Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menimbang Kembali Netralitas NU pada Pilpres 2019

10 Agustus 2018   00:42 Diperbarui: 10 Agustus 2018   13:16 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin hal inilah yang tidak ingin terulang kembali pada pilpres tahun 2019. Ma'ruf Amin diyakini bisa memperkuat suara Jokowi. Suara-suara nahdliyin (sebutan warga NU) didaerah-daerah bisa menjadi lumbung suara pasangan Jokowi-Ma'ruf. 

NU dikenal sebagai organisasi islam tradisional. Pengikutnya diyakini begitu loyal dalam mendukung kandidat yang telah ditunjuk oleh Kyai (sebutan pimpinan pesantren) untuk dipilih oleh santrinya (pelajar di pesantren).

Namun kendalanya saat ini adalah biasanya pengurus besar nahdlatul ulama (PBNU) selalu netral dalam menentukan pilihan pemimpin bagi pengikutnya. Sehingga NU itu terkenal dengan sebutan organisasi islam yang tidak berpolitik praktis. Meskipun ada beberapa tokohnya yang dicalonkan oleh partai politik. Namun organisasi islam NU biasanya selalu menjaga netralitas dalam pemilihan kepala daerah. 

Hal ini terjadi pada saat pilkada di Provinsi Jawa timur. Kedua kandidatnya berasal dari tokoh NU yakni Ibu Khofifah dan Gus Ipul. Khofifah merupakan pempinan organisasi ibu-ibu muslimat NU. Sementara Gus Ipul adalah ketua gerakan pemuda Anshor.

Apabila keputusan ini juga berlaku pada pilpres mendatang pada tahun 2019. Koalisi pendukung Presiden Jokowi pasti yang akan dirugikan. Lumbung-lumbung suara NU yang berasal dari derah-daerah tidak bisa didapatkan secara penuh.

Hal ini tentu butuh strategi yang baik untuk bisa memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf pada pilpres tahun 2019. Mungkin harapan partai koalisi pendukung Jokowi memasangkan Presiden Jokowi dengan Ma'ruf adalah untuk meminimalisir isu-isu agama yang suatu saat berkembang dimasyarakat. 

Sehingga apabila terjadi tidak berpengaruh besar terhadap pilihan masyarakat. Karena cawapres Jokowi berasal dari tokoh Islam dari salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia.

Sejarah mencatat ada petahana yang mengikuti pilihan presiden pada periode kedua dan berhasil memenangkannya. Pada pemilu presiden tahun 2009 di Indonesia. Waktu itu Presiden SBY berpasangan dengan Boediono. 

Pasangan tersebut bisa memenangkan pemilu. Setelah itu pada pemilu presiden Amerika Serikat pada periode kedua. Obama bisa terpilih kembali menjadi Presiden Amerika Serikat. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden saat menjabat selama lima tahun.

Namun pengalaman buruk petahana terjadi pada pilpres tahun 2004. Saat itu mantan Presiden Megawati Soekarno Putri harus mengakui keunggulan lawannya Pak SBY. Ibu Mega saat itu berpasangan dengan Ketua PBNU Almarhum Kyai H. Hasyim Muzadi.

Belajar dari kegagalan pada pilpres pertama di Indonesia secara langsung tersebut. Mesin-mesin partai koalisi pendukung Presiden Jokowi yang berada didaerah-daerah harus bisa bekerja lebih keras lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun