Begitu banyak alasan yang dikemukakan oleh para pengguna mobil yang segan sekali untuk beralih kepada angkutan umum. Saat ada kebijakan baru dengan adanya perluasan wilayah pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil-genap ternyata tidak mendorong warga beralih untuk gunakan transportasi umum.
Hampir 25 ruas jalan di Jakarta sudah terkena kebijakan ganjil-genap sejak tanggal 9 September. Sebelumnya sudah ada sosialisasi sejak tanggal 1 September hingga  8 September.
Ketika kebijakan itu diberlakukan di lapangan, terutama dimulai pada hari Senin yang merupakan hari pertama dan hari yang padat untuk lalu lintas di Jakarta. Banyak anggota polisi yang bertugas untuk melakukan patroli menangkap mereka yang tidak mengindahkan peraturan kebijakan ganjil genap itu.
Di hari kedua, jumlah pelanggar ganjil genap yang melanggar dan ditangkap sebanyak 1.761 orang. Cukup besar. Menandakan belum banyaknya kesadaran dari pengguna mobil untuk beralih kepada transportasi umum.
Ketika mereka tertangkap oleh petugas, ada yang ingin bermain kucing-kucingan dengan petugas, bahkan ada yang ingin menyogok atau ada yang berdalih bahwa dia tidak melihat rambu-rambu lalu lintas tentang adanya peraturan ganjil-genap.
Sekali lagi, setiap pengendara merasa bahwa kenyamanan dan keamanan untuk gunakan kendaraan pribadinya itu adalah faktor utamanya. Jika dia harus berubah untuk menggunakan transportasi umum, dia tak mau.
Percaya bahwa pengemudi itu mengetahui apa maksud pemerintah DKI implementasikan perluasan ganjil genap. Alasannya yang terutama adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan karena dalam bulan Juli-Agustus terakhir ini kualitas udara di Jakarta sangat buruk sekali.
Kebijakan Publik  vs Kepentingan Pribadi
Setiap kebijakan publik punya dua sisi yang saling bertolak belakang. Sisi pertama, untuk tujuan kebaikan bagi semua warga agar dapat menghirup udara Jakarta yang lebih sehat.
Sisi lainnya adalah, dampak sosial yang ditimbulkan selalu dianggap menyulitkan bagi pemilik kendaraan pribadi, pemilik mobil online yang harus mengikuti ganjil genap dan dianggap tidak populer.
Benturan itu selalu ada dan terus ada. Kebijakan itu harus tetap dievaluasi apakah efektif atau tidak?
Perilaku warga yang selalu tidak ingin naik transportasi umum karena tidak nyaman dan tidak aman, harus secepatnya diimbangi dengan perbaikan pelayanan, baik dalam jumlah armada, kualitas dari supir, maupun kondisi dari kendaraan itu sendiri.