Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Saya Budayakan Pancasila" Bukan "Saya Pancasila"

1 Juni 2017   13:21 Diperbarui: 1 Juni 2017   16:30 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada hari ini, tanggal 1 Juni 2017 merupakan hari peringatan Kelahiran Pancasila dan sudah kita sepakati lama Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Saya heran juga secara tiba tiba ada semboyan “Saya Indonesia Saya Pancasila”. Padahal, ketika awal tahun transisi antara kepemimpinan SBY kepada JKW hingga akhir tahun 2016, kita tidak pernah mendengar kata Pancasila yang digadang-gadang seperti hari ini.  

Didalam Pancasila, ada sila pertama yang sangat sakral dan sensitif yang telah diterima oleh semua agama serta telah diakui resmi di Indonesia yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.  

Kalau ada semboyan “Saya Pancasila” artinya adalah bisa menjadi “Saya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga bisa memposisikan kita sebagai manusia juga sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Didalam Pancasila ada kalimat terpenting dan sakral yang telah kita sepakati dalam periode cukup lama yaitu butir sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” jika kita menyebutkan “Saya Pancasila” artinya bisa menjadi sebuah pengertian yang dapat membias menjadi slogan, semboyan “Saya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Jika slogan, semboyan ini kita biarkan dan tidak kita koreksi, nantinya akan sangat melenceng dari hakikat dan makna “Sila Ketuhanan Yang Maha Esa” itu sendiri.

Penulis mengusulkan niat baik dari kalimat “Saya Pancasila” menjadi “Saya Budayakan Pancasila”. Sehingga setiap warga Negara Indonesia bisa membudayakan didalam kehidupannya sehari hari didalam interaksi sosialisasi berbangsa dan bernegaranya, semua nilai-nilai sila didalam butir butir Pancasila.

Tulisan ini, tidak ingin menjadi sikap menolak kepada slogan, semboyan yang telah digagas oleh Presiden Jokowi, tapi tulisan ini hanya ingin saling ingat mengingatkan kita semua agar waspada dengan mencuatkan sebuah slogan, semboyan yang bersifat Nasionalisme akan tetapi arti dan maknanya bisa melenceng menjadi merendahkan hakikat dan makna “KETUHANAN YANG MAHA ESA” itu sendiri.  

P A N C A S I L A

1.   KETUHANAN YANG MAHA ESA.

2.  KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB.

3. PERSATUAN INDONESIA.

4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA.

Banyak orang saat ini, tiba-tiba secara dadakan seolah olah menjadi sangat Pancasilais serta meneriakkan kata Pancasila dengan heroiknya. Kita berdo’a saja semoga mereka sebagai orang-orang yang mulai dan sudah sadar terhadap makna dan jiwa Pancasila itu sendiri.  

P A N C A S A L A H

1. Keuangan yang Maha Kuasa,

- Semua kekuatan simpul massa masyarakat pendukung dan pengikut dikendalikan dengan taburan uang haram seperti disaat H-1 Pemilu/Pilkada ada gerakan distribusi sembako secara melanggar hukum untuk menyogok suara demi pemenangan calon pimpinan pusat/daerah.

- Menebar uang untuk membeli suara secara melanggar hukum dan melakukan kejahatan IT digital untuk memanipulasi suara pemenangan pimpinan Nasional/Daerah.

- Menguasai media massa dengan kekuatan uang untuk menggiring opini masyarakat kearah opini yang membingungkan dan menyesatkan sebuah kebenaran dan keadilan.

- Melakukan pembangunan infrastruktur tanpa kompromi dan musyawarah rinci dan jelas dengan rakyat setempat untuk kepentingan kelompok tertentu diluar kesepakatan Nasional seperti melakukan proyek reklamasi secara terselubung penuh permainan uang besar.

- Membayar para tokoh intelektual pemberitaan yang melacurkan diri untuk berbicara di semua media yang dikuasai untuk membentuk opini “pembenaran” yang salah menjadi tidak bersalah.  

2. Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab,

- Merekayasa penegakan hukum dengan memperlemah sejak Berita Acara dari Penegakan hukum awal, serta tuntutan Penuntut sehingga yang seharusnya bersalah, di lakukan pembenaran kearah tidak bersalah, ketidak keadilan menjadi mencuat disaksikan oleh seluruh rakyat.

- Merekayasa pemberitaan dan mengerahkan massa bayaran dengan memutar balikkan laku salah kepada kelompok lain. Mereka yang memulai dan mengawali ujaran Intoleransi dengan penistaan agama, akan tetapi kelompok agama yang dinista itu dikatakan sebagai kelompok paling Intoleransi yang sesungguhnya serta tidak bisa menjalankan Ke-Bhineka Tunggal Ikaan bahkan disindir sebagai kelompok radikal dan sangat radikal. Kejahatan minoritas terhadap mayoritas.

- Memobilisasi massa tertentu yang menggunakan tameng predikat keindahan, harmoni dan kedamaian untuk menyindir kelompok lainnya dengan berbagai kalimat sloganis sarkasme dan menyatakan sebuah putusan vonis Pengadilan resmi dengan penuh ketidak adilan. Lalu dengan cara itu mereka ingin menyampaikan hanya kami yang paling toleransi, hanya kami yang paling Pancasilais, hanya kami yang mampu mengerti Kebhineka Tunggal Ikaan, hanya kami yang tidak radikal serta paling damai dan lain sebagainya.

