Mohon tunggu...
Hairul Mubin
Hairul Mubin Mohon Tunggu... -

kuliah prodi PPKN FKIP UNRAM

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kehidupan Nelayan Dibalik Negara Maritim

24 Maret 2015   22:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia terkenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang kurang lebih memiliki 17.508 wilayah kepulauan dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, dengan wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi atau lebih dari 70 persen luas seluruh wilayah Indonesia. Sehingga mendapat julukan sebagai Negara maritim karena wilayahnya sebagian besar adalah lautan, maka tak heran jika penduduknya juga banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Namun tidak serta merta membuat membuat seluruh rakyat Indonesia menikmati hidup yang sejahtera, pendidikan yang tinggi, pekerjaan yang layak, serta penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya baik yang primer maupun sekunder.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik nasional mencatat bahwa jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kehidupan nelayan belum sejahtera.

Sungguh memprihatinkan fakta tersebut yang berbanding terbalik dengan kekayaan laut yang ada di negeri kita tercinta ini dan kebanggaan bangsa Indonesia yang menganggap nenek moyangnya seorang pelaut terkesan hanya mitos dan menjadi kenangan belaka. Kemudian kehidupan para nelayan saat ini terbilang sangat kekurangan hal ini dikarenakan dilihat dari harga kebutuhan pokok yang harganya terus melonjak, tidak diimbangi dengan pendapatan yang dimiliki oleh para nelayan. Sehingga disini bisa dikatakan bahwa masyarakat pantai atau nelayan belum bisa makan yang enak. Selanjutnya dari pendidikan yang ditempuh oleh anak cucu mereka masih jauh dari kata layak, bahkan tidak jarang anak-anak maupun cucu mereka yang tidak bisa menempuh pendidikan yang katanya gratissss namun ada saja pungutan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Sehingga disini kalau dibilang kehidupan rakyat sudah sejahtera salah besar karena hal ini tidak sesuai dengan keadaan di lapangan.

Kehidupan masyarakat sekitar pantai juga jauh dari teknologi, dimana sebagai dampak dari minimnya pendidikan yang ditempuh oleh anak cucu mereka tidak jarang banyak yang gaptek (gagap teknologi). Kemudian juga jangkauan dari hiruk pikuk perkotaan sangat jauh. Misalnya disini penggunaan hp yang di masyarakat kota sudah merupakan kebutuhan pokok, namun bagi mereka hp masih dianggap barang yang tergolong mewah. Dan tak jarang mereka mengatakan bahwa untuk membeli kebutuhan sehari-hari saja masih harus bekerja banting tulang apalagi untuk membeli hp.

Sehingga secara sosial budaya nelayan (klien) akan tetap menjadi klient. Secara ekonomi mereka tidak mampu untuk bersaing dengan masyarakat yang ada di perkotaan, oleh sebab itu pendidikan mereka sangatlah rendah. Mungkin tidak ada  pilihan lain bagi mereka selain belajar berlayar secara otodidak bersama orang tua mereka karena untuk mengenyam pendidikan itu merupakan mimpi yang tak kesampaian, dan hal itu dilakukakan untuk menyambung hidup mereka kelak. Walaupun ada program yang diselenggarakan oleh pemerintah dari nelayan sebagai berikut :

1.Program kredit

2.Modernisasi alat tangkap

3.Program pemasaran melalui TPI-KUD

Namun dari program-program yang diselenggarakan tersebut belum dirasakan secara nyata dampaknya oleh para nelayan sesuai dengan harapan pemerintah. Misalnya program TPI-KUD yang telah dibangun pemerintah pada tempat-tempat yang menurut pemerintah cukup strategis di perkampungan nelayan rupanya tidak terlalu diminati oleh nelayan. Selain harus membayar pajak retribusi, system yang ada dalam TPI tersebut adalah lelang dengan harga yang tidak sepadan dengan perjuangan mereka mendapatkannya. Nelayan lebih suka menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak besar atau dijual langsung ke pasar. Karena nelayan merasa dengan langsung menjualnya ke tengkulak maupun langsung ke pasar untungnya lebih besar dan tidak perlu membayar pajak retribusi. Namun nelayan akan merasa sedih apabila ikan sedang banyak sehingga akan mempengaruhi harga dari tengkulak yang sering dimonopoli oleh para tengkulak.

Sistem gender juga sangat berperan dalam kehidupam para nelayan. Dimana umumnya kaum laki-laki yang pergi melaut sedangkan perempuan adalah yang menjual dan pengolah hasil tangkapannya. Oleh karena itu pemegang ekonomi pasar sering diambil alih oleh kaum perempuan. Sehingga disini kerjasama antara laki-laki dan perempuan sangat dibutuhkan.

Di lain pihak, Indonesia sebagai negara yang kaya akan laut ternyata masih mengandalkan ikan yang diimpor dari negara lain. Bahkan, kontribusi nelayan Indonesia dari sektor perikanan hanya 3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan China, Korea dan Jepang dengan luas laut setengah dari luas laut Indonesia mampu memberikan kontribusi sektor perikanan sebesar 35 persen dari PDB. Bagian manakah yang keliru pada kehidupan bangsa ini.

Tidak banyak orang yang tahu bahwa tanggal 6 April merupakan Hari Nelayan Nasional, bahkan sejumlah nelayan di Negara kita tercinta dan yang kita banggakan ini ternyata tidak mengetahui akan adanya peringatan hari nelayan tersebut. Seolah mengamini "terpuruknya kehidupan nelayan" itu.

Gaung peringatan Hari Nelayan Nasional memang tak terdengar, namun moment itu seharusnya mengingatkan kita akan lagu "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" yang sudah seharusnya kembali menjadi identitas bangsa Indonesia yang dapat berkuasa, dan berjaya di bidang maritim, tentunya hal ini membutuhkan dukungan dari semua pihak.

Nelayan hanya bisa berharap lautan masih memberikan harapan hidup bagi mereka yang tinggal di pesisir pantai, agar kehidupan mereka bisa lebih sejahtera dan pemerintah seharusnya lebih serius lagi untuk mengelola sumber daya laut yang cukup potensial dan tidak memberikan kepada pemodal asing saja yang hanya mengeruk keuntungan di negeri kita tercinta ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun