Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kaya Bisa Instan, tapi Sukses Tidak Bisa Instan

7 Februari 2018   14:44 Diperbarui: 8 Februari 2018   11:21 2295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang sering rancu bahwa orang yang kaya itu identik dengan orang yang sukses. Selain itu,  ada persepsi bahwa orang kaya itu pasti dapat dicapai dengan instan.

Sebelum melangkah lebih jauh, pemahaman bahwa orang kaya tidak sama dengan  sukses. Orang kaya dapat memperoleh kekayaannya dengan instan misalnya dengan mendapatkan warisan dari orangtua, hibah, lotre, merampok, menipu orang atau hasil korupsi.

Hal ini berbeda dengan orang sukses. Sukses tidak dapat diperoleh dengan instan. Sukses membutuhkan suatu  proses yang cukup lama tergantung dari kegigihan dan keteguhan orang yang ingin meraih kesuksesan.

Tolak ukur dari suatu kesuksesan itu dilihat dari perspektif dari tiap individu bukan dari orang lain. Setiap individu punya goal atau tujuan hidup. Dengan adanya tujuan hidup, orang mulai menciptakan suatu rencana atau peta dalam hidupnya. Tanpa rencana atau peta, orang tidak mungkin berjalan sesuai dengan apa yang diinginkannya.   

Langkah-langkah untuk berjalan sesuai dengan apa yang sudah dijabarkan dalam suatu peta. Peta itu menjadi kunci utama ketika kita melangkah. Analogi dari suatu perjalanan sukses dapat digambarkan seperti orang yang sedang ikut suatu lari maraton.

Lari maraton itu awalnya tidak mudah karena orang yang belum pernah pernah lari maraton akan merasa sangat berat. Ketika orang yang berlari maraton untuk 32 km,   di awal 1 sampai 10 km itu perjuangan yang sangat berat terjadi. 

Pergumulan betapa beratnya lari karena kaki serasa kram, badan penuh dengan peluh karena semua orang sudah mendahului kita, tapi kita masih belum bisa memacu lebih keras. Lari maraton bukan lari yang kencang. Tetapi lari yang diciptakan untuk bisa mencapai tujuan sampai finish. 

Seseorang yang lari tapi hanya selesai ditengah perjalanan, artinya dia bukan pelari maraton yang baik. Beratnya suatu perjalanan dirasakan pada awal perjalanan.   Apalagi di km 12, terjadilah self-talk. Biasanya timbul energi negatif, kita ingin  berhenti saja, buat apa melanjutkan , buat apa kita harus berjuang sampai selesai.   Pergumulan dengan diri sendiri jauh lebih berat ketimbang dari perjalanan itu. Apabila kita tidak mampu melawan pikiran negatif kita,  badan kita pun jadi lemah. Badan lemah itu akhirnya menghentikan perjuangan untuk menyelesaikan lari maraton.

Berhenti ditengah jalan di lari maraton bagaikan kita berhenti untuk mencapai sukses.

Apa tanda-tanda bahwa kita sudah mencapai titik kesuksesan?  

Dalam dunia maraton, kita dapat melihat garis finish, tapi tidak dengan titik kesuksesan. Orang yang sudah berusaha setengah mati dan melalui proses panjang untuk mencapai garis akhir akan merasa capek di tengah jalan karena tidak atau belum melihat tanda-tanda adanya kesuksesan di depannya. Seolah orang tak menemukan "clue" di posisi atau titik  mana dia berada? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun