Sejak ada covid-19 selama sebulan saya berbelanja tetap di pasar tradisional di pagi hari sekali ketika pengunjung belum banyak. Biasanya saya belanja sayur-sayuran dan bumbu dapur di pasar trasidisonal. Semua catatan yang akan dibeli sudah saya persiapkan sejak dari rumah. Â
Begitu bangun tidur, ganti baju dan sikat gigi, langsung menuju ke  pasar yang letaknya hanya 3 meter dari rumah. Dengan catatan  yang sudah dibuat itu, saya langsung jalan kaki. Catatan ini akan mempermudah dan mempercepat belanjaku. Hanya dalam waktu singkat saja, 15 menit, aku sudah mendapatkan sayur mayur yang ada dalam catatan. Pulang langsung mandi sesuai dengan protocol Covid-19.  Â
Nach, soal harga sayuran di pasar tradisional ketika jelang Ramadan, umumnya tidak naik. Â Jadi ngga ada inflasi besar-besarnya seperti tahun yang lalu. Â Kondisi sekarang ini sangat berbeda karena daya beli warga jadi berkurang karena dampak ekonomi, PHK, berkurangnya pendapatan.Â
Sebagian kecil sayur saja  ada yang naik. Misalnya bawang Bombay, bawang putih dan paprika. Harganya mahal luar biasa, bisa berlipat 3 hingga 4 kali lipat. Oleh karena itu saya menyiasati untuk bawang Bombay diganti saja dengan bawang putih, untuk paprika saya tidak gunakan sama sekali. Alasan penjual mengapa harga bawang bombay dan bawang putih mahal karena keran impor belum dibuka. Lumayan pusing, karena saya suka memasak dengan bumbu bawang putih. Menyiasati dengan beli sedikit dan secukupnya saja.
Untuk sayuran yang lainnya seperti kol, kentang, wortel, buncis , kacang panjang, bayam, kangkung, selada, tidak ada kenaikan. Umumnya saya membeli sayuran sesuai dengan kebutuhan. Saya  tidak pernah  membeli dalam jumlah besar. Sayuran tidak perlu disimpan begitu lama, apalagi lokasi pasar begitu dekat, hanya sejengkal. Sebagai ibu rumah tangga yang  tiap hari belanja, saya sudah hafal mana harga yang naik dan mana yang tidak.Budget belanja tiap hari sudah saya hitung, sehingga tidak bisa melebihi dari budget.
 Kebutuhan pokok, beras, minyak goreng , teh, roti, di tingkat supermarket tidak naik karena stock yang ada di sana mencukupi kebutuhan konsumen.  Beras yang saya beli adalah beras merah. Agak mahal dibandingkan beras putih. Tetapi kami sudah konsumsi sejak kami mengikuti pola hidup sehat.  Harga beras merah cukup stabil baik di pasar tradisional maupun di supermarket.
Sementara daging, ikan , ayam yang saya beli di supermarket. Umumnya harga juga stabil karena saya juga tidak membeli secara besar-besaran.  Jika beli ayam hanya l/2 kg saja, untuk gurame biasanya saya beli dua ekor dimana harga di supermarket sama dengan di pasar tradisional.  Di supermarket, biasanya sudah dibersihkan dan ada yang diberikan bumbu (gurame) sehingga saya cukup tinggal menggoreng atau membakarnya .
Kenaikan yang sangat signifikan adalah gula putih dimana biasanya harga  hanya RP.12.000 per kilo sekarang menjadi RP.19.000 per kilo.  Beruntung saya tak pernah konsumsi sejak kami mengurangi gula.
Untuk buah-buahan, kami membeli buah lokal yang sedang musim seperti papaya, pisang dan kadang-kadang buah impor apel dan peer. Â Harganya juga tidak begitu naik karena pasokannya juga cukup sementara permintaan pembeli tidak begitu banyak.
Buah-buah khas Ramadan yang sering diborong orang  adalah buah-buah suri, semangka tidak ada kenaikan.  Begitu banyak yang dijual tetapi sepi pembeli.
Di pasar tradisional, saya suka berbincang dengan penjualnya, kenapa sayur, kenapa sekarang jual sayur dan buah2an tak begitu banyak. Jawabnya karena pembeli sekarang lebih sepi dibandingkan tahun lalu. Â Sulitnya lagi, jika tahun lalu, banyak restoran atau ibu-ibu yang masih menerima rantangan atau pesanan untuk Ramadan, sekarang semuanya berhenti, khusus untuk konsumsi rumah tangga biasa. Â "Untungnnya harga ngga melonjak tinggi, jadi kami tak rugi besar", kata pedagang.