Dan Akhirnya
Keterusikan jiwa akan tanggung jawab intelektual untuk merealisasikannya merupakan indikasi berfaedahnya pengetahuan dan munculnya kesadaran atas amanah yang diemban. Dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya, dokter sarat dengan nilai kesetaraan. Nilai ini dapat menumbuhkan rasa ketertindasan yang pada akhirnya akan menumbuhkan semangat nasionalisme. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter juga pada prinsipnya diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifahan, mewujudkan “kebenaran” dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada.
Munculnya fenomena suster apung sekaligus menjadi kritik atas elitisme dunia kedokteran. Hingga dewasa ini, dunia kedokteran masih tetap tergambarkan sebagai dunia yang keberadaannya relatif telah banyak mendehumanisasikan manusia (memandang manusia sebagai entitas parsialistik, bukan sebagai keseluruhan, dan mengekstrimkan perbedaan jasmani-rohani, dengan asumsi bahwa tubuh manusia adalah mesin kehidupan yang dapat direkonstruksi dan dimodifikasi sedemikian rupa), dan sebahagian besar menempatkan kepentingan materialisme sebagai landasan sekaligus pola pikir para praktisi kedokteran, bahkan pihak birokrasi yang melingkupi sistem ini.
Reduksi peran dokter (hanya sekedar menjadi agent of treatment) yang tidak disadari dan telah berlangsung lama, seyogyanya harus segara direvitalisasi. Akhir kata, semoga kain seragam putih tersebut tak sepipih uang kertas ribuan. Amin.