Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu...

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Nurcholis, Menjemput Impian dengan Sepeda Ontelnya

4 April 2012   05:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:03 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_172634" align="aligncenter" width="448" caption="nurchalis (dok pribadi)"][/caption]

Norcholis (24 th) adalah sosok anak muda ulet. Yang tak peduli dengan citra anak muda macho dan pesolek. Atau sibuk menghabiskan waktu ngobrol tentang symbol-simbol penanda anak muda gaul. Apalagi terjebak dalam jeratan obat yang mematikan.

Norcholis bukan sosok yang selalu meratapi nasib karena hidup dalam kekurangan. Baginya, perubahan tak bisa diselesaikan denganratapan. Dengan mengutuk nasib. Ia seakan contoh hidup dari kata-kata bijak, “dari pada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin”.

Selepas lulus dari MA, ia melanjutkan kuliah di sebuah PT di kota kami. Untuk orang yang mampu, kuliah di kota sendiri jelas bukan pilihan. Tetapi bagi Norcholis inilah pilihan realistic. Apalagi ia anak tunggal yang harus menemani orang tuanya yang sudah berumur.

Di samping ia tahu diri, kuliah di luar kota membutuhkan beaya banyak, sesuatu yang tak mungkin ditanggung keluarganya. Orang tuanya yang hanya buruh tani tak mungkin mengirim anaknya kuliah ke luar kota. Apalagi beaya pendidikan dan beaya hidup di kota sangat mahal. Baginya, masuk di PT di kotanya saja susah bersyukur.

Sejak kuliah 4 tahun lalu, kisah-kisah ketangguhannya dimulai. Jarak 20 km dari rumahnya ke kampus dilalui dengan sepeda ontel. Belum pulangnya dari kampus. Berarti PP ia harus menempuh jarak 40 km dengan sepeda ontelnya. Terik matahari atau guyuran hujan baginya dimaknai sebagai cara untuk meneguhkan semangat juangnya dan menguatkan tahan bantingnya.

[caption id="attachment_172635" align="aligncenter" width="252" caption="sepeda inilah yang menjadi teman nurchalish"]

1333516148856955020
1333516148856955020
[/caption] Suatu hari, menjelang maghrib saya pernah bertemu dengannya ketika sedang pulang kuliah. Ia mengayuh sepeda ontel bututnya dengan semangatnya. Tak terlihat capek di wajahnya. Ia menikmati perjalanannya. Pada hal, jarak rumah dari tempat kami bertemu, masih 12 km lagi.

Ketika saya ngobrol dengannya, ia mengungkapkan tak merasa malu karena naik sepeda ontel. Ia juga tidak pernah merasakan perlakuan berbeda dari teman-temannya. “Atau mungkin ada, cuma saya tak mengetahuinya”, ungkapnya.

Tetapi Nurcholis percaya, tidak cukup symbol dan status seseorang mengantarnya bisa dihargai. Yang substansial, justru bagaimana kita menghargai orang. Berada sekalipun jika ia abai menghargai orang lain, ia sendiri akan diabaikan. Sikapnya terhadap orang lain, akan memantulkan sikap orang lain kepadanya.

Norcholis punya bakat dalam menulis puisi dan cerpen. Sewaktu duduk di MA, ia sering menjuarai lomba puisi. Bahkan dari hadiah-hadiah lomba inilah Nurcholis membeayai kuliahnya. Karena tahu potensinya, ia memilih jurusan Sastra Bahasa Indonesia di kampusnya.

Guru Muda Peramu Bakat

Barududuk di semester 5, Nurcholis dipanggil oleh madrasah almamaternya. Ia diangkat menjadi guru muda bahasa Indonesia di madrasah tempat saya mengajar. Pilihan terhadap Nurcholis bagi sebagian sekolah lain mungkin dianggap tidak professional, karena Nurcholis belum S1. Tapi buat apa bergelar S1, jika kemampuannya tidak sesuai dengan gelar yang disandangnya? Madrasah yang mengangkat Nurcholis sebagai guru mencoba keluar dari batasan itu.

Ternyata madrasah tak salah mengangkatnya. Di samping kemampuannya mengajar bahasa Indonesia, ia sanggup menularkan bakat membaca puisi, menulis puisi, menulis cerpen, dan theater bagi murid-muridnya. Sudah tak terhitung murid bimbingannya meraih juara di tingkat kabupaten, bahkan se-Madura.

[caption id="attachment_172636" align="aligncenter" width="448" caption="beberapa piala hasil bimbingan nurchalis yang memenangkan beberapa lomba di bulan pebruari (dok pribadi)"]

13335162191278384763
13335162191278384763
[/caption] Dalam dua bulan ini, misalnya, ada 8 siswa yang dibimbingnya memperoleh juara di tingkat kabupaten dalam lomba membaca puisi, cipta puisi, dan menulis cerpen.

Inilah buah ketekunan Nurcholish. Seorang anak muda yang tidak menyerah pada keterbatasan. Seorang anak muda yang menjemput impiannya dengan sepeda ontelnya. seorang guru muda yang tekun membimbing bakat-bakat muridnya

Matorsakalangkong

Sumenep, 4 april 2012

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun