Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengakhiri Depresi pada Anak

9 Agustus 2016   18:33 Diperbarui: 9 Agustus 2016   18:38 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat prihatin ada  beberapa fenomena atau kasus  depresi  yang berakhir dengan bunuh diri anak yang terjadi baru-baru ini.  Berita mengagetkan  dimana   usia pra remaja  melakukan bunuh diri.   Ada pula yang merasa depresi karena orangtuanya melarangnya  untuk bermain game.  Apa yang ada dalam benak anak-anak ini?   Latar belakang bunuh diri yang tak terkuak itu kelihatannya sangat sederhana bahwa anak itu ditolak oleh orangtuanya untuk bermain “smartphone” yang dimilikinya.

Perbedaan persepsi atau pandangan antara orangtua dan anak:

Tiap generasi pasti punya pandangan atau persepsi  tentang suatu teknologi dengan kacamata yang berbeda. Contohnya  generasi  X  dimana orang yang  lahir di usia pada tahun 60 an.  Ketika belajar di masa remajanya tak tersentuh dengan apa namanya “smartphone”.   Belajar dan bermain dengan manual , buku-buku yang ada  di perpustakaan atau di toko buku.   Janjian dengan teman melalui telpon umum atau rumah karena belum ada smartphone.   Lalu, mereka akan bermain sepeda, nonton, olahraga dan aktivitas luar lainnya.  Sama sekali tak mengenal apa namanya  dunia smartphone yang menghubungkan satu sama lainnya.  Networknya adalah teman yang telah dikenal atau diketahui sebelumnya dalam jumlah yang terbatas.

Generasi Y punya  cara belajar yang sangat berbeda.  Semuanya serba internet, dan smartphone.   Dimulai dari buku-buku e-book , informasi yang beredar sangat luas di internet sejauh jangkauan jari saja.  Mereka memiliki network yang sangat luas, bukan hanya teman sekolah saja, tetapi teman-teman dari sosial media yang hanya dikenalnya melalui media sosial. 

Bagaimana kedua generasi itu berinteraksi di rumah?

Jika kedua generasi ,ayah dan ibu tak memiliki  pengalaman tentang smartphone di kehidupannya, lalu tiba-tiba cucunya atau anaknya sudah sangat intensif menggunakan “smartphone” sebagai kehidupan keduanya, tentu ada pendekatan yang harus seimbang antara ayah/ibu dengan anak/cucu yang sangat berbeda latar belakang  kehidupan masa kecilnya.


Bagian yang sulit adalah jika ayah/ibu tak juga mampu mempunyai  kemampuan untuk adaptasi yang cepat untuk perkembangan teknologi.  Perkembangan teknologi harus dibarengi dengan pengetahuan yang luas dari ayah /ibu sehingga gap untuk  memenuhi kebutuhan anak/cucu itu tidak melebar.

Sayangnya, beberapa orangtua itu memiliki banyak cara parenting yang sangat berbeda.  Pola parenting yang diterapkan tergantung dari pola yang dianut oleh orangtua. 

Ada orangtua yang  menganut  pola :

Gaya otoritatif. Orangtua memiliki hubungan emosional yang dekat dengan anak-anaknya. Mereka menerima anak-anaknya sebagai bagian dirinya; sebagai bagian tidak terpisahkan dari perubahan siklus-siklus kehidupannya. Meskipun begitu, mereka juga sanggup menerima perasaan anak-anaknya dan perilaku maupun sifat-sifat anaknya, bahkan integritas anak-anaknya sebagai berbeda, unik dan terpisah dari dirinya.  Tidak ada kekuasaan yang diterapkan kepada orangtua, tetapi punya aturan yang jelas.

Gaya otoriter. Sangat menekankan pada status sebagai orangtua. Kekuasaan sepenuhnya berada di tangan orangtua. Bahkan masa depan dan bagaimana realisasi dari potensi-potensi intrinsik anak ditentukan oleh orangtua. Orangtua yang mengambil keputusan, anak tinggal mengikuti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun