Mohon tunggu...
Diana Manzila
Diana Manzila Mohon Tunggu... -

Ibu Rumahtangga, tenaga Buruh di Penerbit Intrans Publishing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manunggaling Kawulo lan Gusti

18 Mei 2013   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:24 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebentar lagi Malang akan berpesta demokrasi dalam pilwali di bulan Mei nanti, sebagaimana aktivitas rutin para calon, semboyan-semboyan atau janji calon menjadi daya pikat tiap pasangan. Namun masyarakat kian cerdas menerima suguhan-suguhan kampanye yang diserukan. “Kami tidak percaya omong mbak, sudah sering dengar hal yang sama didengugkan tanpa tindakan” Ucap Painem (nama samaran) pedagang kaki lima pinggiran Kota.

Melihat respon masyarakat yang kian cermat menanggapi pesta demokrasi, penulis teringat akan istillah “Manunggaling kawulo lan gusti” yang di tulis dalam buku “Arsitektur Demokrasi Indonesia,-gagasan awal Demokrasi para pendiri Bangsa-”.

Dalam buku tersebut, dipaparkan beberapa karakteristik masyarakat Jawa yang udah ada sebelum masa penjajah yang saling bahu-membahu dengan para pemimpinnya.

Dimana “gusti” mempunyai kewajiban dan tanggungjawab moral untuk melindungi dan memberikan keadilan pada “Kawula”, begitupun “Kawula” berkewajiban untuk memberikan dukungan serta melaksanakan perintah gustinya..

Jika system tersebut sudah terlaksana, maka yang tercipta adalah gootong-royong antar penguasa dan rakyat.

Penguasa kala itu menerapkan konsep Astabrata, yakni, sifat dermawan sebagai ciri khas Batara Indra, mampu menekan kejahatan sifat Dewa Yama, bertindak bijaksana ciri khas dewa Surya, kasih sayang pada bawahan yakni pengejawantahan Batara Candra, pandangan yang teliti perwujudan dari Dewa Angin, Intelektual dan kecerdasan seperti Dewa Baruna, dan keberanian yang berkobar-kobar bak Dewa api.

Namun dalam pejalanannya, sifat-sifat itu terkikis dan berhasil di hapus oleh Belanda. Para Ambtenar dan Komprador tidak lagi dipercaya oleh rakyat karena kebijakan yang memihak.

Sekarang, tugas berat para calon terpilih nanti untuk mengembalikan sosok pemimpin yang dicintai rakyat dan memiliki kebijakan yang tegas. Membatasi investor-investor asing yang membredel pasar rakyat, maupun fasilitas publik yang ramah wong cilik, semoga sebua tidak sebatas janji yang akan melayang bersamaan angin dingin Malang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun