Dia selalu bertahan terhadap goncangan seberat apa pun, pengemudi-pengemudi itu jadi ujung tombak dari semua rezeki bagi keluarganya . Dia hanya jadi alat untuk mensejahterakan mereka. Â Â Anak-anak pengemudi itu ditanggungnya untuk bisa bersekolah dan dia jadi jembatan bagi kehidupan bagi orang lain.
Taksi tua itu telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa, menembus tahun demi tahun dengan mengibarkan Blue Bird.Â
Namun, payung armada yang besar itu sebenarnya ada di tangan seorang pemimpin. Â Pemimpin perempuan yang pemberani, kokoh dalam mengkomando, keteguhan jiwa yang mengagumkan.
Sosok perempuan yang tak terkalahkan oleh kesulitan dan terjangan badai itu adalah Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Dia dikenal dengan nama bu Djoko. Pendiri pertama Blue Bird yang punya nilai tinggi dalam pengelolaan perusahaan Blue Bird.
Kuceritakan awal mulanya Blue Bird yang penuh dengan inspiratif perjuangannya. Dimulai dari kekuatan hati seorang ibu.Â
Gundukan merah yang penuh dengan taburan bunga mawar merah dan putih merupakan kesedihan bagi Bu Djoko. Â Airmatanya sudah kering. Â Suaminya Prof Djokosoetomo S.H. itu sudah kembali kembali ke sisiNya. Â Suaminya tak pernah kembali ke sisinya.
Tapi kenangan indah tak pernah terlupakan itu selalu menyelimuti dirinya di hari-hari setelah kematian suaminya. Â Mendiang suaminya adalah lelaki pendiam, tenang seperti air yang mengalir tenteram. Â Bu Djoko sebaliknya, dia dinamis, selalu "hidup" dan pembicaraannya menarik untuk diikuti , bahkan mewarnai hidup.
Hidup mereka sederhana. Â Meskipun suami punya jabatan terhormat di Gubernur PTIK dan PTHM, penasehat hukum Presiden RIK Soekarno, tetapi mereka tidak bergelimangan materi.
Bu Djoko sekarang harus menapaki sisa hidupnya dengan tiga orang anaknya, Chandra Suharto, Mintarsih Lestiani dan Purnomo Prawiro. Â Ketiga anaknya ini jadi kekuatan hidup untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.
Chandra dan Mintarsih masih kuliah, sementara Purnomo di bangku SMA. Â Dia selalu jadi penyemangat anaknya.
"Yuk kita tinggalkan tempat ayah, dia sudah tenang. Kita harus tegak berjalan di hidup ini.., sambung Bu Djoko kepada ketiga anaknya meninggalkan pemakaman di Taman Pahlawan.