Mohon tunggu...
Miftahul Hidayah
Miftahul Hidayah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ekonomi Jurusan Iesp Konsentrasi Moneter Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Depresiasi Rupiah: Efektifkah Kebijakan Ekspor?

29 Maret 2015   20:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:49 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurunnya nilai tukar rupiah atau depresiasi rupiah terhadap Dollar AS menjadi topik pembicaraan yang hangat baru-baru ini . Di berbagai surat kabar dan media massa telah ramai diperbicangkan. Meskipun ini bukan kali pertama Indonesia mengalami pelemahan nilai tukar tapi tetap saja, ini merupakan hal menarik untuk di ulas. Sepanjang sejarah nilai tukar rupiah tahun mencapai batas penurunan nilai tukar dari tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp 13.000 lebih. Penurunan nilai tukar tahun ini melebihi tahun-tahun sebelumnya yaitu mencapai Rp 13.000

Sedih, satu kata yang menggambarkan perjalanan nilai tukar rupiah (Indonesia) terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) sepanjang tahun 2013. Tahun ini merupakan bukan tahun yang baik untuk perjalanan nilai rupiah setelah mencapai masa kejayaan nilai tukar terhadap USD yang berlangsung sejak 2009.Hanya dalam tempo beberapa tahun setelah sempat menyentuh nilai tukar terkuatnya pada 2013 dimana rupiah mencapai Rp 12.100. Akhirnya pelan-pelan terdepresiasi mencapai Rp 13.000 lebih saat ini.

Depresiasi nilai tukar rupiah selalu menjadi topikpembicaraan karena menimbulkan banyaak masalah. Pertama harga barang-barang impor menjadi lebih mahal. Padahal sekitar 40 sampai 60 persen bahan baku produk Indonesia di impor dari luar negeri. Kedua, pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri baik pemerintah maupun swasta menjadi lebih besar tanpa bertambahnya utang baru. Ketiga, depresiasi akan menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia. Jika terjadi depresiasi rupiah terhadap dollar AS maka harga produk dan jasa Indonesia menjadi lebih mahal dipandang dari sudut mata uang asing (dollar AS). Padahal selama ini yang menjadi andalan daya saing ekspor produk dan jasa Indonesia hanyalah harga yang murah.

Saat ini gencar diperbincangkan mengenai kebijakan ekspor untuk mengatasi lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Kebijakan ekspor ini meliputi ekspor industriterutama industri manufaktur. Industri manufaktur adalah industri non migas dan berbasis sumber daya alam, industri manufaktur disini terdiri dari barang hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan.

Mengapa dilakukan kebijakan ekspor industri manufaktur?

Alasan mengapa dilakukan kebijakan ekspor industrimanufaktur karena pada dasarnya produk dari industri manufaktur tersebut bahan bakunya berasal dari dalam negeri bukan di impor dari luar negeri. Serta Kegiatan ekspor industri manufaktur merupakan sektor yang memberikan nilai tambah tinggi bagi kegiatan perekonomian. Sehingga dengan dilakukan kebijakan ekspor industri manufaktur ini dapat menekan pembelian bahan baku produk di luar negeri. Dengan pengurangan pembelian produk bahan baku dari luar negeri berarti mengurangi permintaan akan mata uang asing. Sehingga pada akhirnya mengurangi lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Peningkatan ekspor ini sangat penting untuk memperkuat nilai tukar rupiah, karena sangat sulit untuk menekan dan menghentikan aktivitas impor.

Industri manufaktur Indonesia juga pernah mengalami kejayaan. Dipertengahan tahun 1980-an Pemerintah Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan dan ekspor akibat turunnya harga minyak dunia sehingga diterapkan kebijakan menggantikan peran ekspor minyak dan gas beralih ke non minyak atau non migas. Kebijakan tersebut berhasil menggiring kenaikan ekspor non migas ditahun 1980an. Sektor manufakturlah yang mendominasi ekspor pada saat itu, yaitu lebih dari 50 % dari total ekspor.

Namun untuk permasalahan saat ini, apakah kebijakan ekspor tersebut efisien dalam mengatasi lemahnya nilai tukar rupiah?

Kebijakan ekspor industrimanufaktur dapat, tapi hanya mengurangi lemahnya nilai tukar rupiah. Kebijakan ekspor industri manufaktur ini hanya sedikit mengurangi lemahnya nilai tukar rupiah. Hal ini dikarenakan lebih banyak komoditi ekspor yang yang ditopang oleh bahan baku impor. Sehingga keuntungan yang didapat dari harga barang ekspor manufaktur tidak sebanding dengan harga pembelian bahan baku impor.

Hal tersebut menjadi tugas pemerintah untuk memberikan peraturan atau kebijakan industri yang lebih antisipatif atau proaktif, dalam artian kebijakan ekspor yang lebih luwes, aktif, dan tanggap terhadap perubahan isu ekonomi baik nasional maupun internasional. Selain itu juga melakukan pengembangan industri itu sendiri, yaitu dengan mengembangkan industri yang mempunyai daya saing tinggi yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk, serta ketersediaan sumber daya alam), tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta keterampilan sumber daya manusia. Berdasarkan proses tersebut, pengembangan industri yang disusun nantinya dapat lebih membantu dalam melemahnya nilai tukar rupiah serta sebagai motor penggerak utama perekonomian nasional serta menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional dimasa mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun