu.
Walapun ada sebahagian orang islam yang mau dan berani mengucapkan kalimat itu, biarlah itu urusan mereka dengan Tuhan dan kami juga menghormati pendapat mereka.
Begitu juga saya mohon saudaraku memahami aturan agama kami yg kami yakini ini.
Kawanku..
Saya yakin kebahagiaan anda merayakan hari besar ini tidak akan berkurang sedikitpun walau tanpa ucapan dariku karena engkau pasti punya keyakinan bahwa kami tetap menyayangi dirimu sesama manusia dalam kehidupan sosial berbangsa dan bernegara..
Kawanku..
Mungkin engkau bertanya-tanya apa susahnya saya mengucap satu kalimat itu, hanya sekali dalam satu tahun? untuk menjawab ini mungkin saya analogkan dengan seorang saksi yg didatangkan di depan hakim untuk menyatakan sesuatu yg tidak benar (menurut keyakinan saksi), tetapi dia berani mengatakan dengan sadar dan sengaja ttg ketidakbenaran itu. Tentunya ada konsekwensi hukum di belakang akibat itu ucapan itu (begitulah analogi sederhana dan semoga anda memahaminya)
Kawanku....
Persahabatan dan persaudaraan kita tidak akan pernah layu gara-gara kami tidak mengucapkan kalimat itu, karena telah lama hidup berdampingan saling membantu dan saling mengasihi sesama manusia tapi dalam urusan aqidah ini kami berprinsip bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Dan itulah makna toleransi yang sesungguhnya yakni toleransi antar umat beragama dan bukan toleransi antar agama..
Dokter spesialis saraf, dosen, Penulis buku dan kolumnis koran nasional.