- Memutar balikkan kenyataan tindak kesalahan menjadi pembenaran ketidak salahan.   

3. Perpecahan Indonesia,

- Atas persaksian rakyat terhadap ketidak adilan yang selalu dipamerkan, akan sangat kuat menjadi bibit potensial perpecahan diantara kelompok rakyat serta etnis suku bangsa         Indonesia. Oleh karena itu sangat di butuhkan tindakan segera untuk memberdayakan tindakan hukum yang berkeadilan secara benar dan konsekwen didalam setiap penegak hukum.

- Distribusi pembangunan ekonomi disemua daerah sangat perlu dipertimbangkan realisasinya secara berkeadilan dan transparan, sehingga semua daerah menjadi potensi andalan spesifik kekuatan fundamental ekonomi Nasional.

- Hindari stigmanisasi asal usul teror kepada suatu golongan dan kelompok tertentu yang tidak berdasarkan fakta yang jelas dan kuat dan hanya memihak kepada kepentingan asing   tetentu.

- Pemerintah harus mampu meredam secepatnya upaya-upaya sparatisme kelompok ideologi tertentu didaerah atas pengaruh konspirasi asing yang ingin memecah belah NKRI.    

4. Kedaulatan kelompok yang dipimpin hikmat kebijaksanaan persekongkolan kelompok,

- Didalam kenyataan proses berbangsa dan bernegara di Indonesia, sering kita saksikan yang berjalan adalah kedaulatan kelompok atas perundingan dari konspirasi para partai           politik yang hanya mementingkan keberhasilan konspirasi kelompok partai politik yang selanjutnya mengarah kepada perwujudan penderitaan rakyat serta pemarginalan usaha           ekonomi rakyat.

- Demokrasi yang berkembang di Indonesia adalah demokrasi yang sudah lama mengakar sejak Soempah Pemoeda tahun 1928 yaitu merupakan sebuah kedaulatan rakyat yang bisa   menentukan arah dan tujuan cita cita kerakyatan didalam berbangsa dan bernegara. Kedaulatan rakyatlah yang menentukan arah dan kebijaksanaan Pemerintah. Pemerintah             adalah hanya sebagai lembaga yang dikuasakan oleh rakyat dan harus patuh kepada kedaulatan rakyat untuk menjalankan arah dan tujuan pencapaian cita cita Kemerdekaan               Indonesia yaitu keadilan sosial ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Ketidak adilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

- Kalau kelompok atau golongan bahkan simpul massa tertentu yang dekat dengan kekuasaan, boleh melanggar hukum dan ketentuan serta aparat penegak hukum juga terlihat         melakukan pembiaran atas pelanggaran hukum dan ketentuan tersebut. Jika kelompok atau golongan atau simpul massa lainnya harus mentaati hukum dan ketentuan yang                 berlaku, jika tidak, aparat penegak hukum membubarkannya atau menyerang dengan alat teknis pembubaran. Semua ini disaksikan dan ditonton oleh seluruh rakyat.

- Usaha ekonomi kerakyatan selalu mendapatkan perlakuan marginalisasi baik melalui perundang-undangan dan ketentuan lainnya. Didalam periode pemarginalan ini, perkembang      tumbuhan ekonomi modal kuat dan ekonomi modal asing sangat pesat, sehingga kenyataan yang dialami rakyat adalah pemarginalan dan pemiskinan struktural. Upaya                          Pemerintah untuk mengkaji dan mengevaluasi perundang-undangan dan ketentuan berjalan yang memarginalkan usaha rakyat, tidak berjalan baik, berkesan pembiaran                          permasalahan berjangka panjang.

- Harga pokok usaha rakyat terhadap bahan baku, selalu meningkat naik sebagai dampak kebijakan makro ekonomi dari Pemerintah yang memahalkan harga bahan baku usaha         rakyat sehingga usaha ekonomi rakyat selalu memiliki kemampuan daya saing yang sangat rendah. Kebijakan makro yang menaikkan harga energi listrik dan harga BBM serta             harga BBG, Pajak PBB, harga pelintasan jalan tol, jalan tranportasi yang macet serta kurs rupiah terhadap mata uang asing yang selalu bergejolak, berdampak kepada gejolak naik       harga bahan baku usaha rakyat dan ini memperlemah daya tahan eksistensi usaha rakyat.

- Konsumen Indonesia selalu mendapatkan kondisi harga kebutuhan hidup yang meninggi terutama dihari-hari besar meninggi dalam persentase tertinggi. Hal ini selalu dengan           alasan klasik permintaan yang meningkat suplai yang kurang. Padahal sebelum hari besar sangat bisa diprediksi dan dipersiapkan tersistem oleh para Satgas pengawasan harga           dengan mitranya. Hal ini selalu dimanfaatkan oleh para produsen besar untuk meraup keuntungan yang sangat besar dari penetapan kenaikan harga yang sepihak sebagai dampak     tidak adanya pengawasan harga dari Pemerintah secara ketat yang tidak memiliki patokan harga eceran tertinggi dan harga eceran terbawah.

Demikian tulisan ini disampaikan kepada masyarakat, dan penulis hanya semata berniat dan bermaksud untuk saling ingat mengingatkan menuju kebangkitan Indonesia yang terbaik diantara para bangsa di dunia. Mohon maaf penulis jika ada kalimat yang berdampak kepada kemungkinan salah menafsirkan isi tulisan ini dari pembaca. (Ashwin Pulungan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun