Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rujak Gendong di Kebun Pak Lurah

6 Maret 2025   15:23 Diperbarui: 11 Maret 2025   17:00 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen Rujak Gendong (Sumber: freepik)

Kalau bukan karena Waginem, mungkin jalan ini masih berbentuk bongkahan-bongkahan batu yang ditata dan tak senyaman sekarang, sudah diaspal, kata mandor proyeknya tebal aspalnya 20 cm. Kalau bukan karena Waginem, mungkin mbok-mbok penjual sayur itu akan sering tersandung batu dan tertusuk kerikil kakinya, namun jalan ini sekarang sudah lebar dan halus, mbok-mbok penjual sayur jadi lebih mudah untuk menapaki jalanan menuju Pasar Kaki Lima itu.

Sampai hari ini aku masih belum tahu sebabnya, kenapa pasar itu dinamakan Pasar Kaki Lima. Menurut beberapa orang dengan versi cerita yang berbeda-beda, dulu banyak pedagang kaki lima yang berkumpul di sana, sehingga dinamakan kaki lima. Ada juga yang menceritakan bahwa di sana pernah ada ternak yang dijual namun kakinya lima, sehingga itulah alasannya kenapa pasar itu diberi nama Kaki Lima. Mau bagaimana lagi, cerita rungon[1] memang begitu, kadang lebih banyak ditambah, pun sebaliknya lebih banyak dikurangi, bahkan dimodifikasi agar sesuai dengan harapan pengarangnya. Oleh karena itu Waginem selalu bilang bahwa "Aku benci pelajaran sejarah!"

Waginem adalah perempuan yang sudah berumur sekitar hampir setengah abad. Ia penjual rujak gendong keliling. Kata orang-orang ia masih gadis. Dulu pernah hampir menikah dengan Darwan, pemuda dari Kampung Kepatihan, yang sekarang mendekam di penjara karena kasus pemerkosaan. Menurut cerita, ia nekat memperkosa sepupunya karena sering diejek tidak laku dan impoten. Mungkin kesabarannya sudah habis. Apalagi dia pendiam, katanya orang pendiam itu mudah dendam dan gampang nekat.

Karena tidak jadi nikah dengan Darwan, Waginem akhirnya menunda untuk menikah dengan siapapun. Kekecewaannya kepada Darwan sebagai lelaki, menutupi hasratnya untuk menikah. Padahal tidak sedikit yang menggodanya ketika melayani pesanan rujaknya.

Ia hanya hidup berdua dengan ibunya. Hampir tiap hari ibunya bilang "Kamu sudah hampir umur 50 tahun, mbok segera menikah, apa ndak pingin punya anak, si mbok pingin segera nimang cucu." Ibunya hampir tiap malam menggerutu kepadanya. Namun Waginem masih saja tak bergeming. Ia selalu membenamkan dirinya di Kasur dan menutup telinganya dengan kedua bantalnya, agar tak mendengar ocehan ibunya. Parasnya yang cantik, tubuhnya yang berisi dan dadanya yang sintal selalu memikat para lelaki pelanggan rujak gendongnya. Walaupun ia sudah hampir setengah abad tetapi wajah dan tubuhnya masih seperti gadis yang berumur 25-an.

Suatu ketika salah satu pelanggan menjawilnya, spontan ia melemparkan cobek yang sudah berisi sayuran dan bumbu rujak, mengenai wajah lelaki tersebut. "Dasar serigala, kamu ndak ingat anak istrimu di rumah? Kok Sukanya menggoda orang." Gerutunya. Namun lelaki itu tak marah, justru semakin penasaran dengan Waginem, gadis tua penjual rujak gendong.

*****

Darwan sudah hampir 10 tahun mendekam di penjara, menurut cerita dari keluarga yang menjenguknya, saat ini ia menjadi lebih baik, bahkan kerap menjadi teladan bagi narapidana yang baru masuk bui. "Paling ya kurang satu tahunan lagi Darwan bebas", begitu ungkap Suminah, kakak perempuannya. Sambil menikmati rujak gendong Waginem di pematang sawahnya. Kebetulan saat itu memang sedang musim tandur padi.

Kepatihan memang kampung yang gemah ripah, sawah di mana-mana, belum lagi kebun kopinya, ladang tebu dan jagungnya. Sungai Umbulan yang mengalirkan airnya sampai ke desa seberang adalah bukti kesuburan desa tersebut. Itu sebabnya nama desa itu adalah Umbulrejo. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hasil panen setiap tahun pasti melimpah. Bahkan Pak Bupati kerap memuji Desa Umbulrejo karena hasil tani yang melimpah, pernah dalam sebuah surat kabar yang dipenuhi gambar Pak Bupati yang menggandeng Pak Lurah Umbulrejo dengan tulisan tebal "Inilah Desa Lumbung Tani".

Lurah Sumarjo sudah dua periode ini menjabat. Kepemimpinannya memang tidak diragukan, pembangunan jalan poros, jalan kabupaten, bahkan gang-gang kecil di Desa Umbulrejo semakin lebar dan mulus. UMKM juga dimodali dan ditata dibawah naungan BUMDES badan usaha milik desa. Namun, berbeda dengan dusun Kepatihan, jalanan di sana masih makadam, batu-batu kali yang ditata di atas jalan utama. Bisa dibayangkan jomplangnya, ketika dusun yang lain sudah mulus dan lebar, di dusun Kepatihan masih penuh bopeng dan renggang-renggang gejibek[2] saat hujan.

Entah, alasannya apa, mengapa dusun Kepatihan tidak dibangun semestinya dusun-dusun yang lain di Desa Umbulrejo. Kabar yang beredar karena sebagian warga di dusun ini tidak memilih pak Sumarjo saat pencalonan lurah kala itu. Tapi itu hanya kabar, bisa saja memang belum masuk anggaran atau menunggu giliran. Sebagai rakyat kan kalau tidak menunggu ya menerima keputusan. Padahal rakyat itu raja katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun