Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK), Selasa, 24 Juli 2014, mengadakan open house di rumahnya di Jalan haji Bau, Makassar, Sulawesi Selatan. Antusiasme penduduk sekitar sangat besar. Beberapa pingsan akibat berdesakan, bahkan seorang bocah meninggal setelah terjebak dalam kerumunan.
Open house di hari kedua Idul Fitri 1435 Hijriyah ini, Selasa, 29 Juli 2014 lalu, dianggap sebagai kesempatan warga untuk melihat mantan wakil presiden yang kembali menjadi calon wakil presiden terpilih Indonesia lebih dekat. Pada kesempatan itu JK memberikan sedekah berupa satu dus kue lebaran dan uang tunai senilai Rp 50.000.
Menurut pemberitaan di sejumlah media, korban meninggal saat open house di rumah JK di Makassar tersebut adalah Radika (11), seorang anak kelas VI SD warga Jalan Daeng Tantu, Kelurahan Rappokalling, Kecamatan Tallo, Makassar.
Terkait dengan tragedi di open house yang diselenggarakan di rumahnya di Makassar itu, JK mengatakan tak menyangka jumlah masyarakat yang datang ke rumahnya mencapai beberapa kali lipat dari pada tahun-tahun sebelumnya.
Menurut JK, jumlah orang yang datang ke rumahnya kali ini mencapai 5.000-an orang. Jumlah itu sekitar lima kali lipat dari jumlah warga yang datang setiap tahunnya. “Biasanya itu hanya 1.000 orang. Nah, tadi itu sampai 5.000 orang,” kata JK saat diwawancarai Metro TV di rumahnya, Selasa petang, sebagaimana dikutip solopos.com.
Tips Bagikan Zakat Aman Versi JK
Sebagai keluarga pengusaha kaya, JK kerap mengeluarkan zakat dan tidak terjadi apa-apa. Kalla pun membagi tips kepada para dermawan agar tetap aman dan tak memakan korban seperti insiden di Pasuruan.
"Saya ingin bertukar pengalaman karena keluarga saya sudah 50 tahun melakukan hal sama membagi-bagikan zakat dan infaq tiap tahun," ujar JK saat memberikan jumpa pers di Istana Wapres, Jl Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2008).
Menurut JK yang waktu itu menjabat Wapres Susilo Bambang Yudhoyono, selama 50 tahun membagikan zakat, tak terjadi insiden yang melayangkan banyak nyawa seperti insiden ‘Zakat Maut’ di Pasuruan, Jawa Timur.
"Yang datang dua hingga tiga ribu bahkan sampai 5 ribu orang. Tapi selama 50 tahun tidak terjadi apa-apa dan aman-aman saja dan tidak terjadi apa-apa karena rumah saya saat kecil dekat dengan masjid di Makassar," beber JK, kala itu.
Menurut JK, kesalahan pembagian zakat di Pasuruan tersebut yaitu terlalu lama orang berkumpul. Lagi pula waktu pembagian sampai matahari sudah menyengat kulit tubuh.
"Saya dulu waktu kecil karena saya panitia tetap pembagian biasanya tidak lebih dari jam tujuh pagi," jelas anak pengusaha Hadji Kalla di Makassar itu.
Oleh karena penerima zakat banyak, lanjut JK, keluarganya selalu mengadakan penerimaan zakat di Mesjid. "Mending memang lewat masjid kami laksanakan seperti itu sampai 50 tahun. Mereka duduk lalu dibagikan. Masjid juga punya halaman yang luas," jelas JK.
Pengalaman JK sebagaimana diwartakan detik.com di atas disampaikannya memang terkait dengan terjadinya insiden ‘Zakat Maut’ pada 15 September 2008 di mulut Gang Pepaya, Jalan Wahidin Selatan, Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur. Atas peristiwa itu, maka pada Selasa (2/6/2009) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan yang menyidangkan perkara tersebut akhirnya menjatuhkan putusan tiga tahun penjara kepada terdakwa H Ahmad Faruq.
Majelis hakim yang diketuai Sutarjo didampingi dua anggotanya yakni Ratna dan Ahmad Rifa’i menganggap terdakwa telah lalai ketika melaksanakan pembagian zakat sehingga mengakibatkan 21 orang meninggal dunia dan 12 orang luka-luka.
Majelis hakim menetapkan kalau Ahmad Faruq telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP. Dalam pasal 359 menyatakan kalau kelalaian terdakwa mengakibatkan orang meninggal dunia. Sedangkan pada pasal 360 menyebutkan kalau kelalain terdakwa menimbulkan orang luka-luka.
Sedangkan, pada dakwaan primer pada pasal 338 terkait pembunuhan tidak terbukti dilakukan terdakwa. Putusan yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta pidana terhadap terdakwa selama lima tahun penjara.
Dalam amar putusannya, salah satu hal yang memberatkan terdakwa adalah terdakwa tidak mampu mengatur jalannya pembagian zakat. Sedangkan hal yang meringankan yaitu terdakwa diantaranya telah memberikan santunan kepada keluarga korban. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H