Mohon tunggu...
Arjuna Putra Aldino
Arjuna Putra Aldino Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Indonesia

Mahasiswa Pascasarjana, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Impor Guru?

13 Mei 2019   19:37 Diperbarui: 13 Mei 2019   19:54 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram Puan Maharani

Akhir-akhir ini opini publik diramaikan dengan wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani yang hendak mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. 

Menurut Menko Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunya dari Jerman. "Kami ajak guru dari luar negeri untuk mengajari ilmu-ilmu yang dibutuhkan di Indonesia," ujarnya.

Hal ini mendapat kritik dari sejumlah organisasi keguruan. Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, misalnya menolak wacana tersebut yang menurutnya jumlah guru di Indonesia sudah mencukupi. 

Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim yang juga menilai wacana pemerintah mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia keliru. Namun terlepas dari apapun, kita perlu mendudukan perkara "impor guru" ini dengan kajian yang proporsional, terutama kaitannya dengan kualitas pendidikan dan kompetensi guru kita. 

Dengan data dan analisa yang proporsional maka wacana impor guru ini dapat kita tempatkan dalam kerangka yang objektif tanpa upaya pemelintiran informasi untuk kepentingan politik praktis ditengah panasnya pesta elektoral yang masih belum usai.

Wajah Pendidikan Kita: Impor Guru Jadi Kebutuhan?

Alokasi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Alokasi anggaran pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami kenaikkan sebesar Rp. 48,4 triliun, yakni menjadi Rp. 492,555 triliun. Anggaran pendidikan kita selalu konsisten sebesar 20 persen dari total APBN seperti yang dimandatkan dalam pasal 49 Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Namun, kualitas pendidikan kita tak sebanding dengan anggaran yang digelontorkan. Hal ini dapat dilihat berbagai capaian pendidikan dan pembangunan manusia yang telah dilakukan Indonesia. 

Salah satunya dapat dilihat dari peringkat Programme for Internasional Student Assessment (PISA) yang menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dengan menguji kemampuan literasi saintifik siswa dalam tiga kompetensi sains yaitu mengidentifikasi isu-isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Hasilnya, Indonesia harus puas hanya mendapatkan peringkat 64 dari 72 negara. Artinya, Indonesia masih masuk jajaran negara dengan kualitas sains terendah, yakni hanya menempati posisi ke-9 terendah dengan skor 403.

Bukan hanya skor PISA. Buruknya kualitas pendidikan Indonesia juga dapat dilihat dari hasil Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) tahun 2011. Nilai rata-rata matematika siswa Indonesia menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Sedangkan nilai sains siswa Indonesia hanya di urutan ke-40 dari 42 negara. Tentu, hasil ini sangat mencengangkan pasalnya nilai siswa Indonesia bahkan berada di bawah Palestina yang negaranya didera konflik berkepanjangan. Begitu juga dengan hasil Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), nilai siswa Indonesia di urutan ke-42 dari 45 negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun