Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukum Berkurban di Hari Raya Idul Adha

24 September 2015   08:53 Diperbarui: 24 September 2015   10:10 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

“Pergilah dan saksikan penyembelihan hewan kurbanmu dan ketahuilah bahwa begitu tetesan pertama dari darahnya menetes di atas bumi ini, maka saat itulah Alloh SWT akan mengampuni dosa-dosa kamu yang telah lalu”. (Rasullullah berkata pada putrinya Sayyidatuna Fathimah Azzahra)

Hukum berkurban pada mulanya adalah sunnat muakad. Suatu hukum dalam Islam apabila perbuatan itu dilakukan akan mendapatkan pahala. Namun bila ditinggalkan atau tidak dikerjakan tidak berdosa. Hukum berkurban bisa menjadi wajib bila seseorang pernah bernadzar kepada Allah SWT akan berkurban apabila mendapatkan suatu kebahagiaan. Suatu nadzar (janji kepada Allah SWT) yang tidak dikerjakan tentu akan mendapatkan dosa bagi pelakunya.

Setelah hewan kurban disembelih. Bagi pengorban dengan hukum sunnat muakad boleh mengambil sebagian daging atau kulit dari hewan kurbannya. Sedangkan bagi pengorban dengan hukum wajib tidak boleh mengambil sebagian daging atau kulit dari hewan kurbannya. Panitia penyembelihan tidak diperbolehkan menjual daging/kulit dari hewan kurban. Panitia penyembelihan hanya bertugas untuk menyalurkan daging kurban terutama kepada kaum fakir miskin. Masyarakat luas yang sudah mampu boleh menerima daging kurban. Setelah daging itu dibagikan, penerima diperbolehkan untuk memasak sendiri ataupun menjualnya kembali.

Sejarah Berkurban

Hari raya Idul Adha adalah hari besar umat Islam pada tanggal 10 dibulan Dzulhijah. Dalam tradisinya umat Islam akan menyembelih hewan kurban seperti kambing, domba, sapi atau unta. Ada syarat-syarat tertentu untuk memilih hewan yang akan dijadikan kurban.

Hari raya Idul Adha berasal dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Putranya Nabi Ismail AS. Perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya itu terjadi melalui mimpi. Mimpi pertama pada tanggal 8 Dzulhijah disebut dengan tarwiyah, karena Nabi Ibrahim AS masih mengalami keraguan apakah mimpinya itu datangnya dari Allah SWT atau dari setan. Mimpi kedua pada tanggal 9 Dzulhijah disebut dengan arofah, karena Nabi Ibrahim AS sudah yakin kalau mimpinya itu memang berasal dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril. Mimpi seorang Nabi itu bisa berarti wahyu yang wajib untuk dikerjakan. Orang yang berhaji pada tanggal 9 Dzulhijah biasanya berkumpul di padang arofah untuk mengingat kejadian bersejarah ini. Pada malam hari kesepuluh, Nabi Ismail AS. bermimpi lagi untuk ketiga kalinya dengan mimpi yang sama pula. Maka keesokan harinya (10 Dzulhijah) Nabi Ibrahim melaksanakan perintah itu, karena itu disebut hari Nahar yang berarti hari penyembelihan.

Karena ketakwaanya untuk menjalankan perintah Allah SWT. Maka ketika Nabi Ibrahim AS akan menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail AS. Allah SWT menggantinya dengan domba dari surga melalui perantara Malaikat Jibril. Domba itu adalah hewan kurban dari habil putra Nabi Adam AS. Sehingga untuk memperingati kejadian bersejarah ini. Maka pada setiap tahunnya di tanggal 10 Dzulhijah umat Islam di seluruh dunia memperingatinya sebagai hari raya Idul Adha.

Pesan moral yang dapat kita ambil dari sikap Nabi Ismail AS adalah beliau selalu mentaati perintah orang tua selama perintah itu tidak melanggar ketentuan agama. Seperti Hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini:

Ridlo (restu) Allah SWT itu tergantung pada ridlo kedua orang tuanya. Dan murka Allah SWT itu tergantung pada kemurkaan kedua orang tuanya. (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)

Biasanya ketika anak sudah dewasa maka orang tua akan mengalami masa uzur dimana kesehatannya sudah mulai menurun. Sebagai seorang anak kita wajib untuk merawat beliau dengan sebaik-baiknya karena beliaulah yang merawat kita ketika kita masih tidak berdaya diwaktu kecil. Dan janganlah sekali-kali untuk membantah perintah orang tua apalagi membentaknya dangan berkata ah! Karena hal itu bisa menyebabkan murka Allah SWT kepada seorang anak yang membangkang. Hal itu bisa menyebabkan kesulitan anak untuk bertahan hidup dalam mencari rezeki. Berani kepada orang tua akan mengakibatkan menyempitnya rezeki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun